Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kasus: PHK
Industri Manufaktur Menggeliat tapi Pengusaha Masih Tahan Ekspansi
Espos.id
Jenis Media: Ekonomi

Esposin, JAKARTA — Di tengah tantangan pelemahan daya beli masyarakat yang masih berlangsung, kinerja sektor manufaktur Indonesia menunjukkan sinyal pemulihan. Hal itu tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang ada di level 51,5 pada Agustus 2025 atau ekspansif.
Mengutip laporan S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia berada di level 51,5 pada Agustus 2025 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya 49,2 pada Juli 2025 atau di bawah ambang batas 50. Adapun, kinerja PMI manufaktur Indonesia sebelumnya telah terkontraksi sejak April 2025 lalu yang anjlok ke angka 46,7.
Menurut Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, pada pertengahan triwulan ketiga 2025, sektor manufaktur Indonesia menunjukkan perbaikan kembali pada kondisi operasional untuk kali pertama dalam lima bulan.
“Perusahaan mencatat pertumbuhan baru pada output dan pesanan baru, dengan pesanan ekspor mencatat kenaikan tercepat dalam hampir dua tahun,” kata Bhatti dalam laporan terbarunya pada Senin (1/9/2025).
Dia menambahkan ekspansi Agustus ini didorong oleh peningkatan baik pada produksi maupun volume pesanan baru.
Merespons hal ini, perusahaan meningkatkan aktivitas pembelian dan jumlah tenaga kerja pada pertengahan triwulan ketiga untuk menyesuaikan kebutuhan produksi tambahan. Industri juga menambah stok pembelian, tetapi inventaris barang jadi menurun karena digunakan untuk memenuhi pesanan.
Ke depan, bisnis di sektor manufaktur Indonesia masih dinilai masih prospektif bahwa volume produksi akan naik pada tahun mendatang. Tingkat optimisme tergolong kuat dan meningkat dibanding bulan Juli, meskipun masih di bawah rata-rata jangka panjang.
Sentimen positif juga didukung oleh harapan bahwa kondisi ekonomi akan membaik, mendorong peluncuran produk baru. Harapan bahwa daya beli pelanggan akan meningkat sehingga mendorong pertumbuhan output.
Menahan Diri untuk Ekspansi
Sementara itu, meski PMI manufaktur mulai menggeliat, tetapi pengusaha hulu tekstil masih menahan diri untuk ekspansi dan menunggu pemerintah melakukan pembenahan sektoral.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan meskipun kondisi PMI manufaktur Indonesia naik ke level ekspansi 51,5 pada Agustus 2025, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih kontraksi.
"Di sektor TPT masih sama, utilisasi rata-rata masih di bawah 50%," kata Redma, Senin (1/9/2025).
Apalagi, belakangan pihaknya mengeluhkan banjir impor produk tekstil yang membuat industri hulu sulit ekspansi usaha. Kondisi ini yang memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 250.000 orang pada 2023-2024.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menilai ekspansi produktivitas industri pengolahan atau manufaktur pada Agustus 2025 tak sepenuhnya menggambarkan kondisi riil lapangan, meski terdapat sinyal positif perbaikan.
Menurut Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani, kondisi ekspansi yang disebutkan dalam laporan tersebut harus disikapi dengan tetap waspada. Pasalnya, laporan PMI manufaktur bukan volume output riil, melainkan indikator arah pergerakan ekonomi.
"Artinya, capaian ini lebih merupakan sinyal pemulihan awal daripada jaminan bahwa seluruh tantangan telah teratasi," kata Shinta kepada Bisnis, Senin (1/9/2025).
Dalam laporan S&P Global disebutkan bahwa kondisi industri kembali bergairah dikarenakan pesanan baru dan output produksi yang mulai meningkat. Hal ini mendorong ekspansi dari fase kontraksi empat bulan sebelumnya. Apindo melihat hal ini dengan optimistis, tetapi tetap berhati-hati.
Apalagi, Shinta menilai industri padat karya dan subsektor berorientasi ekspor belum sepenuhnya pulih karena masih menghadapi tantangan beban usaha yang tinggi, ketidakpastian global, dan daya beli yang masih menurun.
"Jadi, PMI ini valid sebagai early indicator bahwa momentum pemulihan mulai berjalan, tetapi tidak berarti semua masalah struktural hilang," jelasnya.
Sementara itu, laporan riset dari Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) memproyeksikan sektor manufaktur Indonesia akan melanjutkan pemulihannya hingga sisa tahun 2025. Optimisme ini didukung oleh permintaan eksternal yang kuat, peningkatan konsumsi domestik, dan dukungan kebijakan.
"Namun, kami tetap berhati-hati terhadap potensi risiko penurunan, termasuk penguatan USD [dolar AS] yang berkepanjangan, ketidakpastian permintaan global, dan gangguan rantai pasokan," tulis SSI dalam laporan terbarunya.
Lebih lanjut, SSI juga melihat permintaan ekspor yang lebih kuat, terutama di sektor-sektor utama berorientasi ekspor, seperti nikel, minyak kelapa sawit (CPO), dan produk terkait kendaraan listrik, diperkirakan akan membantu menstabilkan neraca perdagangan Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Permintaan domestik juga terus menguat didukung oleh pemulihan daya beli yang solid dan prospek positif belanja konsumen menjelang periode liburan akhir tahun.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Manufaktur Mulai Menggeliat Meski Daya Beli Masih Lesu.
Sentimen: neutral (0%)