Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Ayam, Babi
Kab/Kota: Boyolali, Dukuh
Tokoh Terkait
Warga Jurug Boyolali Keluhkan Bau dari Penjemuran Bulu Ayam, Ini Kata Pengelola
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, BOYOLALI--Sejumlah warga di RT 01, 02, dan 03 RW 07 Dukuh Karang Kidul, Desa Jurug, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, mengeluhkan bau menyengat yang berasal dari tempat pengolahan limbah ayam berupa penjemuran bulu di barat permukiman warga.
Ketua RW 07 Karang Kidul, Muhyidin, menyampaikan bau tersebut telah dirasakan warga sejak sekitar dua bulan. Ia bahkan mengaku telah berkomunikasi dengan kepala desa soal keberadaan tempat penjemuran limbah bulu ayam tersebut. Namun, sejauh ini belum ada tindak lanjut.
Muhyidin mengatakan hampir 400 warga di RT 01, 02, dan 03 yang menandatangani surat aduan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) soal adanya bau dari tempat penjemuran limbah bulu ayam tersebut.
“Yang terparah [baunya] dirasakan di RT 01 dan RT 03, yang sebelah barat,” kata dia saat ditemui Espos di rumahnya, Senin (1/9/2025).
Muhyidin mengatakan warga meminta tempat pengolahan limbah bulu ayam tersebut ditutup atau bisa diletakkan jauh dari permukiman warga sehingga tidak bau lagi.
Ia mengatakan tempat penjemuran limbah bulu ayam tersebut hanya berjarak sekitar 200 meter dari permukiman warga. Ketika siang, lanjut dia, tidak ada bau yang ditimbulkan. Namun, ketika matahari terbenam maka bau muncul.
Terlebih saat hujan menerpa, maka bau yang dihirup warga semakin kuat. Beberapa kali saat salat beberapa jemaah menggunakan masker. Ia mengatakan jarak masjid sekitar 500 meter dari tempat pengolahan limbah bulu ayam.
“Jadi setelah Magrib mulai bau sekali sampai pagi pukul 07.00 WIB. Apalagi pas Subuh itu mau ke masjid itu pakai masker. Otomatis karena baunya enggak enak. Selain itu, ada faktor kesehatan. Enggak langsung, tapi jangka panjang berdampak,” kata dia.
Sementara itu, Ketua RT 02 RW 07 Karang Kidul, Gunadi, menyampaikan bau juga tercium hingga wilayahnya yang sekitar 700 meter dari lokasi pengolahan limbah ayam. Menurutnya durasi bau tak selama di RT 01 dan RT 03, akan tetapi tetap mengganggu masyarakat.
Selain itu, lanjut Gunadi, sebagian warga RT 02 juga melakukan salat berjemaah di masjid.
“Sebisa mungkin ditutup saja karena itu mengganggu warga. Kalau kami sebagai RT dan RW, bagaimana maunya warga, kami yang di depan harus menjembatani warga,” kata dia.
Pengelola Penjemuran Ayam Minta Waktu
Sementara itu, pengelola tempat pengolahan limbah ayam yang dimaksud, Mulyanto, memohon waktu untuk mengatasi bau tersebut. Ia mengakui baru pindah ke lokasi tersebut sekitar dua bulan lalu, sehingga membutuhkan waktu untuk mengatur bau dan berbenah.
“Ini baru pembenahan, hanya tukangnya baru libur. Ini ke depan mau ditutup plastik semua, terlebih untuk menyikapi musim hujan. Paling tidak 10 hari ini kelar, kami minta waktu,” kata dia.
Ia mengatakan tempat usahanya menangani sekitar 1 ton limbah bulu ayam per hari. Menurutnya, angka tersebut cukup lesu yang sebelumnya bisa 2 ton per hari karena impor masuk. Ketika impor masuk, maka produksi ayam di pabrik dibatasi sehingga bulu sepi.
“Dulu saya jemurnya di wilayah Kecamatan Cepogo, cuma karena ada persaingan bisnis kami diminta pindah oleh perangkat desa setempat dengan berbagai alasan. Kemudian, dengan kemurahan hati pemangku desa sini, saya kemudian diberi [sewa] lahan sambil mempekerjakan 4 orang warga sini,” kata dia.
Ia mengatakan saat siang, limbah bulu ayam dijemur, lalu sore dimasukkan ke wadah. Setelah dua hari kemudian disetorkan di berbagai daerah untuk dibuat tepung ayam. Nantinya digunakan sebagai makanan untuk ayam, lele, hingga babi.
Sementara, itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, Suraji, mengatakan pihaknya sudah mengecek hal tersebut dan bertemu dengan kepala desa setempat. Ia mengatakan lahan tersebut milik Kades Jurug dan disewa pengelola.
“Bulu ayam kan dijemur, wong teles [basah] pasti bau. Rencananya mau dibelikan mesin pengerin, katanya begitu. Tapi ini DLH masih pemantauan. Misal beberapa hari masih bau ya nanti kami datangi lagi untuk keseriusan penanganan dampaknya,” kata dia.
Sentimen: neutral (0%)