Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Mengkhawatirkan Supremasi Hukum
Espos.id
Jenis Media: Kolom

Pemberian abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjek PDIP) Hasto Kristiyanto memunculkan kekhawatiran tentang melemahnya supremasi hukum di Indonesia.
Pasal 4 Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Abolisi dan Amnesti menjelaskan dengan pemberian amnesti berarti semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang termaksud dihapuskan.
Sedangkan dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang yang termaksud ditiadakan. Kedua orang yang terjerat kasus korupsi itu dibebaskan dari penjara setelah memperoleh abolisi dan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
Pemberian abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristianto wajar memunculkan kontroversi, apalagi abolisi dan amnesti itu mereka terima sebelum vonis berkekuatan hukum tetap karena proses peradilan yang mereka jalani baru di peradilan tingkat pertama.
Di kalangan aktivis gerakan antikorupsi dan akademikus hukum mengemuka kekhawatiran modus ini menegaskan tentang praktik politisasi hukum di negeri ini. Politisasi hukum telah menggejala secara makin kentara setidaknya satu dekade terakhir.
Landasan argumentasi munculnya kekhawatiran itu adalah terpidana dalam kasus korupsi semestinya tidak layak menerima amnesti dan abolisi. Pemberian dua hal itu dapat memicu implikasi besar pada pemberantasan korupsi.
Kini mekanisme abolisi dan amnesti tentu dapat dimanfaatkan para koruptor untuk berupaya bebas dari hukuman atas kejahatan mereka. Sepanjang sejarah tidak pernah ada amnesti maupun abolisi diberikan kepada terpidana kasus korupsi.
Terpidana korupsi, apalagi yang kasusnya masih di pengadilan tingkat pertama, tak sepatutnya menerima pengampunan maupun penghapusan penuntutan. Meski merupakan hak prerogatif dan kewenangan konstitusional presiden, pemberian amnesti dan abolisi ini sangat prematur karena kasusnya belum inkrah.
Dugaan politisasi hukum mengemuka sejak tahap penyidikan kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto. Proses peradilan dan vonis makin menguatkan dugaan adanya kepentingan politik yang memainkan hukum dalam dua kasus itu.
Dugaan makin menguat ketika abolisi dan amnesti memungkasi proses hukum tersebut. Kalau memang ada politisasi hukum, harus diungkap siapa dalangnya yang memolitisasi dan tentu harus diadili juga.
Jika kasus ini memang politis, siapa yang memolitisasi harus diungkap. Apakah bagian dari pemerintahan sebelumnya atau bagian pemerintahan saat ini. Tentu ada konsekuensi hukumnya.
Jangan sampai prinsip negara hukum—supremasi hukum—dipermainkan. Kasus yang dihadapi Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto adalah kasus korupsi yang kental motivasi politik. Dugaan politisasi bisa menjadi alasan untuk memberi amnesti dan abolisi sepanjang memiliki alasan yang kuat.
Alasan dan tujuan pemberian amnesti dan abolisi harus dikemukakan secara transparan, tak cukup sekadar ”demi rekonsiliasi nasional”. Perlu ada aturan jelas tentang kriteria pemberian amnesti dan abolisi. Ini penting karena ketika supremasi hukum kalah oleh politisasi, demokrasi berada dalam ancaman sangat serius, ancaman untuk ambruk.
Sentimen: neutral (0%)