Terobosan Tata Niaga Beras
Espos.id
Jenis Media: Kolom

Pemerintah merombak regulasi perberasan, salah satunya menghapus kategori beras kelas premium dan kelas medium. Kategori beras disederhanakan menjadi beras reguler dan beras khusus.
Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan pada Jumat (25/7/2025).
Perubahan tata niaga beras ini sebagai respons atas penemuan beras oplosan di banyak daerah. Perubahan tata niaga beras juga dilakukan terhadap harga eceran tertinggi atau HET.
HET beras reguler tetap diatur pemerintah, yaitu pemerintah menetapkan harga batas atas di pasaran. Harga beras khusus tidak diatur pemerintah, tapi pelaku usaha perberasan yang mengelola beras khusus perlu memegang sertifikat merek beras khusus.
Menghapus kategori beras premium dan medium bukanlah solusi yang tepat dan fundamental untuk mengoreksi tata niaga beras.
Segmentasi konsumen dibutuhkan agar pemerintah dapat melakukan intervensi untuk melindungi masyarakat golongan menengah ke bawah.
Pemerintah jangan gegabah menghapus beras premium dan medium di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Secara prinsipiel perubahan ini dapat menyederhanakan pemahaman konsumen yang selama ini sering dibuat bingung dengan klaim label yang tidak selalu mencerminkan kualitas sebenarnya.
Inilah yang menjadi biang keladi kemunculan beras oplosan. Beras kelas medium dijual sebagai beras kelas premium. Dari sisi pelindungan konsumen, kategori beras yang terlalu banyak dan tidak jelas standarnya membuka celah praktik pengoplosan karena secara kasatmata mutu beras sulit dibedakan.
Sesungguhnya penerapan kebijakan HET beras premium dan medium serta gabah tidak efektif sejak awal. Implementasi HET tidak pernah berjalan secara konsisten.
Beras medium dan premium kerap dijual dengan harga di atas HET. Demikian pula gabah. HET gabah hanya berlaku ketika panen raya. Itupun yang membeli Perum Bulog. Setelah panen raya, harga gabah justru jamak di atas HET.
Persoalan beras di Indonesia tidak akan selesai jika pemerintah hanya fokus mengatur ulang HET dan kategori beras di pasar. Pokok persoalan saat ini adalah produktivitas pertanian padi nasional yang rendah sehingga suplai beras di pasar terbatas.
Kondisi ini menyebabkan harga beras sejak 2022 tidak pernah turun, meskipun pemerintah mengeklaim telah memiliki stok empat juta ton.
Pada awal 2024, Ombudsman Republik Indonesia telah mendesak pemerintah segera mengevaluasi tata kelola niaga beras untuk mencegah lonjakan harga terus berlanjut.
Pemerintah sejauh ini tidak serius memperbaiki tata kelola niaga beras yang kacau. Ini menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya aneka permasalahan beras, seperti kenaikan harga dan beras oplosan.
Perlu langkah terobosan baru untuk mengatasi permasalahan beras. Terobosan radikal dengan basis regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang tegas sangat dinantikan dalam pengelolaan tata niaga beras.
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus merumuskan secara partisipatif: melibatkan semua pemangku perberasan nasional, termasuk petani.
Sentimen: neutral (0%)