Tuai Pro dan Kontra, PPATK Buka Kembali Blokir Rekening Dormant
Espos.id
Jenis Media: News

Esposin, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai membuka kembali sejumlah rekening dormant atau tidak aktif yang sempat diblokir, menyusul keresahan masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut.
"Betul [pemblokiran rekening dormant sudah dibuka]," kata Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah kepada Bisnis, Kamis (31/7/2025).
Langkah pembukaan kembali rekening tersebut dilakukan setelah muncul keresahan di tengah masyarakat, terutama dari pihak-pihak yang terdampak. Natsir sebelumnya menjelaskan terdapat jutaan rekening dormant yang datanya diterima dari perbankan. Dari jumlah itu, lebih dari 140.000 rekening diblokir oleh PPATK pada Mei 2025, berdasarkan data per Februari 2025.
Dia bilang sebagian rekening memang sudah dibuka kembali dan sisanya akan direaktivasi apabila pemilik rekening melakukan konfirmasi. Dia menyebut, rekening-rekening yang dibekukan itu tidak melakukan transaksi selama lebih dari 10 tahun dan mengendapkan dana mencapai Rp428,6 miliar. Selain tidak aktif, data pemilik rekening juga tidak diperbarui.
Polemik rekening dormant ini disuarakan oleh sejumlah pihak. Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan, misalnya, meminta PPATK menjelaskan secara resmi kepada masyarakat ihwal pemblokiran sementara rekening dormant. Hinca berujar, Komisi III DPR akan menggelar rapat kerja (raker) dengan PPATK seusai masa reses untuk meminta penjelasan lebih terperinci terkait dengan langkah tersebut.
Namun, dirinya berharap PPATK dapat proaktif menjelaskannya lebih rinci ke publik secepatnya. Selain itu, elite Partai Demokrat ini mengingatkan agar kewenangan PPATK ini jangan sampai menabrak prinsip dasar di dunia perbankan, yakni kepercayaan.
“Saya kira ini isu sensitif. Jadi, sekali lagi saya minta PPATK jelaskan. Secara resmi, tadi kan disebutkan di Instagram-nya saja, janganlah. Ini sesuatu yang sangat serius, besar, penting, orang banyak, publik harus tahu,” tegasnya, Senin (28/7/2025).
Sementara, Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo menyatakan publik baru-baru ini dikejutkan oleh langkah PPATK memblokir ribuan rekening nasabah yang tidak aktif selama 3 bulan. Menurutnya, hal ini memicu sentimen publik yang khawatir akan uangnya tidak aman.
"Menyikapi hal tersebut berikut catatan YLKI, pertama YLKI meminta PPATK memberi informasi penjelasan yang clear kepada konsumen alasan pemblokiran tersebut dan langkah-langkah bagi konsumen yang terkena pemblokiran sehingga hak dasar konsumen atas informasi dapat dipenuhi oleh PPATK," ujarnya.
Kedua, YLKI meminta PPATK juga selektif dalam memblokir rekening karena menyoal keuangan sangat sensitif, apalagi jika rekening yang diblokir merupakan tabungan konsumen yang sengaja diendapkan untuk keperluan dan jangka waktu tertentu.
Catatan ketiga, tambah Rio, atas pemblokiran tersebut PPATK perlu ada waktu pemberitahuan kepada konsumen sebelum diblokir, sehingga konsumen terinformasi dan bisa memitigasi soal tabungannya serta konsumen bisa menyanggah jika akun rekening tersebut aman dan tidak digunakan untuk perbuatan pidana apalagi menyangkut judi online.
"[Keempat] YLKI meminta pembukaan blokir rekening tidak mempersulit konsumen dan YLKI meminta PPATK menjamin uang konsumen tetap utuh dan aman tak kurang sepeser pun atas pemblokiran yang dilakukannya," ujarnya.
Kelima, terkait pemblokiran akun rekening, YLKI meminta PPATK membuka hotline crisis center bagi konsumen yang ingin mencari informasi maupun melakukan pemulihan akun rekening bank yang terkena blokir.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 1 juta rekening yang diduga terkait dengan tindak pidana, berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK sejak 2020.
Melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (30/7/202), Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M. Natsir Kongah merinci bahwa dari 1 juta rekening tersebut, lebih dari 150.000 di antaranya merupakan rekening nominee yang diperoleh melalui jual beli rekening, peretasan, atau cara lain yang melawan hukum.
Rekening-rekening ini kemudian digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana dan menjadi tidak aktif (dormant). Sementara lebih dari 50.000 rekening di antaranya tercatat tidak memiliki aktivitas transaksi sebelum menerima aliran dana ilegal.
PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak pernah digunakan selama lebih dari 3 tahun. Dana bansos sebesar Rp 2,1 triliun hanya mengendap, mengindikasikan bahwa penyaluran belum tepat sasaran.
Selain itu, PPATK menemukan lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana mencapai Rp500 miliar. Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.
“Hal ini jika didiamkan akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut,” kata Natsir.
PPATK merekomendasikan seluruh sektor perbankan untuk memperketat pengelolaan rekening dormant.
Hal ini mencakup perbaikan kebijakan know your customer (KYC), penerapan customer due diligence (CDD) secara menyeluruh, serta imbauan agar nasabah aktif menjaga kepemilikan rekeningnya.
Meski bank telah menerapkan standar perlindungan terbaik, PPATK menegaskan bahwa partisipasi aktif dari pemilik rekening tetap diperlukan. PPATK memastikan hak masyarakat tetap terlindungi. Langkah ini sejalan dengan Asta Cita Pemerintah serta tugas, fungsi dan kewenangan PPATK.
Apabila menerima notifikasi rekening dormant, nasabah diimbau untuk segera menghubungi pihak bank guna proses verifikasi lebih lanjut. Hal ini penting dilakukan demi keamanan data dan dana nasabah.
Sentimen: neutral (0%)