Menteri PKP & OJK Bahas Penyederhanaan SLIK untuk Permudah Akses KPR Subsidi
Espos.id
Jenis Media: Ekonomi

Esposin, JAKARTA--Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) membahas penyelarasan dan penyederhanaan kebijakan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penyelarasan kebijakan dilakukan untuk mendukung percepatan realisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) menyampaikan pentingnya kolaborasi antara regulator, industri perbankan, dan pelaku usaha perumahan agar ekosistem pembiayaan perumahan rakyat berjalan optimal.
“Saya mengapresiasi komitmen OJK dan dunia perbankan dalam mendukung program rumah subsidi. Kami ingin memastikan proses pengajuan KPR subsidi tidak terhambat hanya karena faktor administratif dalam sistem SLIK, padahal aturannya sudah jelas,” ujar Ara di Jakarta, Senin (28/7/2025), seperti dilansir Antara.
Menteri Ara seusai melakukan pertemuan dengan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menegaskan pentingnya transparansi dan kemudahan akses dalam program perumahan rakyat.
Dia pun menyambut baik langkah OJK dalam membentuk satgas serta mengajak semua pihak menjaga ekosistem perumahan yang sehat, inklusif, dan berkeadilan.
“Hal ini merupakan salah bentuk gotong royong dalam menyukseskan Program 3 Juta Rumah. Kita ingin pastikan, rakyat yang berhak mendapatkan rumah subsidi tidak terkendala hanya karena proses teknis. Ekosistem ini harus kita jaga bersama antara regulator, bank, dan pengembang,” katanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan OJK telah menerbitkan surat edaran kepada seluruh perbankan, yang menegaskan bahwa data dalam sistem SLIK tidak boleh menjadi penghambat utama dalam penyaluran KPR subsidi.
“SLIK tidak seharusnya menjadi alasan utama penolakan pengajuan kredit rumah subsidi. Untuk mengantisipasi persoalan di lapangan, kami sudah membentuk Satgas Khusus Penanganan KPR Subsidi,” kata Dian.
Satgas tersebut, lanjutnya, dapat menerima pengaduan masyarakat, khususnya calon debitur KPR subsidi yang mengalami penolakan oleh bank. Masyarakat dapat melapor melalui kanal resmi OJK di nomor 157.
Diungkapkan Dian, OJK juga tengah mengkaji regulasi agar proses penyaluran KPR subsidi bisa semakin cepat dan efisien. Semua data pengaduan dan laporan penolakan KPR subsidi dari berbagai bank akan dihimpun dan ditindaklanjuti melalui koordinasi lintas sektor.
Pada bagian lain, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menegaskan komitmennya untuk menuntaskan target pembiayaan rumah subsidi tahun 2025 sebanyak 350.000 unit rumah.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan target ini sejalan dengan visi BP Tapera dalam mewujudkan kepemilikan rumah yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Kami terus bekerja keras memperkuat kolaborasi dengan seluruh mitra untuk memastikan masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dapat mengakses rumah pertama mereka dengan harga terjangkau,” ujar Heru di Jakarta, Senin.
Per 28 Juli 2025 realisasi pembiayaan rumah subsidi oleh BP Tapera telah mencapai 137.015 unit rumah dengan nilai penyaluran mencapai Rp17 triliun.
Penyaluran ini dilakukan melalui kemitraan dengan 38 bank penyalur dan melibatkan 6.896 pengembang yang membangun rumah subsidi di 10.321 lokasi yang tersebar di 33 provinsi dan 388 kabupaten/kota di Indonesia.
Heru menjelaskan keberadaan BP Tapera dirancang untuk menjadi badan yang menghimpun dan mengelola dana murah jangka panjang secara berkelanjutan, demi mendukung pembiayaan perumahan rakyat.
Dengan dukungan dari 39 bank penyalur, 20 asosiasi pengembang, serta 7 manajer investasi, BP Tapera semakin optimistis dapat mempercepat pencapaian target pemerintah dalam program perumahan rakyat.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka backlog perumahan di Indonesia menunjukkan tren penurunan.
Tahun 2021, backlog rumah tangga berdasarkan kepemilikan mencapai 12,71 juta unit, dan turun menjadi 9,90 juta unit pada 2023.
Adapun, backlog berdasarkan kepenghunian turun dari 6,98 juta menjadi 6,69 juta rumah tangga.
“Penurunan backlog ini tidak lepas dari sinergi berbagai pihak: pemerintah pusat melalui dukungan anggaran, sektor perbankan dari sisi pembiayaan, pengembang dari sisi pasokan, dan tentu saja masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan hunian,” kata Heru.
BP Tapera hadir sebagai pengelola dana dan demand aggregator yang memperkuat ekosistem perumahan nasional.
Sentimen: neutral (0%)