Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga
Kab/Kota: Surabaya
Tokoh Terkait
Peringkat Daya Saing Indonesia Turun, Pakar UNAIR: Perlu Evaluasi Serius!
Espos.id
Jenis Media: News

DEspos.id, SURABAYA – Indonesia kembali menghadapi tantangan besar dalam perekonomian global. Dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2025, peringkat daya saing Indonesia merosot tajam dari posisi 34 ke 47 dunia. Penurunan sebanyak 13 peringkat ini bukan hanya angka, melainkan sinyal keras bahwa reformasi struktural di tanah air belum berjalan optimal.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Prof. Dr. Rossanto Dwi Handoyo, Ph.D, merosotnya daya saing Indonesia merupakan refleksi dari lambatnya efisiensi birokrasi dan belum meratanya pembangunan infrastruktur. “Birokrasi kita masih dianggap tidak efisien, tidak luwes, bahkan dalam beberapa hal dinilai masih korup. Ini membuat investor global melihat bahwa iklim bisnis kita belum kompetitif,” jelasnya.
Infrastruktur Masif Belum Menjawab Kebutuhan
Lebih lanjut, ia juga menyoroti efektivitas pembangunan infrastruktur yang masif beberapa tahun terakhir. Meski pembangunan jalan tol, pelabuhan, hingga bandara terus digencarkan, banyak proyek yang dinilai belum tepat sasaran.
“Banyak bandara yang dibangun tapi sepi penumpang, kualitas jalan tol pun masih dipertanyakan. Ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak selalu berarti untuk peningkatan produktivitas,” terangnya.
Dalam laporan IMD, indeks kualitas infrastruktur Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 28 ke 34. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pembangunan belum berhasil mendorong efisiensi logistik maupun mobilitas ekonomi secara signifikan.
Lemah di Inovasi dan SDM
Poin krusial lainnya adalah rendahnya kapasitas inovasi nasional. Menurut Prof. Rossanto, anggaran riset dan pengembangan (R&D) Indonesia masih sangat minim, yakni di bawah 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rendahnya dana R&D ini berdampak langsung pada inovasi dan jumlah paten nasional.
“Tanpa riset yang memadai, sulit bagi kita untuk menciptakan nilai tambah. Apalagi kualitas SDM kita juga masih belum mampu menjawab kebutuhan industri,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa daya saing global adalah fondasi penting untuk mendorong investasi jangka panjang, pertumbuhan ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat. Tanpa perbaikan nyata, Indonesia berisiko terjebak dalam middle-income trap atau stagnasi sebagai negara berpendapatan menengah.
“Kalau kita serius ingin menuju Indonesia Emas 2045, maka reformasi struktural harus dijalankan secara konsisten. Bukan hanya membangun jalan tol atau bandara, tapi juga memperkuat SDM, inovasi, dan tata kelola yang bersih,” tutupnya.
Sentimen: neutral (0%)