Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Grup Musik: APRIL
Institusi: UIN
Kab/Kota: Wonogiri, Yogyakarta
Partai Terkait
Pemilu yang Menggembirakan
Espos.id
Jenis Media: Kolom

Pascareformasi 1998 hingga 2024 telah enam kali pemilihan umum (pemilu) dilaksanakan dengan desain berbeda. Pemilu 1999 diiikuti 48 partai politik untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang selanjutnya disebut dengan pemilu legislatif.
Pada periode tersebut, presiden dan wakil presiden dipilih melalui sidang umum MPR. Pada 2004, pemilu legislatif ditambah pemilihan anggota DPD. Pemilu legislatif 2004 menjadi empat kotak suara.
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih. Pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2004 diselenggarakan dalam waktu yang berbeda, namun masih dalam rentang tahun yang sama.
Pemilu legislatif dilaksanakan pada 5 April 2004. Pemilihan presiden-wakil presiden dilaksanakan pada 5 Juli 2004. Pada Pemilu 2009 dan 2014 desain penyelenggaraan sama dengan Pemilu 2004. Pemilu legislatif dilaksanakan secara terpisah dengan pemilihan presiden.
Putusan Mahkaman Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 mendasari pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada 2019 dilaksanakan secara serentak.
Desain pemilu serentak antara pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, anggotra DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota itu disebut pemilu lima kotak.
Pemilu serentak ini telah dilaksanakan dua kali, tahun 2019 dan 2024. Bangsa Indonesia juga melaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah atau pilkada.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pilkada pertama yang digelar adalah pemilihan bupati dan wakil bupati Kutai Kertanegara pada 1 Juni 2005.
Undang-undang yang mendasari mengalami beberapa kali perubahan yang kemudian berimplikasi pada penyebutan istilah, mulai dari pilkada, pemilukada, pemilihan gubernur dan wakil gubernur, pemilihan bupati dan wakil bupati/wali kota dan wakil wali kota, hingga istilah pilkada serentak.
Berdasarkan undang-undang pilkada, penyelenggaraan pilkada didasarkan pada akhir masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah di provinsi/kabupaten/kota.
Secara prinsip desain penyelenggaraan pilkada serentak pada 2024 adalah menyerentakkan penyelenggaraan pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota di seluruh Indonesia.
Kecuali pemilihan kepala daerah di lima kota dan satu kabupaten administratif di Provinsi DKI Jakarta dan pemilihan kepala daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemerintah dan DPR bersama pemerhati pemilu/NGO dan Mahkamah Konstitusi sepertinya sedang mendesain pemilu yang ideal untuk bangsa Indonesia; pemilu yang membuat gembira peserta pemilu, pemilih, dan penyelenggara.
Desain bentuk pemilu, sistem pemilu, serta aturan teknis berubah. Empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarat mengajukan uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu yang mengatur presidential threshold/ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 mengabulkan permohonan itu dengan menghapus ambang batas pada proses pencalonan presiden dan wakil presiden.
Seluruh partai politik/gabungan partai politik peserta pemilu dapat mengusulkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden. MK juga menghapus ambang batas “kursi DPRD” pada pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, serta wali kota-wakil wali kota melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 atau uji materi yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora).
Pemilu Nasional dan Lokal
Termutakhir, MK memutuskan desain pemilu idealnya mengelompokkan pemilu nasional dan pemilu lokal/daerah. Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan DPD.
Setelah itu, paling singkat dua tahun atau paling lambat dua tahun enam bulan, diselenggarakan pemungutan suara memilih gubernur-wakil gubernur, anggota DPRD provinsi, bupati-wakil bupati/wali kota-wakil wlai kota, serta anggota DPRD kabupaten/kota.
Selalu muncul konsekuensi logis pada penerapan desain pemilu. Dari sisi peserta pemilu adalah rumusan soal partai politik peserta pemilu yang berhak mengusung calon presiden-calon wakil presiden serta calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah.
Apakah peserta Pemilu 2024 atau peserta Pemilu 2029 (pemilihan presiden) dan 2031 (pilkada)? Tentang penetapan partai politik peserta pemilu apakah menggunakan skema satu kali penetapan sehingga peserta pemilu nasional akan otomatis menjadi peserta pemilu lokal/ daerah?
Dari sisi penyelenggaraan, bagaimana mendesain kampanye dengan biaya murah dan efektif mengingat calon anggota DPR tidak dapat mengandalkan “patungan” dengan calon anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota ketika kampanye.
Dari sisi pembiayaan, soal rumusan sumber anggaran, apakah APBN seluruhnya atau kombinasi APBN dan APBD. Gagasan MK yang ingin memperkuat proses demokrasi di tingkat lokal sekaligus mencari celah penerapan prinsip efisiensi dan efektivitas jangan sampai hanya menjadi ajang coba-coba.
Penyelenggaraan pemilu serentak pada 2019 dan 2024 menelan banyak korban jiwa unsur penyelenggara pemilu. Sebanyak 824 orang meninggal dunia pada 2019, sedangkan pada 2024 sebanyak 94 orang meninggal dunia dan ribuan orang dilaporkan sakit.
Tingkat invalid vote yang cenderung tinggi menunjukkan faktor kejenuhan pemilih. Pemilih hadir di tempat pemungutan suara (TPS), namun tidak menggunakan hak pilih dengan baik. Keluh kesah peserta pemilu tentang biaya yang tinggi untuk memenangi kontestasi juga mengemuka.
Desain baru pemilu diharapkan menghasilkan restorasi pemilu nasional maupun lokal. Setidaknya partai politik sebagai peserta pemilu dapat menyiapkan kaderisasi dengan cukup waktu sehingga calon-calon yang muncul adalah calon-calon yang mempunyai kapasitas mengelola negara dengan lebih baik.
Masyarakat mempunyai kesempatan memilih dengan gembira. Pemilih mempunyai dorongan kuat untuk hadir di TPS dan menggunakan hak pilih secara benar karena disuguhi calon-calon yang berkualitas.
Penyelenggara pemilu juga bisa bernapas, mengatur ritme, menyajikan penyelenggaraan pemilu yang lebih bermutu dan legitimate. Kini saatnya berpemilu dengan gembira.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Juli 2025. Penulis adalah peminat pemilu yang tinggal di Kabupaten Wonogiri)
Sentimen: neutral (0%)