Sentimen
Undefined (0%)
8 Jul 2025 : 13.50
Informasi Tambahan

BUMN: BUMD

Event: CFD

Hewan: Sapi

Kab/Kota: Boyolali, Karanganyar, Klaten, Solo, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri

Kasus: covid-19

Tokoh Terkait
Slamet Riyadi

Slamet Riyadi

Gaya Baru Membangun Kawasan

8 Jul 2025 : 13.50 Views 26

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Gaya Baru Membangun Kawasan

Minggu, 29 Juni 2025, menjadi momen meriah dan penuh semangat, yaitu pembukaan  Soloraya Great Sale yang digelar di kawasan car free day (CFD) Kota Solo.

Acara ini dihadiri seluruh kepala daerah  di Soloraya. Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi juga hadir menyaksikan kemeriahan acara itu.

Pembukaan Soloraya Great Sale itu dikemas dengan berbagai penampilan hiburan dan kirab yang menunjukan kekhasan dan potensi daerah-daerah di Soloraya.

Acara ini bukan sekedar seremoni yang menandai dimulainya pesta belanja tahunan, tetapi lebih dari itu, acara tersebut menghadirkan hal penting, yakni wujud nyata kerja sama antarpemerintah daerah di kawasan Soloraya.

Kawasan ini juga dikenal sebagai Subosukawonosraten, yang merupakan akronim dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten.  

Soloraya Great Sale ini merupakan inisiasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Solo dan menjadi kali pertama dilaksanakan setelah sebelumnya hanya dilaksanakan di Kota Solo, yaitu Solo Great Sale.

Acara ini menjadi platform promosi bersama yang mendorong aktivitas ekonomi masyarakat. Kegiatan ini juga memperkuat identitas kolektif kawasan Soloraya sebagai satu ekosistem yang saling terhubung. 

Kolaborasi antarpemerintah daerah dengan banyak stakeholders ini menjadi simbol kuat integrasi regional. Dalam kacamata Ilmu Administrasi Negara, ini adalah praktik kolaborasi lintas pemerintahan yang patut diapresiasi dan dikaji lebih dalam melalui pendekatan intergovernmental network atau jaringan antarpemerintahan.

Gagasan membangun kerja sama lintas daerah di Soloraya sesungguhnya bukan hal baru. Saya pernah membahas topik ini dalam tulisan saya yang berjudul Kerangka Forum Pariwisata Soloraya dari Perspektif Intergovernmental Network: Analisis Pola Jaringan dan Struktur Kelembagaan (Universitas Sebelas Maret, 2022).

Saya menekankan bahwa keberhasilan integrasi kawasan sangat bergantung pada adanya struktur kelembagaan bersama yang mampu memfasilitasi dialog antardaerah secara setara dan berkelanjutan. 

Dalam konteks ini, Soloraya Great Sale dapat dilihat sebagai salah satu bentuk konkret dari struktur yang mulai aktif bekerja membangun jejaring kolaboratif tersebut, meskipun masih berbasis pada event temporer.

Dari Promosi ke Integrasi

Inisiasi Soloraya Great Sale yang datang dari elemen nonpemerintah, yakni Kadin, yang kemudian disambut secara aktif oleh seluruh pemerintah daerah di kawasan Soloraya menjadi poin menarik. 

Pola semacam ini menunjukkan bahwa kekuatan masyarakat, dalam hal ini komunitas pelaku usaha, mampu memengaruhi sistem administrasi publik secara positif, termasuk dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan promosi ekonomi daerah.

Dalam perspektif ekologi administrasi, hal ini memperlihatkan lingkungan sosial dan kekuatan nonpemerintah dapat mendorong terjadinya adaptasi dalam sistem birokrasi. 

Pemerintah daerah, sebagai bagian ekosistem yang lebih luas, menunjukkan kemampuan beradaptasi dan berkolaborasi ketika ada tekanan atau inisiatif kuat dari aktor eksternal yang memiliki legitimasi dan kapasitas. 

Dengan kata lain, kebijakan tidak lagi bersumber dari atas ke bawah, tetapi juga dari jejaring sosial dan ekonomi yang berkembang di masyarakat.

Melalui pendekatan ini, Soloraya Great Sale tidak hanya relevan ketika dilihat dari lensa intergovernmental network yang menekankan pada kolaborasi lintas wilayah, tetapi juga sebagai studi kasus tentang bagaimana ekosistem sosial yang dinamis dapat membentuk respons administratif yang lebih fleksibel dan kolaboratif.

Pendekatan intergovernmental network melihat bahwa hubungan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak lagi bisa dibatasi dalam pola hierarki semata, tetapi telah berkembang menjadi jaringan horizontal. 

Kekuatan pendekatan jaringan ini terletak pada fleksibilitas dan kolaborasi berbasis kepentingan bersama. Dalam kegiatan Soloraya Great Sale, kepentingan bersama itu adalah meningkatnya daya beli masyarakat, kebangkitan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pasca-pandemi Covid-19, dan promosi potensi lokal secara masif.

Jaringan antarpemerintah semacam ini juga memungkinkan pertukaran sumber daya, ide, dan inovasi kebijakan yang lebih dinamis. Tidak ada satu entitas pun yang mendominasi, melainkan terjadi dialog dan negosiasi yang berkelanjutan. 

Salah satu kekuatan Soloraya adalah kemampuan membangun identitas kolektif sebagai kawasan strategis dalam peta pembangunan Provinsi Jawa Tengah. 

Fondasi objektif yang kuat dari aspek potensi daerah yakni, pertama, Soloraya memiliki penduduk lebih dari enam juta jiwa dan didukung fasilitas pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah.

Kedua, keberadaan Keraton Solo sebagai magnet wisata sejarah dan religi. Ketiga, Kabupaten Karanganyar yang menawarkan kekayaan wisata alam dan heritage.

Ketiga, Kabupaten Boyolali yang dikenal sebagai sentra peternakan sapi perah dan penghasil susu segar. Keempat, Kabupaten Klaten yang unggul dalam sektor industri logam alumunium dan batik-lurik.

Kelima, Kabupaten Sukoharjo yang memiliki basis kuat pada industri tekstil. Keenam, Kabupaten Sragen yang unggul pada sektor pertanian padi, tebu, dan memiliki situs sejarah museum purbakala.

Ketujuh, Kabupaten Wonogiri yang memiliki potensi perikanan air tawar dan pertanian palawija.           Melalui kegiatan seperti Soloraya Great Sale, kawasan ini tidak hanya memperluas peran ekonomi di sektor konsumsi dan perdagangan, tetapi juga membentuk dan menegaskan simbol identitas regional yang hidup dan dinamis di ruang publik. 

Event ini menjadi medium ekspresi kolektif yang menyatukan ragam lokalitas dalam satu narasi besar kawasan. Nilai-nilai budaya, karakter ekonomi, dan semangat kolaboratif antardaerah ditampilkan secara terpadu.

Perkuat Sinergi

Jika sinergi ini terus diperkuat, identitas lokal Soloraya berpotensi berkembang menjadi ”kawasan budaya-inovatif”, sebuah identitas kolektif yang menempatkan kebudayaan sebagai fondasi utama pembangunan, didukung oleh ekonomi kreatif, UMKM, dan sistem pendidikan yang adaptif. 

Soloraya dapat menjadi contoh kawasan yang tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga mendorong regenerasi identitas melalui pengembangan produk unggulan lokal, wisata berbasis komunitas, dan branding kawasan berbasis nilai-nilai kultural. 

Dengan demikian, promosi ekonomi seperti Soloraya Great Sale tidak semata-mata menjadi kegiatan musiman, tetapi menjadi bagian dari proses jangka panjang membentuk daya saing regional yang berakar pada identitas bersama. 

Inilah bentuk pembangunan kawasan yang tidak hanya terukur secara ekonomi, tetapi juga terikat secara sosial dan bermakna secara kultural.

Meski semangat kerja sama ini patut diapresiasi, kita tak boleh menutup mata terhadap tantangan yang menyertai. Pertama, koordinasi lintas daerah memerlukan waktu, energi, dan kepercayaan. 

Dalam jaringan antarpemerintah, keberhasilan sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi, transparansi, dan kesepakatan dalam pengambilan keputusan.

Kedua, keberlanjutan kegiatan semacam ini memerlukan struktur kelembagaan yang lebih formal dan terorganisasi. Meskipun inisiasi Soloraya Great Sale berasal dari Kadin, kolaborasi ini tidak boleh berhenti pada semangat komunitas usaha semata.

Diperlukan pembentukan sekretariat bersama atau forum koordinasi lintas daerah yang melibatkan unsur pemerintah daerah, asosiasi pelaku usaha, dan komunitas ekonomi kreatif secara setara. 

Dengan struktur yang jelas dan berkesinambungan, kolaborasi semacam ini dapat berkembang menjadi agenda strategis kawasan yang tidak hanya bergantung pada momen atau figur tertentu, melainkan terlembagakan sebagai bagian dari tata kelola pembangunan wilayah Soloraya secara menyeluruh.

Ketiga, perlu penguatan regulasi dan insentif yang mendukung sinergi ini. Misalnya, pengadaan sistem database UMKM lintas daerah, platform promosi digital bersama, atau skema pembiayaan kolektif yang didukung badan udaha milik daerah atau BUMD dan mitra swasta.

Kita tentu berharap bahwa Soloraya Great Sale tidak hanya menjadi perayaan diskon, tetapi menjadi simbol dari sebuah transisi cara kerja pemerintahan yang lebih kolaboratif, lintas batas administratif, dan terkelola secara profesional. 

Ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang mengarah pada pemerintahan yang adaptif, terbuka, dan berorientasi pada hasil.

Sebagai akademikus di bidang Ilmu Administrasi Negara, saya memandang bahwa momentum Soloraya Great Sale bisa menjadi laboratorium kebijakan yang menarik. 

Di sinilah kita bisa mengkaji efektivitas jaringan pemerintahan, mengukur dampak ekonominya, dan menganalisis dinamika hubungan antardaerah. 

Soloraya perlu lebih sering menggelar kegiatan bersama semacam ini, tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga di sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pelayanan publik.

Apa yang dilakukan Soloraya adalah langkah kecil, namun strategis menuju Indonesia yang lebih kolaboratif. Ketika daerah-daerah mampu membangun kepercayaan, berbagi panggung, dan menciptakan nilai bersama, di situlah kita menemukan esensi dari pemerintahan dalam jaringan. 

Solorraya Great Sale bukan semata-mata agenda diskon. Soloraya Great Sale adalah panggung kolaborasi, ruang diplomasi antardaerah, dan potret masa depan administrasi publik yang saling terhubung, saling menguatkan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 Juli 2025. Penulis adalah dosen Ilmu Administrasi Negara Universitas Slamet Riyadi, Kota Solo, Jawa Tengah)

Sentimen: neutral (0%)