Sentimen
Undefined (0%)
2 Jul 2025 : 23.04
Informasi Tambahan

Kasus: PHK

Tokoh Terkait

Indeks Manufaktur Indonesia Terkontraksi, Peluang Tumbuh Positif Masih Ada

2 Jul 2025 : 23.04 Views 1

Espos.id Espos.id Jenis Media: Ekonomi

Indeks Manufaktur Indonesia Terkontraksi, Peluang Tumbuh Positif Masih Ada

Espos.id, JAKARTA — Industri manufaktur dinilai masih memiliki peluang untuk tumbuh positif meski dibayangi tekanan aturan baru bea masuk Amerika Serikat yang sangat tinggi hingga kondisi geopolitik.  Optimisme itu masih ada meski Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2025 kembali terkontraksi di level 46,9 atau turun dari bulan sebelumnya 47,4.

Kontraksi indeks produktivitas ini menurun sejak tiga bulan terakhir.  Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad menilai laju kontraksi produktivitas industri manufaktur tiga bulan beruntun disebabkan kondisi industri dan pasar dalam negeri yang tidak kondusif.  

"PMI kita dalam tiga bulan terakhir di bawah 50 artinya industri ini menggambarkan domestiknya punya problem yang jauh lebih besar dibandingkan kondisi eksternal," kata Tauhid dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025, Rabu (2/7/2025). Bahkan, dia menilai dampak dari situasi daya beli masyarakat yang lebih mengkhawatirkan dibandingkan efek kebijakan tarif.

Pihaknya mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki tata kelola dan daya saing industri pengolahan dalam negeri. Tauhid juga menuturkan permintaan domestik saat ini relatif melemah ketimbang internasional.

Aturan bea masuk yang diterapkan Presiden AS Donald Trump memang sempat memberikan dampak terhadap ekspor nonmigas yang menurun, tetapi kini mulai kembali normal. "Tetap diperlukan diversifikasi pasar, produk, jalur rantai pasok, relokasi industri hingga diversifikasi sumber energi megurangi ketidakpastian global dan domestik," ujarnya.  

Lebih lanjut, menurut dia industri manufaktur nasional juga masih dapat bertahan mengingat bea masuk yang dikenakan terhadap Indonesia sebesar 32% masih lebih rendah dibandingkan dengan China, Vietnam, dan lainnya.  Optimisme industri juga masih terlihat dari impor bahan baku/penolong yang naik 3,65% secara tahunan menjadi US$69,40 miliar pada Januari-Mei 2025 dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya US$66,96 miliar.

Tak hanya itu, impor barang modal juga mengalami kenaikan 17,67% menjadi US$18,82 miliar pada Januari-Mei 2025 atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu senilai US$15,99 miliar. Hal ini masih menunjukkan tingkat kepercayaan untuk aktivitas industri.  

Sementara Wakil Ketua Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin, mengatakan penurunan PMI hingga ke level 46,9 menunjukkan permintaan barang manufaktur yang terus menurun dan perlu segera ditangani.  "Jangan sampai hal ini terjadi terus menerus sampai ke kuartal berikutnya akibatnya nanti pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tidak bisa tercapai, kalau tidak diantisipasi dengan berbagai kebijakan ini akan sulit dan dampaknya kalau produktivitas turun maka akibatnya PHK," tuturnya.  

Di sisi lain, dia juga mendorong pemerintah untuk kembali mengevaluasi penggunaan anggaran atau belanja negara ke arah yang lebih produktif dan berdampak besar bagi ekonomi.  "Belanja anggaran yang bisa menghasilkan efek domino dibanding belanja barang yang hanya penyusutan tidak menghasilkan apa-apa, akibatnya ekonomi kita tidak akan tumbuh," pungkasnya. 

 

Sentimen: neutral (0%)