Sentimen
Undefined (0%)
2 Jul 2025 : 19.47
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kab/Kota: Semarang, Tiongkok

Tokoh Terkait

Dari Koin VOC hingga Kerajaan Sriwijaya, Warga Semarang Hidup dari Uang Kuno

2 Jul 2025 : 19.47 Views 3

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Dari Koin VOC hingga Kerajaan Sriwijaya, Warga Semarang Hidup dari Uang Kuno

Esposin, SEMARANG – Di sebuah lapak sederhana di Jalan Kedungmudu Nomor 7, Kota Semarang, Jawa Tengah, menyimpan serpihan waktu. Di balik lemari kaca dan nampan-nampan plastik bening, berjajar ribuan lembar dan keping uang dari berbagai zaman, mulai dari era Kerajaan Sriwijaya hingga Orde Baru.

Aryo Supeno, pemilik kios ini, bukan sekadar pedagang. Dia adalah penjaga sejarah dengan mata yang bersinar setiap kali berbicara tentang uang lama.

Kepada Espos, perkenalan Aryo dengan dunia numismatik bermula dari keisengan. Sekitar tahun 2017, Aryo hanya suka menyimpan uang koin yang menurutnya unik.

“Iseng-iseng kumpulin uang koin. Tapi kok ada ada harganya. Kemudian ketemu komunitas, dari situ mulai sering beli, kumpulin dan jual juga. Lama-lama malah jadi seneng,” ujar Aryo saat ditemui Espos, Rabu (2/7/2025).

Bahkan kios uang kuno milik Aryo sudah dikenal luas. Tak hanya warga lokal, kolektor dari Bali, Jepang, hingga Tiongkok, pernah mampir ke kiosnya hanya untuk berburu lembaran sejarah. Beberapa datang rutin, seperti kawan lama yang tak ingin putus tali dengan masa lalu.

Di kiosnya, koin VOC tahun 1710 bisa didapat mulai dari harga Rp10.000 hingga Rp25.000, tergantung kondisi. Uang dari zaman Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di Sungai Jambi pernah dibanderol Rp25.000 per keping. Bahkan sempat menyentuh angka Rp100.000 saat permintaannya sedang tinggi.

“Tapi yang langka itu seri wayang, dari zaman pendudukan Jepang. Satu set pernah terjual Rp75 juta,” kenangnya.

Aryo tak hanya menyimpan, ia juga menjadi penghubung. Sebagian koleksi bukan miliknya, tapi titipan komunitas. Dia menjual, mengirim, lalu menyambung kisah uang itu ke tangan kolektor berikutnya. Kios ini seperti pelabuhan bagi sejarah yang terus berlayar.

Namun jalan menjaga harta dari masa lalu ini tak selalu mudah. Tantangan terbesar, kata Aryo, justru soal modal dan keberuntungan. “Yang susah tuh nyari barangnya. Kalau dapat seri langka, rasanya kayak jackpot,” paparnya sembari membuka album berisi lembaran uang seri Barong dan Wayang.

Aryo mulai fokus membuka kios fisiknya sejak 2022, setelah sebelumnya hanya mengandalkan komunikasi daring. Dia menyewa tempat sederhana agar mudah diakses pembeli.

Penghasilan Aryo dari uang kuno bisa mencapai Rp5 juta hingga Rp10 juta per bulan, bahkan bisa lebih. Usaha uang kuno tersebut terbilang bisa menghidupi perekonomian keluarganya.

Uang-uang kuno yang dijual Aryo bervariasi, dari lembaran bergambar Sudirman, Barong, hingga koin-koin perak berat dari tahun 1970-an. Ada juga uang asing, seperti Gulden Belanda dan Yen Jepang. Tapi menurut Aryo, favorit pembeli adalah uang zaman kolonial Belanda dan pendudukan Jepang karena nilai sejarah dan visualnya yang khas.

Sedangkan yang membuat Aryo bertahan bukan cuma keuntungan. Tapi kecintaan pada cerita di balik setiap lembar dan keping uang. “Setiap uang punya sejarahnya. Punya kisahnya. Dan saya cuma bantu uang itu nemu pemilik barunya,” tutupnya.

Sentimen: neutral (0%)