Sentimen
Undefined (0%)
2 Jul 2025 : 14.40
Informasi Tambahan

Kasus: kecelakaan

Dilema Sopir Truk ODOL

2 Jul 2025 : 14.40 Views 4

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Dilema Sopir Truk ODOL

Kebijakan pelarangan kendaraan over dimension over loading (ODOL) tentu melibatkan berbagai faktor kompleks: tekanan ekonomi hingga masalah penegakan hukum dan kurangnya alternatif solusi. 

Kebijakan zero ODOL bertujuan menertibkan kendaraan yang melebihi batas dimensi dan muatan yang diizinkan. Implementasinya menghadapi banyak tantangan dan penolakan dari berbagai pihak, terutama sopir dan pengusaha logistik. 

Praktik ODOL didorong keinginan pemilik barang menekan biaya transportasi, serta persaingan antarpenyedia jasa transportasi untuk mendapatkan pelanggan dan mengurangi biaya operasional.

Mengangkut muatan lebih banyak menjadi satu-satunya solusi bagi pemilik barang untuk mengurangi biaya angkut mengingat logistik di Indonesia memiliki masalah utama pada faktor biaya.

Penurunan pendapatan dan keuntungan dengan tidak lagi bisa membawa muatan maksimal menjadi masalah. Sopir truk dan pengusaha logistik khawatir pendapatan mereka menurun drastis.

Kebijakan ini menyebabkan berkurangnya kapasitas pengiriman yang berpotensi meningkatkan biaya distribusi dan membebani harga barang, termasuk kebutuhan pokok dan barang penting.

Sopir dan pemilik truk harus mengeluarkan biaya besar untuk memodifikasi ulang dimensi truk agar sesuai standar atau membeli truk baru. 

Penyesuaian dimensi kendaraan juga memerlukan biaya tambahan untuk pembuatan sertifikat registrasi uji tipe atau SRUT, surat keputusan rancang bangun atau SKRB, dan uji kir baru yang dianggap memberatkan pemilik kendaraan.

Sopir merasa tidak ingin menyalahi aturan. Tuntutan pasar dan industri sering kali memaksa mereka mengangkut barang di luar kapasitas truk yang sesuai undang-undang. 

Para sopir mengeluh karena tidak ada solusi alternatif terhadap penerapan aturan ini, sementara pasar dan industri belum mampu beradaptasi dengan peraturan tersebut. 

Pemerintah dianggap perlu mempertimbangkan relaksasi bagi industri, bukan hanya fokus pada penindakan. Para sopir meminta pemerintah memberikan perlindungan hukum karena masalah hukum selalu menjadi beban mereka. Mereka merasa Indonesia belum siap menjalankan pelarangan ODOL secara utuh.

Sanksi berupa penurunan muatan dan pelarangan melanjutkan perjalanan dianggap merugikan pemilik kendaraan karena pengawasan dilakukan setelah kendaraan menempuh setengah perjalanan. 

Sanksi pemotongan karoseri dianggap merugikan karena menimbulkan biaya tambahan. Celakanya penanganan ODOL sering kali dianggap tidak serius, truk berkelebihan muatan dan dimensi dibiarkan lewat setelah sopir membayar "pelicin". 

Kementerian Perhubungan telah memasang kamera closed circuit television atau CCTV di jembatan timbang dan menerapkan tilang elektronik, namun upaya ini belum berhasil menekan ODOL. 

Penegakan hukum dalam kebijakan zero ODOL terhadap pengangkutan barang mengalami kemunduran dalam lima tahun terakhir, salah satunya karena pengemudi angkutan umum tidak mematuhi ketentuan.

Rendahnya penegakan hukum atau law enforcement menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya ODOL. Meskipun bertujuan baik untuk menjaga infrastruktur jalan, mengurangi angka kecelakaan, dan menciptakan persaingan usaha yang sehat, kebijakan zero ODOL juga memiliki dampak. 

Terutama peningkatan jumlah armada yang dibutuhkan untuk mengangkut produk akibat penyesuaian muatan. Hal ini berpengaruh pada peningkatan biaya logistik dan tarif harga barang karena yang diangkut menjadi lebih sedikit. 

Ini juga memengaruhi barang kebutuhan pokok dan penting yang memiliki tingkat alokasi pengeluaran rumah tangga yang tinggi. Pemerhati transportasi menyarankan pemerintah menerapkan pendekatan yang adil, yaitu pemberian sanksi bagi pelanggar sekaligus pemberian insentif bagi yang patuh terhadap regulasi. 

Bentuk insentif yang diusulkan, antara lain, diskon tarif tol, subsidi bahan bakar minyakatau BBM, diskon biaya servis di bengkel resmi, dan kemudahan pembiayaan berbunga rendah untuk mengganti armada ODOL.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 1 Juli 2025. Penulis adalah Manajer Senior Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)