Sentimen
Undefined (0%)
26 Jun 2025 : 17.33
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Kanigoro, Kediri, Mataram, Ponorogo, Solo

Tokoh Terkait
Budi Setiawan

Budi Setiawan

Cerita Awal Mula & Alasan Kebo Bule Jadi Cucuk Lampah Kirab 1 Sura Keraton Solo

26 Jun 2025 : 17.33 Views 24

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Cerita Awal Mula & Alasan Kebo Bule Jadi Cucuk Lampah Kirab 1 Sura Keraton Solo

Esposin, SOLO -- Kerbau albino atau kebo bule keturunan Kyai Slamet mendapat tempat istimewa pada tradisi kirab malam 1 Sura di Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo yang pada tahun ini digelar pada Kamis (26/6/2025) tengah malam.

Kerbau-kerbau itu ditempatkan pada barisan terdepan atau menjadi cucuk lampah pada kirab tersebut. Jumlah kebo yang dilibatkan dalam kirab pun tidak bisa sembarangan, harus ganjil. Kehadiran kebo bule keturunan Kyai Slamet di Keraton Solo disebut bermula sejak Mataram Islam di bawah pemerintah Paku Buwono (PB) II. 

Kerbau albino ini memiliki status istimewa dan sejarah panjang yang mengakar kuat dalam tradisi Jawa, bahkan sejak era kerajaan kuno. Kerabat Keraton Solo, KRMT Pustokoningrat Restu Budi Setiawan, menjelaskan secara filosofi kebo bule merupakan pusaka hidup yang melambangkan kekuatan dan ketangguhan.

Meski begitu, perlambangan kebo ini tidak hanya terjadi pada era Mataram Islam, jauh sebelumnya sudah ada. Bahkan pada era kerajaan Majapahit. “Kebo itu adalah kekuatan. Buktinya bangsawan Jawa di masa Majapahit dulu namanya pakai 'kebo'. Pusaka-pusaka sakti itu ya namanya pakai 'kebo'," ujar pria yang akrab disapa Restu itu kepada Espos, Kamis (26/6/2025).

Awal mula keberadaan kebo bule di Keraton Solo, menurut Restu, yakni ketika PB II mengungsi di Ponorogo sekitar 1742 karena situasi politik yang kurang kondusif di kerajaan saat itu. Saat itu Keraton Mataram masih berlokasi di Kartasura dan ada pemberontakan dari Raden Mas Garendi atau Amangkurat V.

Setelah situasi mereda, PB II kembali ke ibu kota Mataram di Kartasura. Lalu Bupati Ponorogo memberikan pisungsung atau persembahan tanda hormat kepada PB II berupa kerbau albino. “Sejarahnya, kebo ini dulu didapatkan Susuhunan Paku Buwono II ketika beliau pulang dari pengungsiannya di Ponorogo. Itu adalah suatu bentuk pisungsung dari Bupati Ponorogo,” jelasnya.

Sejak saat itu, kebo bule tersebut menjadi binatang peliharaan kesayangan raja atau peliharaan dalem dan keturunannya dilestarikan secara turun-temurun hingga saat ini. Terkait kerbau yang dianggap sakral, Restu mengatakan statusnya sebagai hewan milik raja membuat kebo bule diperlakukan secara istimewa dan dianggap bukan binatang sembarangan.

Lebih jauh, Restu menjelaskan penghormatan terhadap kerbau bukanlah hal baru di tanah Jawa. Jauh sebelum Keraton Solo berdiri, kerbau sudah dianggap sebagai hewan yang memiliki keluhuran dan kekhususan. Hal ini terbukti dari digunakannya nama "Kebo" oleh para bangsawan di masa kerajaan Kediri, Singosari, hingga Majapahit.

“Misalnya ada Kebo Kanigoro, Kebo Marcuwet, Kebo Danu, dan lain sebagainya. Ini membuktikan kebo ini adalah nama binatang yang juga dianggap memiliki keluhuran,” tuturnya.

Selain pada nama bangsawan, nama "kebo" juga melekat pada pusaka-pusaka sakti, seperti keris dengan dapur atau bentuk Kebo Lajer dan Kebo Teki, serta tombak pusaka bernama Kiai Kebo Mas.

Sentimen: neutral (0%)