Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Karanganyar, Semarang
Waspada! ISPA di Semarang Tembus 150.000 Kasus hingga Pertengahan 2025
Espos.id
Jenis Media: Jateng

Esposin, SEMARANG – Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih menjadi salah satu tantangan kesehatan terbesar di Kota Semarang.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, M. Abdul Hakam, menuturkan bahwa tren kasus ISPA terus menunjukkan peningkatan, terutama sepanjang tahun 2024 hingga pertengahan 2025 ini.
“ISPA masih menjadi penyakit yang dominan di puskesmas-puskesmas kami. Angkanya belum turun karena berbagai faktor, terutama polusi udara dan perilaku hidup masyarakat yang belum ideal,” ujarnya, Kamis (26/6/2025).
Data yang dihimpun Dinkes Kota Semarang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, Kota Semarang mencatat lebih dari 421 ribu kasus ISPA.
Sementara hingga pertengahan 2025, jumlah kasus telah mencapai 154.883, dengan rata-rata mingguan mencapai 5.000 hingga 8.000 kasus.
“Minggu ke-24 kemarin misalnya, kita mencatat lebih dari 8.000 kasus ISPA. Ini menunjukkan bahwa penularan masih sangat tinggi dan perlu penanganan lintas sektor,” terang Hakam.
Faktor Utama: Polusi dan Lingkungan
Peningkatan ISPA tidak bisa dilepaskan dari kondisi lingkungan. Paparan debu dan polusi udara, terutama partikel halus PM2,5 dari kendaraan bermotor dan pembakaran terbuka, disebut sebagai pemicu utama.
“Kita belum bisa sepenuhnya mengendalikan pencemaran udara di kota ini. Udara kotor terus terhirup warga, terutama anak-anak, dan itu membuat mereka rentan terkena ISPA,” imbuhnya.
Wilayah Rawan ISPA
Menurut Hakam, ada beberapa wilayah di Semarang tercatat paling banyak menyumbang kasus ISPA antara lain, Kalisegoro, Polaman, kemudian sebagian besar di wilayah Kecamatan Ngaliyan seperti Randugarut, Karanganyar, Gondoriyo, Wates dan lain-lainnya.
Selain polusi, Hakam juga menyoroti masih rendahnya praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat.
Ia menegaskan bahwa penggunaan masker, kebiasaan mencuci tangan, dan menjaga kebersihan lingkungan harus menjadi bagian dari keseharian masyarakat.
“Kalau masyarakat belum terbiasa pakai masker saat beraktivitas di luar atau belum rajin mencuci tangan, maka penularan penyakit akan terus terjadi. Perubahan perilaku itu harus jadi gerakan bersama,” tandasnya.
Sentimen: neutral (0%)