Sentimen
Undefined (0%)
25 Jun 2025 : 16.37
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

FOMO Rapat Umum Pemegang Saham

25 Jun 2025 : 16.37 Views 21

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

FOMO Rapat Umum Pemegang Saham

Beberapa waktu lalu saya mendapat dua undangan yaitu pelatihan dan undangan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebuah perusahaan terbuka. Dua kegiatan itu kebetulan diadakan di hari dan hotel yang sama di Jakarta. 

Kebetulan nih! Pikir saya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Saya bisa ikut acara pelatihan sekaligus menghadiri acara RUPS tanpa harus berpindah lokasi. Karena itu, sebelum berangkat ke Jakarta, saya sudah mempersiapkan semua persyaratan untuk menghadiri RUPS antara lain fotokopi kartu identitas diri dan konfirmasi tertulis untuk RUPS (KTUR).

Berbekal dua dokumen tersebut, saya cukup percaya diri bisa menghadiri acara RUPS.  Di KTUR tertulis, acara RUPS dimulai pukul 13.00 WIB. Sedangkan acara pelatihan yang saya ikuti dimulai pagi hingga sore hari. Jadi saya pikir saya bisa mengikuti pelatihan tersebut terlebih dahulu dan setelah makan siang saya bisa ikut RUPS.

Di atas kertas, rencana tersebut terlihat sempurna. Hari H tiba, saatnya mengeksekusi rencana. Pagi hingga siang hari, saya mengikuti acara pelatihan yang diadakan di lantai III. Setelah makan siang, saya pun bergegas menuju ke lokasi RUPS di lantai I. 

Saya pikir acara RUPS seperti acara seminar pada umumnya dengan mekanisme: tamu undangan datang, menunjukkan KTUR dan fotokopi kartu identitas diri, lalu mendapat tas berisi laporan keuangan hingga suvenir. Setelah itu masuk ke ruangan dan duduk manis mendengarkan pemaparan tentang kinerja perusahaan.

Ternyata rencana saya tidak berjalan mulus! Saya mendapati tempat registrasi sudah ditutup padahal waktu baru menunjukkan pukul 12.30 WIB. Saya melihat banyak orang sudah duduk-duduk lesehan di depan ruangan RUPS dan mereka sudah menenteng tas berisi dus makan siang, suvenir, hingga buku laporan kinerja perusahaan. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan mereka, saya mendapati cerita mereka antre di depan lokasi sejak pukul 09.00 WIB! Saya yang belum pernah sekali pun menghadiri acara RUPS hanya bisa membatin kok bisa sih acara dimulai pukul 13.00 WIB tapi tamu undangan sudah antre di depan tempat pendaftaran sejak pukul 09.00 WIB!

Bandingkan dengan acara seminar pada umumnya di mana tamu undangan sering datang terlambat.  Saya jadi merasa acara RUPS merupakan event bergengsi, sehingga semua orang rela mengeluarkan upaya lebih agar bisa hadir, tak beda jauh dengan menonton acara konser grup musik idola. Bahkan saya lihat tak sedikit anak muda ikut menenteng tas dan duduk lesehan di depan ruangan. Saya jadi bertanya-tanya mengapa acara RUPS menjadi acara bergengsi sehingga semua tamu undangan rela antri dari pagi? Mereka seolah takut tertinggal acara tersebut.

Bisa jadi hal ini didorong tren fear of missing out (FOMO) atau hanya berburu suvenir RUPS.  Meski ada pula tamu undangan RUPS yang benar-benar serius ingin mengetahui kinerja perusahaan.

Saya tahu saat acara RUPS biasanya para emiten tak hanya membagikan dividen saham, juga jor-joran membagikan tas suvenir bagi para tamu undangan. Isi tas tersebut bukan sekadar makanan ringan dan kotak makan siang, juga suvenir yang bila dirupiahkan harganya cukup mahal, misalnya tumbler hingga smart watch. 

Terlepas apa pun niat pribadi menghadiri RUPS, fenomena acara RUPS dibanjiri peminat ini bisa jadi merupakan pertanda positif bahwa semakin banyak masyarakat berinvestasi saham. Menghadiri acara RUPS juga sangat mudah.  Berbekal kepemilikan satu lot (100 lembar) saham saja, pemegang saham sudah bisa menghadiri acara RUPS.

Divisi Pengembangan Pasar BEI, Yusuf Adi Pradana, dalam edukasi wartawan pasar modal, Rabu (28/5/2025), menjelaskan fenomena peningkatan jumlah investor belakangan disokong animo generasi investor ritel muda Indonesia.  Investor dari kalangan masyarakat generasi muda, seperti generasi Z dan Alfa, menurut dia, memberikan wajah baru bagi pasar modal Indonesia. Berbeda dari generasi sebelumnya, investor muda ini memiliki pendekatan yang tidak hanya rasional, tetapi juga emosional dan sosial—dipengaruhi oleh tren seperti FOMO dan YOLO (you only live once). 

Mengutip data Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) per April 2025, dari 16 juta lebih investor individu di pasar modal, 54 persen di antaranya adalah investor usia 30 tahun atau ke bawah yang masuk golongan generasi Z dan Alfa. Akumulasi aset mereka sekitar Rp40 triliun atau lebih kecil ketimbang investor usia lainnya. Namun, secara jumlah, mereka menyaingi total investor individu usia 31 tahun ke atas.

Peningkatan jumlah investor muda di pasar modal ini tentu menjadi angin segar. Ini membuktikan semakin banyak generasi muda yang semakin tertarik berinvestasi di pasar modal, meski mungkin mereka awalnya hanya ikut-ikutan tren.  

Terlebih berinvestasi di pasar modal sekarang ini lebih mudah dibandingkan di era 2000-an. Misalnya untuk membuka rekening dana nasabah (RDN) sebagai sarana bertransaksi saham, calon investor tidak perlu datang ke perusahaan sekuritas dan melakukan registrasi secara manual seperti di era 2000-an. Sekarang, membuka RDN bisa melalui telepon seluler. Caranya sangat mudah dan ada banyak pilihan aplikasi untuk bertransaksi saham.

Selain itu, modal awal untuk membuka RDN mulai dari Rp100.000. Sedangkan pada era 1990-an calon investor harus memiliki modal awal Rp5 juta untuk terjun ke pasar modal. 

Dengan modal Rp100.000 tersebut, investor pemula juga sudah bisa meminang satu lot saham, tentu saja bukan saham-saham bluechip. Ada banyak pilihan saham dengan harga di bawah Rp1.000/lembar.

Sederet kemudahan ini, tentu saja jadi daya tarik generasi muda untuk terjun ke pasar modal. Kendati demikian, BEI selaku pemegang otoritas pasar modal tetap harus melakukan edukasi terus-menerus kepada para investor muda ini.  Mereka harus paham risiko dan tujuan berinvestasi di pasar modal, bukan sekadar ikut-ikutan tren. 

Dengan demikian, meski awalnya hanya FOMO atau ikut tren YOLO, jika teredukasi dengan baik, mereka bisa menjadi investor ulung. Semakin banyak anak muda melek investasi saham dan literasi keuangan, maka negeri ini memiliki semakin banyak orang seperti Warren Buffet dan Timothy Ronald. Efeknya tentu akan semakin banyak masyarakat Indonesia hidup sejahtera di hari tua berkat investasi di masa muda. Salam investasi.

Sentimen: neutral (0%)