VOC Parenting vs Gentle Parenting, Mana yang Lebih Baik?
Espos.id
Jenis Media: Lifestyle

Esposin, JAKARTA -- Pola asuh lembut (gentle parenting) seringkali dibanding-bandingkan dengan gaya parenting VOC. Jadi, di antara keduanya, gaya parenting mana yang paling cocok untuk anak zaman sekarang?
Istilah 'VOC' dikaitkan nama organisasi bisnis Belanda di masa kolonial, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang dikenal dengan gaya otoriternya. Ini menjadi metafora gaya pengasuhan yang cenderung keras, otoriter, dan menekankan kedisiplinan ketat.
Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga)/Wakil Kepala BKKBN Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka menanggapi tentang pola pengasuhan VOC atau VOC parenting dan gentle parenting yang selama ini seringkali diperdebatkan oleh warganet.
VOC parenting merujuk pada Vereenidge Ooostindische Compagnie, perusahaan dagang yang didirikan oleh Belanda pada masa penjajahan Indonesia untuk menganalogikan pola pengasuhan yang keras, otoriter, dan disiplin. Sementara gentle parenting menekankan pada pola pengasuhan yang lebih menekankan pada empati dan penuh pengertian.
"Yang paling penting untuk orang tua itu kita lihat kebutuhan anaknya apa, tidak sekadar gentle parenting atau VOC, tetapi kita lihat anaknya itu perlu apa, karena kita kan perlu tarik ulur ya, ada saat-saat tertentu di mana mereka (anak) akan membutuhkan gentle parenting, ada saat-saat tertentu mereka juga membutuhkan disiplin yang sangat kuat," kata Isyana di Jakarta, Senin (23/6/2025).
Ia menekankan, pentingnya orang tua tetap menyeimbangkan pola pengasuhan dan terus meningkatkan kapasitas diri agar menemukan cara yang tepat untuk mendidik anak agar menjadi generasi berkualitas di masa depan.
"Bagaimana cara menyeimbangkan keduanya, itu yang kemudian menjadi tugas orang tua untuk terus belajar, dan sekarang ini kan ada begitu banyak cara untuk meng-update ilmu pengasuhan seseorang, kalau kita mau cari di media sosial juga banyak, termasuk dari Kemendukbangga/BKKBN sekarang juga sudah ada modul pengasuhan remaja yang sudah diperbarui lagi," ujar dia seperti dilansir Antara.
Ia menegaskan tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua, tetapi ketika sudah memiliki anak, maka mereka memikul tanggung jawab yang besar untuk terus meningkatkan kapasitas diri dan belajar tentang ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak dan remaja.
Sering kali, orang tua juga harus menghadapi karakter yang berbeda-beda pada anak-anaknya, yang dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar. Untuk mengatasi hal tersebut, orang tua perlu bertanggung jawab untuk memahami karakter masing-masing anak.
"Untuk mengatasi masing-masing perbedaan kepribadian itu, tentu menjadi tanggung jawab orang tua untuk betul-betul mengetahui persis karakter masing-masing anak dan bagaimana cara parenting untuk anak atau remaja itu, agar nantinya bisa berkembang menjadi pribadi yang berkualitas, unggul dan yang paling penting adalah bahagia untuk anaknya sendiri," paparnya.
Menurutnya, untuk mengoptimalkan kemampuan anak agar menjadi generasi unggul di masa depan, orang tua harus bisa terlebih dahulu menerima karakter yang dimiliki sang anak, mengingat tidak ada anak yang sempurna, sebagaimana tidak ada orang tua yang sempurna pula.
"Setiap orang tua pasti ingin anaknya menjadi anak yang unggul dan berprestasi, tetapi masing-masing anak punya karakter yang berbeda-beda, dan orang tua harus bisa menerima itu. Yang paling penting bagi orang tua adalah menyayangi anak dengan berbagai karakternya, pasti setiap anak punya tantangan, tergantung bagaimana kita memaksimalkan keunggulan-keunggulan anak atau remaja, dan bagaimana kita bisa membantu mengatasi kelemahan-kelemahan yang mereka punya," tuturnya.
Sentimen: neutral (0%)