Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: Olimpiade
Kab/Kota: London, Solo
Partai Terkait
Ancaman Bencana Lingkungan di Balik Dorongan Mode Fesyen Berkelanjutan
Espos.id
Jenis Media: Eco

Esposin, SOLO — Tren mode kekinian atau industri fast fashion semakin mempercepat bumi mengalami bencana lingkungan. Industri mode dunia ini tidak hanya menghasilkan emisi karbon dioksida dalam jumlah besar, tetapi juga memproduksi tumpukan limbah tekstil yang semakin sulit dikelola.
Limbah berupa serat tekstil, sisa potongan, dan bagian-bagian yang dipotong itu jumlahnya bisa mencapai lebih dari 92 juta ton per tahun. Industri mode menjadi tren yang berubah dengan cepat. Pakaian sering dibuang setelah dipakai beberapa kali.
Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), industri mode merupakan salah satu sektor yang paling berpolusi di dunia sehingga menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8%.
Hal ini disebabkan karena industri mode mengonsumsi air dalam jumlah besar yakni sekitar 215 triliun liter per tahun atau setara 86 juta kolam renang berukuran Olimpiade. Selain itu, industri mode menggunakan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan ekosistem.
Oleh karena itu, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, mengatakan pemerintah terus mendorong produksi fesyen yang berkelanjutan. Fesyen berkelanjutan ini berada di segmen tertentu, yakni konsumennya sudah memiliki kesadaran akan lingkungan.
Dia menilai pentingnya mengadopsi konsep sustainable fashion atau upcycle fashion untuk mengurangi dampak negatif limbah tekstil.
"Kalau fast fashion industri besar yang memproduksi kapasitas banyak, harganya murah sehingga memang sulit menerapkan keberlanjutan. Melihat sustainability sampai tahap mana sebuah brand dalam melakukan manajemen produksi. Lalu kami juga terus edukasi bagaimana memaksimalkan pola agar bahan yang ada tidak terbuang sia-sia," kata dia dikutip dilansir Bisnis.com, Senin (16/6/2025).
Menurutnya, perlu dilakukan edukasi masif terhadap masyarakat terkait dampak industri fesyen. Hal ini agar masyarakat bijak dalam membeli sebuah fesyen.
Salah satu tantangan utama dalam industri fashion yakni ketersediaan dan pengolahan bahan baku. Meski Indonesia kaya akan material lokal, saat ini teknologi pengolahannya masih tertinggal. Indonesia masih perlu untuk melakukan inovasi teknologi yang terbarukan untuk mengolah bahan yang dimiliki.
"Kita sadar bahwa kekuatan terbesar kita terletak pada proses design karena kita memiliki fashion designer yang sangat luar biasa. Permasalahannya bukan di inkubasi dari creative ideas-nya, tapi lebih kepada bagaimana caranya kita bisa menunjukkan kepada dunia, bahwa we have it," katanya.
Fokus utama Kemenparekraf saat ini yakni mengoptimalkan keunggulan Indonesia di sektor desain dan mendorong fashion yang tidak hanya mengangkat warisan budaya seperti batik dan tenun, tetapi juga produk ready to wear yang bisa dipakai sehari-hari.
"Melihat demografi Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar, maka kita merencanakan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat muslim fashion di kawasan Asia. Yang menjadi tantangannya kita bersama adalah bagaimana kita mendorong ini tidak hanya untuk level nasional, tapi juga untuk level internasional," ucapnya.
Kementerian Ekonomi Kreatif mendukung kemajuan distribusi dan pemasaran produk fesyen lokal menuju pasar global.
Sebagai bentuk komitmen, Kementerian Ekonomi Kreatif bersama Kementerian Perdagangan telah meluncurkan berbagai program strategis, seperti fasilitasi ekspor bagi jenama yang siap dipasarkan secara global dan bekerja sama dengan pengelola pusat perbelanjaan untuk memperluas jaringan distribusi jenama lokal di dalam negeri.
"Kami juga memperkenalkan kepada pembeli-pembeli yang ada di luar. Sedangkan untuk teman-teman yang masih skala nasional, Kementerian Ekonomi Kreatif sudah mulai bekerja sama dengan pemilik mal atau pelaku usaha distribusi agar titik distribusinya diperbanyak lagi," kata dia.
Menurutnya, kolaborasi dengan pemangku kepentingan sangat penting dilakukan agar Kementerian Ekonomi Kreatif dapat belajar langsung dari para pelaku industri.
"Kami akan segera mengumpulkan stakeholder lain di industri fesyen untuk menyepakati arah bersama ke depan terkait standarisasi ukuran produk, ketersediaan bahan baku. Tetapi secara garis besar, distribusi dan pemasaran adalah dua hal utama yang jadi fokus kami ke depan," terang Irene.
Pendiri Lakon Indonesia Pengawas JF3 Thresia Mareta menuturkan dalam memproduksi pakaian, pihaknya telah menerapkan prinsip keberlanjutan. Hal ini terlihat dari pakaian koleksi pertama yang dikeluarkan pada 7 tahun lalu masih awet dan bagus.
"Bisa pakai lama atau enggak. Tapi dari sisi customer saya yakin kalau barang itu kualitasnya bagus, cutting-nya bagus, cutting-nya benar, finishing-nya benar, itu akan disimpen gitu. Barang itu jadi barang berharga, terutama apalagi kalau batik," ujarnya.
Pihaknya melakukan riset terlebih dahulu sebelum memproduksi pakaian agar mengurangi potongan dalam proses produksi. Hal ini sebagai tanggung jawab untuk mengurangi limbah tekstil.
"Terkait sustainability, kembali lagi, harus bertanggung jawab setiap langkahnya. Baik konsumen maupun produsen. Tren memang dinamis, namun tren itu tergantung dari styling itu sendiri," kata dia.
Dia menilai para pelaku industri fesyen ingin karya mereka dilihat dan bersaing di pasar global.
"Kami juga berharap adanya konektivitas antarkementerian, akses melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, serta langkah-langkah detail dari pelaku dan pemerintah agar ketika kita tampil di luar negeri, kita bisa membawa pulang hasil, bukan sekadar hanya eksis," ucap Thresia.
Emisi Karbon
Salah satu industri fesyen yang menyumbang emisi karbon yakni perusahaan fesyen Shein.
Dilansir Bisnis.com, emisi karbon dari aktivitas pengiriman dan transportasi produk milik perusahaan ritel fesyen Shein dilaporkan naik hingga 13,7% pada 2024. Persentase kenaikan ini lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang mencapai 18%.
Mengacu laporan keberlanjutan yang dirilis perusahaan, pengiriman jalur udara merupakan opsi logistik utama yang dipakai Shein untuk mendistribusikan pasokan baju murah dari China ke 150 pasarnya di seluruh dunia.
Cara ini menghasilkan emisi karbon yang lebih tinggi daripada model rantai pasok tradisional melalui pengapalan kontainer. Emisi dari aktivitas pengiriman produk dari dan ke fasilitas Shein serta ke konsumen mencapai 8,52 juta ton setara karbon dioksida pada 2024, naik daripada posisi 2023 sebesar 7,49 juta ton.
Emisi karbon Shein tercatat tiga kali lebih tinggi daripada yang dihasilkan oleh perusahaan pemilik merek Zara, Inditex. Pada 2024, Inditex melaporkan bahwa total emisi dari aktivitas transportasi mencapai 2,61 juta ton setara karbon, naik 10% dibandingkan dengan 2023.
Shein menyatakan, mereka berencana memproduksi, mengemas, dan mengirimkan produk melalui titik distribusi yang lebih dekat ke konsumen untuk mengurangi emisi, sekaligus untuk memangkas waktu pengiriman dan biaya pengapalan.
Laporan perusahaan mengungkap bahwa volume pengapalan produk meningkat pada 2024.
“Kami punya lokasi yang lebih melokal seperti Brasil dan Turki, sehingga rencana tersebut tengah berproses. Namun kamu masih jauh dari target, banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi,” kata pemimpin eksekutif Shein Donald Tang dalam konferensi Viva Technology di Prancis pada Jumat (13/6/2025), dikutip dari Reuters.
Seiring dengan rilisnya laporan ini, Senat Prancis baru-baru ini telah memberi lampu hijau untuk revisi undang-undang tentang ritel fesyen (fast fashion). Jika resmi diimplementasikan, regulasi baru tersebut akan melarang segala bentuk iklan dari Shein dan rivalnya, Temu, karena pertimbangan jejak karbon.
Shein sendiri berargumen bahwa model bisnis yang mereka terapkan memungkinkan volume produksi yang sesuai dengan permintaan. Pendekatan ini memungkinkan Shein menghindari masalah inventori produk dan meminimalisir limbah pakaian sebagaimana dialami peritel tekstil umumnya.
Shein merupakan perusahaan yang didirikan di China dan berkantor pusat di Singapura. Perusahaan ini memperoleh sebagian besar produknya dari 7.000 pemasok di China, serta jaringan yang mulai berkembang di Brasil dan Turki.
Shein dikabarkan berencana go public dan akan melakukan penawaran perdana saham di bursa saham Hong Kong, setelah gagal memperoleh izin otoritas China untuk melantai di bursa saham London.
Selain rencana IPO, Shein juga membidik penurunan emisi tidak langsung cakupan 3 sebesar 25% pada 2030, dibandingkan dengan level 2023.
Sentimen: neutral (0%)