Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Gunungkidul, Taman Sari, Yogyakarta
Investasi Akomodasi Dorong Pariwisata Yogyakarta di Tengah Tantangan Overtourism
Liputan6.com
Jenis Media: Regional
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5206270/original/021053300_1746161308-DSC07382.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
Liputan6.com, Yogyakarta - Geliat sektor pariwisata di Yogyakarta yang semula menjadi motor penggerak ekonomi kini menghadapi sejumlah tantangan krusial. Ledakan jumlah wisatawan, ketimpangan infrastruktur, hingga komersialisasi budaya dinilai semakin mempersulit tata kelola pariwisata berkelanjutan di wilayah ini. Pengamat wisata sekaligus cucu dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII, RM Kukuh Hertriyasning, menyebut bahwa Yogyakarta saat ini tengah berada di ambang krisis pariwisata jika tidak segera dilakukan pembenahan. "Yogyakarta tidak kekurangan wisatawan. Justru yang kini dibutuhkan adalah pengaturan, pembatasan, dan keberpihakan pada pelestarian lingkungan serta budaya lokal," ujar Ndoro Aning akrab panggilannya.
Ia menyoroti fenomena overtourism yang menyebabkan kawasan seperti Malioboro, Taman Sari, hingga pantai-pantai di Gunungkidul mengalami kepadatan ekstrem, penurunan kenyamanan, serta peningkatan volume sampah. Di sisi lain, kerusakan lingkungan akibat pembangunan tanpa kajian mendalam pun mulai terlihat di sejumlah titik.
Tak hanya itu, minimnya fasilitas akomodasi yang seimbang dengan lonjakan kunjungan wisatawan turut memicu persoalan baru. Kukuh menilai kurangnya investasi pada sektor akomodasi alternatif membuat wisatawan kesulitan mendapatkan penginapan, terutama saat musim liburan.
Fenomena tersebut diakui pula oleh pelaku industri properti. M. Syarief Hidayat, Board of Director Royal D’Paragon Land, menyebut bahwa keterbatasan lahan dan belum optimalnya infrastruktur mendesak pelaku usaha untuk menghadirkan solusi baru. "Ketika peak season, banyak wisatawan kesulitan mendapatkan tempat menginap. Maka dari itu, pengembangan akomodasi berbasis investasi menjadi salah satu opsi yang bisa mendukung pariwisata," ujarnya.
Royal D’Paragon Land mengembangkan model indekos eksklusif dan villa berbasis co-ownership untuk menjawab kebutuhan tersebut. Menurut Syarief, dua proyek yang baru dirilis pada Mei ini D’Kraton dan D’Catra menawarkan model kepemilikan bersama yang dinilai menarik oleh investor. Konsep ini juga dinilai dapat berkontribusi terhadap pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak dan transaksi properti. Royal D’Paragon Land tercatat sebagai salah satu pengembang yang rutin membayar pajak sewa kamar dan pernah menerima penghargaan atas kepatuhannya.
Meski begitu, Ndoro Aning menegaskan bahwa pertumbuhan pariwisata tidak cukup hanya disokong oleh pembangunan fisik. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap pelaku UMKM, penataan ruang yang adil, serta pelestarian budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem wisata. Dengan tantangan dan peluang yang saling berdampingan, masa depan pariwisata Yogyakarta kini sangat bergantung pada keberanian semua pihak baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat untuk menata ulang arah pembangunan dengan lebih bijak dan berkelanjutan. “Pariwisata harus memberi kehidupan yang adil bagi warga, bukan hanya keuntungan jangka pendek,” pungkas Aning.
Sentimen: positif (66.7%)