Sentimen
Negatif (100%)
8 Mei 2025 : 06.43
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi, Tipikor

Tokoh Terkait

Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

8 Mei 2025 : 06.43 Views 23

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya? Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Bos buzzer dicokok aparat Kejagung karena dianggap merintangi proses hukum sejumlah kasus. Berikut adalah sejumlah hal yang diketahui sejauh ini. Rangkuman informasi berikut ini Kompas.com himpun berdasarkan keterangan dari Kejagung hingga Kamis (8/5/2025) dini hari. Satu orang bos pendengung media sosial atau “buzzer” yang ditangkap penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) itu bernama M Adhiya Muzakki (MAM). M Adhiya Muzakki alias MAM ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dugaan perintangan proses penyidikan. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa MAM diduga terlibat perintangan penyidikan pada tiga kasus sebagai berikut:
1. Perkara dugaan korupsi di PT Timah
2. Dugaan korupsi impor gula
3. Dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO). “Menetapkan satu tersangka, inisial MAM selaku ketua Tim Cyber Army,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (7/52025) tadi malam. M Adhiya Muzakki alias MAM diduga melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) serta Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bahtiar (TB). MS, JS dan TB telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan ini. Qohar bilang, para tersangka bekerja sama untuk membentuk narasi jahat terhadap Kejaksaan Agung yang tengah menangani sejumlah kasus korupsi. MAM berperan membuat sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online. Dalam kasus ini, MAM juga membuat tim siber yang berfungsi untuk menggerakkan buzzer. “Tersangka MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim cyber army untuk menjadi lima tim yang (anggotanya) berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” kata Qohar.   Bos buzzer Adhiya Muzakki disebut merekrut 150 buzzer yang dibagi ke dalam lima tim.
Masing-masing tim dinamai, Mustafa 1, Mustafa 2, Mustafa 3, Mustafa 4, dan Mustafa 5. Para buzzer tersebut diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar. Qohar menjelaskan, Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus. Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp 1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”. “(Adhiya) Merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif,” kata Qohar.   Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Usai ditetapkan sebagai tersangka, MAM langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan. Penetapan M Adhiya Muzakki alias MAM sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar. Ketiganya telah lebih dulu menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Diketahui, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri. Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota. Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini. Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar. Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging. Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (100%)