Sentimen
Kaum Muda Rentan Terkena Kanker Kolorektal, Tanda dan Gejala Ini Sering Diabaikan - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Kesehatan

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Generasi muda kini rentan terserang kanker kolorektal atau yang meliputi kanker usus besar dan rectum.
Selama ini kanker kolorektal lebih banyak menyerang usia lanjut atau lansia.
Namun Data International Agency for Research on Cancer (IARC menunjukkan kasus kanker kolorektal di Indonesia meningkat pada usia muda.
Tahun 2022, dari sekitar 25.000 kasus kanker kolorektal di Indonesia, sekitar 1.400 pasien berusia di bawah 40 tahun, termasuk 446 kasus pada rentang usia 20 hingga 29 tahun.
Selain faktor genetik, pola makan tinggi lemak dan rendah serat, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi makanan ultra-proses dan olahan, kebiasaan merokok, serta konsumsi alkohol menjadi kombinasi yang diyakini mempercepat proses peradangan dalam saluran cerna, yang dalam jangka panjang dapat memicu pertumbuhan sel abnormal.
"Kanker kolorektal tidak lagi bisa dianggap sebagai penyakit orang tua. Generasi muda kini juga rentan, dan ini harus menjadi perhatian kita bersama," ujar Konsultan Senior dalam bidang Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre Singapura Dr. Zee Ying Kiat yang ditulis di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Tanda dan Gejala
Ada beberapa gejala yang bisa menjadi gejala awal.
Dr. Zee menyebut gejalanya bisa berupa perubahan pola buang air besar baik konstipasi maupun diare yang berkepanjangan.
Terdapat darah dalam feses, rasa nyeri yang membuat perut terasa tidak nyaman, atau penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
“Gejala-gejala tersebut memang tidak otomatis berarti kanker tapi jika terus berulang maka jangan abaikan segera lakukan pemeriksaan ke dokter,” tuturnya.
Kolonoskopi menjadi gold standard untuk deteksi dini kanker kolorektal.
Di Amerika Serikat, usia skrining kini diturunkan dari 50 menjadi 45 tahun, merespons tren usia muda yang terdiagnosis.
Penanganan Kanker Kolorektal
Penangannya tidak bisa hanya bergantung pada satu spesialis tetapi multidisiplin.
Dokter bedah, onkolog, ahli patologi, radiolog, hingga ahli gizi dan konselor harus bekerja bersama merancang strategi untuk setiap pasien.
Operasi tetap menjadi langkah utama, namun karena sel kanker bisa tersebar dalam ukuran mikroskopik, pasien sering kali tetap membutuhkan kemoterapi setelah operasi.
Bisa juga dilanjutkan dengan radioterapi, atau terapi target tergantung pada stadium penyakit dan karakteristik tumor.
Dalam dekade terakhir, kemajuan dalam teknologi seperti genomic profiling bisa menyesuaikan pengobatan lebih spesifik.
Harapan Hidup Penderita
Ia menuturkan, tingkat keberhasilan pengobatan dan harapan hidup pasien sangat bergantung pada stadium saat kanker terdeteksi.
Semakin dini terdeteksi maka angka harapan hidup semakin tinggi.
Bila ditemukan pada stadium I, angka harapan hidup lima tahun bisa mencapai lebih dari 90 persen.
Namun, pada stadium IV, atau saat kanker telah menyebar ke organ lain, angka harapan hidup anjlok menjadi hanya sekitar 10–15 persen.
Berkat pengobatan yang lebih terpersonalisasi, kini angka harapan hidup bisa meningkat hingga sekitar 30 persen pada sebagian pasien.
“Banyak pasien dan keluarga mengira kanker stadium lanjut adalah vonis mati. Padahal, dengan penanganan yang tepat dan multidisipliner, peluang kesembuhan tetap ada, bahkan di stadium lanjut,” jelas seorang dokter spesialis ini.
Deteksi dini menjadi kunci utama dalam menekan angka kematian akibat kanker kolorektal.
Meskipun rekomendasi skrining rutin biasanya dimulai pada usia 50 tahun, individu muda dengan faktor risiko tinggi sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih awal.
Tes seperti Faecal Immunochemical Test (FIT) dan kolonoskopi efektif dalam mendeteksi kanker atau polip sebelum berkembang menjadi lebih serius.
Di tengah meningkatnya ancaman kanker kolorektal pada generasi muda, menjaga gaya hidup sehat dan kesadaran untuk melakukan skrining dini menjadi langkah penting yang tidak boleh diabaikan.
Sentimen: negatif (99.8%)