Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Grup Musik: Boomerang
Tokoh Terkait

Bima Arya
Wacana "E-Voting" untuk Pemilu di Indonesia: Antara Digitalisasi dan Infrastruktur yang Tak Merata
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2024/11/11/673221d07f5fa.png?w=400&resize=400,225&ssl=1)
Wacana "E-Voting" untuk Pemilu di Indonesia: Antara Digitalisasi dan Infrastruktur yang Tak Merata Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana e-voting untuk pemilihan umum presiden, legislatif, hingga kepala daerah dimunculkan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR-RI, Senin (5/5/2025). Dia mengatakan, sistem e-voting sudah teruji di 1.910 pemilihan kepala desa yang diterapkan di 16 provinsi sejak 2013-2023. "Jadi, e-voting ini memungkinkan, sudah berjalan dengan lancar tidak bermasalah. Nah, karena itu, begitu landasan aturannya sudah jelas, panduannya sudah ada, kita dorong Pilkades ini secara digital," ujar Bima. Kelancaran proses e-vote ini menjadi dasar agar pemilihan umum bisa dilakukan dengan mekanisme yang sama. "Ini bisa jadi dasar bagi kita untuk melangkah ke babak baru, Pilkada, atau Pileg, atau Pilpres secara digital," ucap dia. Namun, di tengah wacana tersebut, e-voting memiliki sejumlah tantangan, baik dari sisi fasilitas, infrastruktur , hingga prakondisi kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang baru ini. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Afifuddin merespons wacana pemerintah terkait sistem e-voting. Dia mengatakan, perlu ada persiapan khusus lagi agar sistem e-voting bisa diterapkan di Indonesia. Namun, sebagai pelaksana undang-undang, KPU akan berusaha maksimal jika hal tersebut merupakan mandat dari konstitusi. "Kalau KPU ini kan melaksanakan aturan saja, kalau pun itu dilakukan harus ada persiapan dan lain-lain. Kita ikutin nanti bagaimana UU mengatur," ujar Afifuddin, saat ditemui di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (6/5/2025). Meski sudah menjadi wacana, KPU saat ini belum pernah melakukan simulasi terkait e-voting tersebut. "Belum kalau di KPU, mungkin di Pilkades saja," ujar dia. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan, yang terpenting dalam wacana penerapan e-voting adalah adanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu . Hal ini dinilai harus menjadi dasar, apakah e-voting bisa diterapkan segera, atau harus membangun kepercayaan terlebih dahulu. Walakin, berkaca dengan sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) yang dikeluarkan KPU pada pemilu 2024, masyarakat akan sulit untuk percaya dengan satu kali penerapan saja. "Sirekap saja dipersoalkan, nanti ramai demo berjilid-jilid," ujar dia. Selain itu, infrastruktur juga menjadi sorotan Bawaslu karena dinilai masih banyak daerah yang belum mendapatkan akses dasar listrik. Oleh sebab itu, dia menginginkan agar pemerintah bisa memenuhi kebutuhan infrastruktur terlebih dahulu sebelum menerapkan rencana e-voting. "Jangan dulu (rencana e-voting), kita bicara tentang infrastrukturnya dulu," tutur dia. Hal senada diungkap oleh Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati. Dia mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah terkait infrastruktur jika sistem e-voting ini akan diterapkan dalam pemilihan presiden, legislatif, hingga kepala daerah. Selain itu, harus ada kesepakatan politik para peserta pemilu untuk menggunakan sistem tersebut. "Tantangan yang cukup berat adalah kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur digital yang belum merata, dan kesepakatan politik dari semua peserta pemilu," kata Neni. "Saat ini, teknologi digital seperti Sirekap yang sudah digunakan, namun belum bisa menggantikan rekapitulasi manual sepenuhnya. Termasuk juga bagaimana kesiapan anggaran," tambah dia. Namun, Neni menilai konsep e-voting harus tetap dikembangkan, karena bisa menjadi solusi transparansi penyelenggaraan pemilu. Meski begitu, Neni kembali menekankan, jika e-voting tidak disiapkan dengan matang, sistem ini akan berbalik menjadi boomerang yang menyerang kredibilitas penyelenggaraan pemilu. "Evaluasi Pemilu 2024 pada penggunaan Sirekap saya kira ini menjadi pengalaman berharga bagaimana potensi karut-marut Sirekap yang tadinya hanya menjadi alat bantu tetapi menjadi polemik karena ketidaksiapan sistem yang kuat di penyelenggara pemilu," ujar dia. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (97.7%)