Sentimen
BPOM Perbarui Standar CPOB, Industri Farmasi Wajib Sesuaikan Produksi Obat Steril Maksimal 12 Bulan - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Kesehatan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi memperbarui regulasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui Peraturaan BPOM Nomor 7 Tahun 2025 Standar Cara Pembuatan Obat yang Baik. Langkah ini menandai penyesuaian penting terhadap perkembangan teknologi dan standar internasional, terutama dalam produksi obat steril dan radiofarmaka.
Peraturan baru ini mengubah sebagian ketentuan dari PerBPOM Nomor 7 Tahun 2024 dan mulai berlaku sejak ditetapkan pada 4 Maret 2025 oleh Kepala BPOM, Prof. Taruna Ikrar, serta diundangkan oleh Kementerian Hukum pada 20 Maret 2025.
“Perubahan regulasi ini merupakan langkah strategis BPOM untuk memastikan bahwa standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di Indonesia terus selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan standar internasional,” ujar Taruna Ikrar dalam pernyataannya, Minggu (4/5/2025).
Revisi ini turut mempertimbangkan harmonisasi dengan standar global, seperti Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S GMP Guide) dan pedoman WHO terkait obat-obatan, khususnya produk steril.
Revisi regulasi ini disusun guna menyesuaikan dengan dinamika dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi.
Selain itu, regulasi ini telah mempertimbangkan harmonisasi dengan standar/pedoman internasional di bidang pembuatan obat khususnya produk steril.
Seperti Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme Guide to Good Manufacturing Practice for Medicinal Products (PIC/S GMP Guide) dan WHO Guidelines.
CPOB merupakan standar yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Standar ini berlaku terhadap pembuatan bahan obat dan produk obat yang digunakan manusia.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa masyarakat menerima obat yang bermutu tinggi.
“Tanpa standar CPOB, produk obat yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan, atau memelihara kesehatan," imbuhnya.
Maka, obat tidak hanya harus memenuhi rangkaian persyaratan pengujian, namun harus dikontrol dan dibentuk mutu.
"Mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, serta personel yang terlibat,” lanjut Taruna Ikrar.
Taruna menjelaskan bahwa dalam peningkatan regulasi untuk produk steril yang mencakup juga produk radiofarmaka dan obat berbasis biologi, penyempurnaan prosedur sterilisasi, kontrol kontaminasi, dan pengolahan aseptik.
Lembaga yang melakukan pembuatan obat, atau melakukan pembuatan sediaan radiofarmaka dalam melakukan kegiatan pembuatan produk steril, wajib menyesuaikan ketentuan dalam Per BPOM paling lambat dalam waktu 12 bulan.
Jika sarana tersebut menerapkan proses liofilisasi (pengeringan beku) dengan sistem loading atau unloading yang dilakukan tanpa melalui teknologi barrier, otomatis aau dilindungi oleh sistem barier tertutup, maka wajib menyesuaikan maksimal atau paling lambat dalam waktu 24 bulan.
“Dengan menerapkan prinsip manajemen risiko mutu di seluruh tahapan produksi obat serta peningkatan kontrol terhadap produk steril, Kami berharap industri farmasi nasional dapat semakin kompetitif dan mampu menghasilkan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu bagi masyarakat," tutupnya.
Sentimen: positif (88.9%)