Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: MUI
Kab/Kota: Tasikmalaya
Kasus: HAM
Tokoh Terkait

Ahmad Fahrur Rozi

Atnike Nova Sigiro
Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2025/05/02/681448484c7aa.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menjadikan program Keluarga Berencana (KB), khususnya vasektomi sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos) menuai polemik dan mendapat penolakan dari berbagai pihak. Untuk diketahui, ide tersebut diungkapkan Dedi dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk “Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah” di Pusdai Jawa Barat, Senin (28/4/2025). Dalam rapat itu, Dedi mewacanakan kepesertaan KB, khususnya KB pria, menjadi prasyarat masyarakat prasejahtera menerima berbagai program bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mulai dari beasiswa pendidikan hingga bansos non-tunai. "Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga," kata Dedi Mulyadi di hadapan para pejabat kementerian dan kepala daerah. Dedi menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk distribusi bansos yang lebih merata dan adil. Ia menilai selama ini bantuan banyak tertumpu pada keluarga miskin yang memiliki anak dalam jumlah besar. "Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak. Saya pernah menemukan satu keluarga punya 22 anak, punya 16 anak," ucapnya. Dalam penjelasannya, Dedi juga menyebut fenomena keluarga kurang mampu yang justru memilih melahirkan dengan operasi sesar sebagai bentuk pengeluaran tidak efisien. “Uang segitu bisa untuk bangun rumah kan. Makanya berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup, menafkahi dengan baik,” ujarnya. Dia menekankan bahwa KB pria dipilih karena metode kontrasepsi pada perempuan dinilai kerap bermasalah dan rentan tidak konsisten dilakukan. “Kenapa harus laki-laki? Karena misalnya nanti perempuannya banyak problem. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya,” kata Dedi. Di samping itu, Dedi menekankan bahwa program vasektomi adalah bentuk tanggung jawab pria terhadap keluarga. Ia berharap, suami atau ayah di keluarga prasejahtera bisa menjadi peserta KB. “Saya harapkan yang laki-lakinya, saya harapkan suaminya atau ayahnya yang ber-KB sebagai bentuk tanda tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya, jangan terus-terusan dibebankan pada perempuan,” jelas Dedi. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan bahwa tidak ada aturan vasektomi sebagai syarat penerima bansos. “Enggak ada, enggak ada. Enggak ada syarat itu,” tegas Muhaimin di Kompleks Parlemen, Sabtu (3/5/2025). Menurutnya, pemerintah telah memiliki regulasi penyalur bansos, termasuk di dalamnya kriteria masyarakat yang berhak menerima. Cak Imin mencontohkan ibu hamil, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas yang masuk kategori penerima bansos pemerintah. Oleh karena itu, Cak Imin menegaskan bahwa aturan dan kriteria terkait bansos tidak boleh diubah atau ditambah secara sepihak. “Aturan enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” katanya. Senada dengan Cak Imin, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul juga menyatakan bahwa wacana tersebut perlu dipertimbangkan secara matang, termasuk dari sisi agama dan hak asasi manusia (HAM). “Kalau maksa, ya enggak boleh. Itu hanya imbauan sifatnya. Saya lihatnya baru sebatas gagasan saja,” kata Gus Ipul kepada Kompas.com, Sabtu (3/5/2025). Gus Ipul menegaskan, bansos diberikan sebagai bentuk perlindungan terhadap kelompok rentan dan tidak bisa dikaitkan dengan syarat yang menyentuh wilayah hak tubuh seseorang. “Program KB itu sendiri kan sudah lama berjalan, dan itu pun hanya berupa imbauan. Tidak ada unsur paksaan,” katanya. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro turut mengkritik usulan tersebut. Menurutnya, menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos berpotensi melanggar hak privasi warga negara. “Vasektomi apa yang dilakukan terhadap tubuh itu bagian dari hak asasi. Jadi sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lain,” ujar Atnike di Jakarta, Jumat (2/5/2025). Dia menambahkan, pemaksaan tindakan medis seperti vasektomi, bahkan dalam konteks hukum pidana, tidak dibenarkan. Apalagi, jika itu dilakukan terhadap warga miskin demi menerima hak sosial mereka. “Pemaksaan KB saja itu kan pelanggaran HAM,” tegas Atnike. Penolakan terhadap ide Dedi Mulyadi juga datang dari kalangan organisasi keagamaan. Ketua Bidang Keagamaan PBNU, Ahmad Fahrur Rozi menyatakan bahwa pemaksaan vasektomi adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam. “Kami tidak mendukung pemaksaan vasektomi untuk penerima bansos,” kata Gus Fahrur, Sabtu (3/5/2025). Menurutnya, mayoritas ulama mengharamkan metode vasektomi karena dianggap sebagai tindakan pemandulan permanen. “Karena vasektomi itu ulama masih berbeda pendapat dan mayoritas mengharamkan apabila mencegah kelahiran secara total,” ucapnya. Dia menambahkan, pemerintah seharusnya cukup menganjurkan KB tanpa memaksakan jenis kontrasepsi tertentu. “Saya kira ajaran ber-KB sudah cukup, tidak harus dipaksakan vasektomi,” ujarnya. Sementara itu, Ketua MUI Jawa Barat KH Rahmat Syafei menegaskan bahwa vasektomi bertentangan dengan syariat Islam, kecuali dalam kondisi tertentu yang mendesak secara medis. “Pada intinya vasektomi itu haram dan itu sesuai Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012,” kata Rahmat, Jumat (2/5/2025). Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (99.2%)