Sentimen
Positif (100%)
3 Mei 2025 : 00.39
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Bekasi, Bogor, Depok, Karawang, Kelapa Gading, Tangerang

Sangha Mahayana Indonesia Serukan Pengendalian Diri Demi Perdamaian Dunia

3 Mei 2025 : 00.39 Views 23

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: Ekonomi

Sangha Mahayana Indonesia Serukan Pengendalian Diri Demi Perdamaian Dunia

Jakarta: Sangha Mahayana Indonesia menggelar acara peringatan Hari Raya Waisak 2569 B.E./2025 di Balai Samudera Convention Center, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Kamis, 1 Mei 2025. Acara bertema 'Tingkatkan Pengendalian Diri untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia' ini dihadiri oleh 75 Bhiksu dan Bhiksuni serta ratusan umat Buddha dari berbagai daerah. Acara pun berlangsung khidmat. Dalam prosesi utama, yaitu Pemandian Rupang Bayi Siddharta atau Yufo, umat diajak untuk kembali pada kemurnian hati sebagai simbol kelahiran Bodhisattva Siddharta Gautama.  Kemudian, Dharmadesana disampaikan oleh YM. Bhiksu Andhanavira Mahastavira, sementara sambutan utama disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Indonesia, Bhiksu Sakya Sugata. Dalam pesannya, Bhiksu Sakya Sugata menekankan pentingnya pengendalian diri sebagai fondasi perdamaian. "Semua dimulai dari diri sendiri, dari pikiran, ucapan, dan perbuatan," ujarnya. Ia juga menyampaikan duka cita atas wafatnya Paus Fransiskus, yang dikenang sebagai tokoh perdamaian dunia. "Sangha Mahayana Indonesia mendoakan beliau mencapai kebahagiaan tanpa batas," katanya. Ia menjelaskan bahwa dalam ajaran Mahayana, perdamaian bukanlah sekadar wacana global, tetapi berangkat dari latihan pribadi melalui pengendalian batin.  "Dengan batin yang jernih, bagaimana mungkin kita menyakiti makhluk lain?" ucapnya.  Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Indonesia, Bhiksu Sakya Sugata. (Foto: Medcom/Patrick Pinaria)   Prosesi Yufo juga menjadi simbol spiritual yang mendalam. Bhiksu Sakya Sugata menjelaskan bahwa kisah kelahiran Siddharta yang penuh keajaiban mengajarkan umat untuk menghormati kehidupan dan menumbuhkan welas asih. "Air hangat dari langit yang memandikan Bodhisattva adalah lambang kesucian dan kasih universal," tuturnya. Perayaan Waisak kali ini dihadiri umat dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Bandung dan Karawang. Momen pemandian Rupang Bayi Siddharta memberi makna spiritual mendalam. "Seperti kembali ke fitrah, ke hati yang murni seperti bayi," katanya. Adapun pemilihan lokasi acara di Balai Samudera karena mengandung makna simbolik. "Samudera kehidupan penuh duka, maka kita bahas dengan Samudera Dharma, atau Fahai," ujar Bhiksu Sakya Sugata.    Ia juga menyebut bahwa tahun ini perayaan menjadi lebih meriah karena pertama kalinya dilaksanakan bersama Majelis Mahayana Indonesia, didukung oleh Kementerian Agama dan perwakilan DPR RI.   Waisak sebagai momentum memurnikan batin Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI, Supriyadi. (Foto: Medcom/Patrick Pinaria) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI, Supriyadi, turut menyampaikan sambutan mewakili Menteri Agama yang berhalangan hadir. Ia menegaskan bahwa tema Waisak tahun ini sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini. "Dunia yang penuh konflik memerlukan perubahan yang dimulai dari dalam diri," ujarnya. Ia mengingatkan bahwa dalam ajaran Buddha, pengendalian diri merupakan jalan utama untuk mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan.  "Dengan sila, samadhi, dan paññ?, umat Buddha diajak menjadi pribadi damai dan penuh welas asih," tambahnya. Supriyadi mengajak umat menjadikan Waisak sebagai momen refleksi diri. "Mari kita menjadi pelita di tengah kegelapan, jembatan di tengah perpecahan, dan penyejuk di tengah panasnya pertentangan," ucapnya menutup sambutan.

Jakarta: Sangha Mahayana Indonesia menggelar acara peringatan Hari Raya Waisak 2569 B.E./2025 di Balai Samudera Convention Center, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Kamis, 1 Mei 2025. Acara bertema 'Tingkatkan Pengendalian Diri untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia' ini dihadiri oleh 75 Bhiksu dan Bhiksuni serta ratusan umat Buddha dari berbagai daerah.
 
Acara pun berlangsung khidmat. Dalam prosesi utama, yaitu Pemandian Rupang Bayi Siddharta atau Yufo, umat diajak untuk kembali pada kemurnian hati sebagai simbol kelahiran Bodhisattva Siddharta Gautama. 
 
Kemudian, Dharmadesana disampaikan oleh YM. Bhiksu Andhanavira Mahastavira, sementara sambutan utama disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Indonesia, Bhiksu Sakya Sugata.

Dalam pesannya, Bhiksu Sakya Sugata menekankan pentingnya pengendalian diri sebagai fondasi perdamaian. "Semua dimulai dari diri sendiri, dari pikiran, ucapan, dan perbuatan," ujarnya.
 
Ia juga menyampaikan duka cita atas wafatnya Paus Fransiskus, yang dikenang sebagai tokoh perdamaian dunia. "Sangha Mahayana Indonesia mendoakan beliau mencapai kebahagiaan tanpa batas," katanya.
 
Ia menjelaskan bahwa dalam ajaran Mahayana, perdamaian bukanlah sekadar wacana global, tetapi berangkat dari latihan pribadi melalui pengendalian batin. 
 
"Dengan batin yang jernih, bagaimana mungkin kita menyakiti makhluk lain?" ucapnya. 
 

Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Indonesia, Bhiksu Sakya Sugata. (Foto: Medcom/Patrick Pinaria)
 


 
Prosesi Yufo juga menjadi simbol spiritual yang mendalam. Bhiksu Sakya Sugata menjelaskan bahwa kisah kelahiran Siddharta yang penuh keajaiban mengajarkan umat untuk menghormati kehidupan dan menumbuhkan welas asih.
 
"Air hangat dari langit yang memandikan Bodhisattva adalah lambang kesucian dan kasih universal," tuturnya.
 
Perayaan Waisak kali ini dihadiri umat dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Bandung dan Karawang. Momen pemandian Rupang Bayi Siddharta memberi makna spiritual mendalam.
 
"Seperti kembali ke fitrah, ke hati yang murni seperti bayi," katanya.
 
Adapun pemilihan lokasi acara di Balai Samudera karena mengandung makna simbolik. "Samudera kehidupan penuh duka, maka kita bahas dengan Samudera Dharma, atau Fahai," ujar Bhiksu Sakya Sugata. 
 
 
 
Ia juga menyebut bahwa tahun ini perayaan menjadi lebih meriah karena pertama kalinya dilaksanakan bersama Majelis Mahayana Indonesia, didukung oleh Kementerian Agama dan perwakilan DPR RI.
  Waisak sebagai momentum memurnikan batin
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI, Supriyadi. (Foto: Medcom/Patrick Pinaria)
 
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI, Supriyadi, turut menyampaikan sambutan mewakili Menteri Agama yang berhalangan hadir. Ia menegaskan bahwa tema Waisak tahun ini sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini.
 
"Dunia yang penuh konflik memerlukan perubahan yang dimulai dari dalam diri," ujarnya.
 
Ia mengingatkan bahwa dalam ajaran Buddha, pengendalian diri merupakan jalan utama untuk mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan. 
 
"Dengan sila, samadhi, dan paññ?, umat Buddha diajak menjadi pribadi damai dan penuh welas asih," tambahnya.
 
Supriyadi mengajak umat menjadikan Waisak sebagai momen refleksi diri. "Mari kita menjadi pelita di tengah kegelapan, jembatan di tengah perpecahan, dan penyejuk di tengah panasnya pertentangan," ucapnya menutup sambutan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(ROS)

Sentimen: positif (100%)