Sentimen
Positif (50%)
2 Mei 2025 : 06.06
Informasi Tambahan

Institusi: UNPAD

Kab/Kota: Purwakarta

Kasus: HAM

3 Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin 'Heboh': Diancam Hercules hingga Dinilai Berpotensi Langgar HAM - Halaman all

2 Mei 2025 : 06.06 Views 34

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Regional

3 Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin 'Heboh': Diancam Hercules hingga Dinilai Berpotensi Langgar HAM - Halaman all

TRIBUNNEWS.com - Tiga kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai pro-kontra hingga ramai dibicarakan.

Tiga kebijakan itu adalah pembentukan Satgas Pemberantasan Premanisme, berencana menjadikan vasektomi sebagai syarat bagi penerima bantuan sosial (bansos), dan pendidikan militer untuk anak-anak bermasalah.

Sejumlah pihak pun menyoroti kebijakan-kebijakan Dedi tersebut.

Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini tiga kebijakan Dedi yang membuat heboh hingga menjadi sorotan:

1. Pembentukan Satgas Pemberantasan Premanisme

Kebijakan Dedi Mulyadi membentuk Satgas Pemberantasan Premanisme di Jabar, berbuntut ancaman dari Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Hercules Rosario de Marshal.

Hercules menilai kebijakan tersebut menunjukkan Dedi seolah lupa jasa ormas yang mendukungnya maju sebagai Gubernur Jabar.

Karena hal itu, Hercules mengancam akan menggeruduk Gedung Sate bersama puluhan ribu anggota ormas.

"KDM berlebihan (membentuk Satgas). Jadi Gubernur didukung oleh kami (ormas)" kata Hercules dalam tayangan YouTube Unlocked, Rabu (30/4/2025).

"Jika mencari masalah, kami akan datang. Pulouhan ribu personel (ormas) siap ke Gedung Sate," tegasnya.

Hercules menilai, alih-alih membentuk Satgas, Dedi seharusnya mengajak ormas di Jabar untuk mendukung programnya.

"Seharusnya bilang, mari mendukung program-program saya (sebagai) Gubernur, dukung saya," pungkas Hercules.

Menanggapi ancaman Hercules, Dedi memilih untuk tidak berkomentar.

"Saya tidak akan mendengarkan," ucap Dedi.

Diketahui, ancaman itu datang setelah Dedi mengatakan Satgas Pemberantasan Premanisme akan berfokus terhadap premanisme jalanan, pasar, dan industri.

Tujuan dibentuknya Satgas adalah untuk melindungi masyarakat dari aksi premanisme yang mengintimidasi dan merugikan ekonomi.

"Satgas bertujuan melindungi petani, pedagang, guru, pengusaha. Semua harus dilindungi dari premanisme," ujar Dedi pada akhir Maret 2025.

Dedi menjelaskan, sektor industri menjadi salah satu yang paling terdampak aksi premanisme, seperti pungli, baik kepada pengusaha maupun pekerja, serta gangguan operasional dan distribusi barang.

"Kalau ini dibiarkan akan menurunkan daya saing Jabar sebagai pusat investasi nasional dan berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan masyarakat," jelas Dedi.

Dedi Mulyadi meminta Satgas bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku, tidak tebang pilih, namun tetap humanis.

"Pastikan tindakan penegakan hukum berjalan adil, humanis, dan sesuai aturan tanpa tebang pilih," pesannya.

2. Kebijakan Vasektomi Dianggap Tak Beretika

Baru-baru ini, Dedi Mulyadi melontarkan wacana kontrasepsi atau KB vasektomi sebagai syarat penerima bansos pemerintah.

Ia menjelaskan, apabila diterapkan, vasektomi diharapkan bisa menurunkan angka kelahiran dan kemiskinan di Jabar.

Sebab, kata dia, selama ini keluarga tak mampu cenderung memiliki banyak anak.

Dedi juga menjanjikan insentif sebesar Rp500 ribu bagi peserta vasektomi nanti.

"Untuk itu, (vasektomi) ya agar kelahirannya diatur dan angka kemiskinan turun, karena hari ini kan yang cenderung anaknya banyak itu cenderung orang miskin," kata Dedi, Selasa (29/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Yogi Suprayogi, menilai wacana tersebut tak beretika.

Sebab, kata dia, wacana kebijakan vasektomi berisiko melanggar hak asasi manusia (HAM).

Ia juga beranggapan wacana tersebut terkesan memaksa dengan adanya "iming-iming" insentif sebesar Rp500 ribu.

"Tidak ada etika kebijakan, tapi boleh saja itu rasional, namun tidak ada etiknya, apalagi dengan kultur kita di Indonesia."

"Terus yang siap dikasih uang Rp 500 ribu, saya pikir (seolah-olah) ada pemaksaan, itu melanggar hak asasi manusia ya," urai Yogi kepada TribunJabar.id, Rabu.

Lebih lanjut, Yogi menyebut prosedur vasektomi tak bisa sembarangan diterapkan.

Ia berpendapat harus dibuat kontrak lebih dulu untuk menjamin kesehatan dan keselamatan peserta vasektomi.

Karena itu, Yogi pun meminta Dedi untuk mengkaji lebih dulu wacana vasektomi sebelum menerapkannya.

"Prosedur ini kan gak bisa seenaknya saja, karena kalau nanti terjadi kesalahan hanya dapat uang Rp 500 ribu dan gak ada asuransinya."

"Harus ada prosedur kontrak dulu, jadi kebijakannya buat saya tidak beretika, kalau tepat ya tepat saja untuk mengendalikan penduduk," jelasnya.

"Nah jadi saya pikir Kang Dedi harus meninjau ulang lah kebijakan ini, karena dalam kebijakan itu ada etika ya, dan etika itu harus dijaga dan diperhatikan jangan sampai ada masalah," imbuh Yogi.

3. Pendidikan Militer Berpotensi Melanggar HAM

Amnesty International Indonesia menyoroti soal HAM terkait kebijakan pendidikan militer bagi anak-anak bermasalah yang sudah mulai diujicobakan Kamis (1/5/2025) di Purwakarta..

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan kebijakan Dedi itu berpotensi melanggar HAM.

Ia juga menilai penanganan anak-anak bermasalah menggunakan cara militer, adalah tidak tepat.

Sebab, kata Usman, militer sering melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tak sesuai untuk anak-anak.

Menurutnya, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak."

"Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," urai Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu.

"Pengalaman kekerasan atau disiplin keras dapat menyebabkan trauma dan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosi anak."

"Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menekankan perlindungan dan kesejahteraan anak," lanjutnya.

Usman pun meminta Dedi sebagai Gubernur Jabar, agar berpikir lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah.

Ia berpendapat masih banyak alternatif yang lebih mendukung untuk menangani anak-anak bermasalah.

Misalnya, melibatkan kerja sama dengan tenaga profesional, seperti psikolog dan guru, yang berbasis HAM.

"Ada banyak tokoh pemuda di Indonesia termasuk di Jawa Barat yang memiliki kreatifitas tinggi untuk membantu anak-anak," pungkas dia.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Pengamat Unpad Kritisi Dedi Mulyadi Soal Wacana Vasektomi, Kebijakannya Dinilai Tak Beretika

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Endra Kurniawan/Gita Irawan, TribunJabar.id/Seli Andina/Hilman Kamaludin)

Sentimen: positif (50%)