Masalah Ekonomi Keluarga Bisa Pengaruhi Mental Anak, Begini Antisipasinya - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Nasional

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi ekonomi dirasakan sedang tidak baik-baik saja untuk sebagian besar masyarakat.
Tidak mengherankan jika situasi tersebut membuat orang tua merasa khawatir dan was-was.
Namun, orang tua perlu tahu, rasa khawatir terhadap kondisi ekonomi keluarga, bisa memengaruhi kondisi mental anak.
Hal ini diungkapkan oleh seorang peneliti di bidang ketahanan sosial dan psikologis Michael Ungar, Ph.D.
"Selama beberapa tahun, saya telah mempelajari bagaimana kondisi ekonomi memengaruhi kehidupan sehari-hari keluarga. Sebagian besar menjadi lebih buruk—meskipun dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, juga menjadi lebih baik," ungkapnya dilansir dari Psychology Today, Rabu (30/4/2024).
Menurut Michael, ekonomi pasang surut sebetulnya hal biasa yang akan sering dihadapi.
Namun, anak-anak cenderung menganggap orang tua dan pengasuh mereka sering stres dan tidak tersedia secara emosional.
Dalam penelitiannya, banyak rumah tangga kelas menengah, mengalami banyak perubahan. Khususnya dari fasilitas bermain anak.
Seperti apakah keluarga tersebut masih memiliki penghasilan untuk mendaftarkan anak mereka dalam olahraga mahal seperti ski atau berkuda
Atau apakah anak tersebut dapat membeli sepatu kets model terbaru.
"Hal-hal ini mungkin terdengar sepele, tetapi bagi anak yang menikmati hak istimewa ini, kehilangan tersebut dapat meninggalkan noda emosional yang bertahan lama. Sehingga membuat masa depan tampak kurang dapat diprediksi dan masa kini kurang bahagia," imbuhnya.
Oleh karena itu, untuk mencapai ketahanan keluarga, orang tua perlu memikirkan kembali cara mendukung keluarga di berbagai tingkat sistemik. Michael memberikan beberapa ide terkait hal ini.
Pertama, ketika ekonomi sedang lesu, pastikan ada yang mengawasi anak-anak dari orang tua yang paling terdampak oleh PHK.
Itu berarti menyediakan guru, pemimpin agama, dan anggota masyarakat dengan alat yang mereka butuhkan untuk terhubung dengan anak-anak.
Dapat membantu mereka mendapatkan perhatian yang mungkin tidak dapat diberikan oleh orang tua yang tidak fokus.
Kedua, saat perekonomian sedang berkembang pesat, berinvestasilah dalam membangun dukungan sosial dan infrastruktur masyarakat (seperti taman dan fasilitas rekreasi).
Bisa juga dengan menyediakan tempat keluarga untuk berkumpul dengan biaya rendah atau tanpa biaya selama ekonomi sedang lesu.
Ketiga, ketika ekonomi sedang terpuruk, bantu anak-anak menemukan konsistensi yang mereka butuhkan untuk tetap optimis tentang masa depan mereka.
"Jika mereka sedang berolahraga dan keluarga mereka tidak mampu lagi menyekolahkan anak mereka, carilah solusi filantropis untuk membantu anak yang hidupnya akan terganggu," imbuhnya.
Jika memungkinkan, bantu anak-anak tetap berada di lingkungan yang sama. Sehingga bisa bermain teman sebaya yang sama, tidak peduli apa pun yang terjadi dalam ekonomi.
Suasana ini membuat anak-anak cenderung lebih mampu mengatasi tekanan yang dialami keluarga mereka.
"Kemerosotan ekonomi mungkin terasa di luar kendali kita, tetapi dampaknya mengubah cara anak-anak dan orang tua berinteraksi. Mungkin ada lusinan strategi lain. Tapi poinnya, tetap memusatkan perhatian pada kebutuhan anak," pungkasnya.
Sentimen: positif (88.8%)