Sentimen
Negatif (98%)
30 Apr 2025 : 07.50
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

60 Persen Warga Indonesia Miskin

30 Apr 2025 : 07.50 Views 13

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Ekonomi

60 Persen Warga Indonesia Miskin

PIKIRAN RAKYAT - Sebuah laporan terbaru dari Bank Dunia mengungkapkan kenyataan mencengangkan: lebih dari separuh warga Indonesia tergolong miskin jika diukur berdasarkan standar internasional untuk negara berpendapatan menengah-atas.

Laporan bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025 mencatat bahwa 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan versi Bank Dunia, setara dengan sekitar 172 juta jiwa dari total populasi nasional.

Standar Kemiskinan Versi Bank Dunia

Bank Dunia menetapkan ambang batas kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah-atas pada pengeluaran sebesar 6,85 dolar AS per hari per kapita. Jika dikonversikan dengan kurs JISDOR pada 25 April 2025 (Rp16.829 per dolar AS), angka tersebut setara dengan Rp115.278 per hari per orang.

Artinya, siapa pun yang pengeluarannya di bawah angka ini tergolong miskin dalam standar internasional.

Sebagai perbandingan, ambang ini jauh lebih tinggi dari standar nasional yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS), yang hanya menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp595.242 per bulan per kapita, atau sekitar Rp19.841 per hari. Perbedaan metode inilah yang menyebabkan disparitas besar antara data kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS.

Indonesia: Negara Menengah-Atas, tapi Kemiskinan Masih Tinggi

Bank Dunia sendiri telah mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas sejak tahun 2023, setelah pendapatan nasional bruto (GNI) mencapai US$4.580 per kapita. Dalam klasifikasinya, negara berpendapatan menengah-atas memiliki GNI antara 4.466 hingga 13.845 dolar AS (Rp74,8-231,9 juta) per kapita.

Namun, meskipun secara makroekonomi telah naik kelas, kenyataannya sebagian besar penduduk Indonesia masih belum memiliki daya beli yang sebanding. Dari total populasi sebesar 285,1 juta jiwa (berdasarkan Susenas BPS 2024), lebih dari 60 persen belum mampu memenuhi standar pengeluaran harian minimum versi Bank Dunia.

Proyeksi Kemiskinan Indonesia

Bank Dunia memproyeksikan tren penurunan angka kemiskinan dalam beberapa tahun mendatang:

2025: 58,7% 2026: 57,2% 2027: 55,5%

Meski mengalami penurunan bertahap, angka ini tetap menunjukkan bahwa separuh lebih rakyat Indonesia masih hidup dalam kondisi ekonomi yang rentan.

Bandingkan dengan Negara Asia Tenggara Lain

Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, posisi Indonesia berada di peringkat kedua tertinggi dalam hal proporsi penduduk miskin berdasarkan standar menengah-atas Bank Dunia:

Laos: 68,5% Indonesia: 60,3% Filipina: 50,6% Vietnam: 18,2% Thailand: 7,1% Malaysia: 1,3%

Angka ini menggambarkan bahwa ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia masih cukup dalam, bahkan di tengah pertumbuhan ekonomi dan peningkatan status pendapatan negara.

Data Kemiskinan Versi BPS: Kontras Besar

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2024 adalah 24,06 juta orang atau 8,57% dari populasi. Bahkan, BPS menyebut angka ini sebagai yang terendah sepanjang sejarah, sejak penghitungan kemiskinan dimulai pada 1960.

Menurut Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, garis kemiskinan nasional yang digunakan BPS pada periode tersebut adalah Rp595.242 per kapita per bulan, naik 2,21% dibanding Maret 2024. Dengan standar ini, hanya sebagian kecil penduduk yang dikategorikan miskin.

"Kemiskinan September 2024 sebesar 8,57%, ini menjadi capaian terendah di Indonesia sejak pertama kali angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960," ucap dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Rabu 15 Januari 2025.

Kenapa Perbedaan Angka Begitu Jauh?

Perbedaan data ini bukan semata kesalahan teknis, melainkan karena perbedaan metodologi dan standar kemiskinan. Bank Dunia menggunakan standar yang lebih tinggi karena mencerminkan kebutuhan dasar hidup di negara yang masuk kategori menengah-atas.

Sementara BPS menggunakan pendekatan kebutuhan minimum nasional, yang lebih rendah dan disesuaikan dengan harga serta pola konsumsi lokal.

Dengan kata lain, seseorang yang tidak dianggap miskin oleh BPS bisa jadi tergolong miskin jika menggunakan standar global Bank Dunia.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Sentimen: negatif (98.8%)