Israel Hancurkan Rafah, Gaza Dikepung Kelaparan: Warga Khawatir Digiring ke Kamp Tertutup - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Tentara Israel meratakan sisa-sisa Kota Rafah di tepi selatan Jalur Gaza. Hal ini memicu kekhawatiran warga akan digiring ke kamp raksasa di tanah tandus.
Blokade total Israel diberlakukan sejak gagalnya gencatan senjata enam minggu lalu, dikutip dari Reuters.
Tindakan ini telah memutus akses pangan dan obat-obatan untuk 2,3 juta penduduk Gaza selama hampir dua bulan.
Sejak pertengahan Maret 2025, Israel kembali melancarkan operasi darat dan merebut sebagian besar wilayah di Jalur Gaza.
Operasi ini juga memaksa evakuasi warga dari apa yang disebut sebagai "zona penyangga", termasuk seluruh wilayah Rafah yang mencakup sekitar 20 persen Jalur Gaza.
Menurut penyiar publik Israel, Kan, militer Israel tengah membangun "zona kemanusiaan" baru di Rafah.
Warga sipil akan dipindahkan ke zona tersebut setelah menjalani pemeriksaan keamanan untuk mencegah penyusupan pejuang Hamas.
Distribusi bantuan di zona tersebut kabarnya akan dilakukan oleh perusahaan swasta.
Hingga kini, militer Israel belum memberikan komentar atas laporan tersebut.
Anak-anak Sulit Tidur
Warga di Gaza melaporkan bahwa ledakan terus-menerus terdengar dari kawasan Rafah yang kini menjadi "zona mati".
"Ledakan tidak pernah berhenti, siang dan malam," ujar Tamer, seorang pengungsi dari Kota Gaza yang kini berlindung di Deir Al-Balah, dalam pesan singkat kepada Reuters.
"Setiap kali tanah berguncang, kami tahu ada rumah lagi yang dihancurkan di Rafah. Rafah sudah hancur," lanjutnya.
Tamer juga mengungkapkan, teman-temannya di Mesir melaporkan bahwa anak-anak mereka sulit tidur akibat dentuman ledakan yang mengguncang sepanjang malam.
Abu Mohammed, seorang pengungsi lainnya, menyatakan kekhawatirannya.
"Kami takut dipaksa masuk ke Rafah, yang akan menjadi seperti kamp konsentrasi, benar-benar terisolasi dari dunia luar," katanya.
Israel Anggap Warga Gaza Tidak Kelaparan
Israel berdalih bahwa selama masa gencatan senjata sebelumnya, cukup banyak bantuan yang masuk ke Gaza, sehingga penduduk dianggap tidak dalam bahaya kelaparan.
Tel Aviv mengklaim tidak dapat mengizinkan masuknya pasokan tambahan karena dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh Hamas.
Sementara itu, badan-badan PBB memperingatkan bahwa Gaza kini berada di ambang kelaparan massal dan krisis kesehatan, dalam kondisi terburuk sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Korban Jiwa Bertambah
Pada Senin (28/4/2025), pejabat kesehatan Gaza melaporkan setidaknya 23 orang tewas dalam serangan terbaru Israel di seluruh Jalur Gaza.
Sekitar 10 orang, termasuk anak-anak, dilaporkan tewas dalam serangan udara terhadap sebuah rumah di Jabalia.
Sementara enam orang lainnya tewas dalam serangan di sebuah kafe di wilayah selatan.
Rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan sejumlah korban luka berat masih duduk di sekitar meja di kafe tersebut.
Perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika pejuang Hamas menyerang komunitas Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya, menurut data Israel.
Sejak itu, lebih dari 51.400 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel, menurut pejabat kesehatan Palestina.
Bertahan Hidup dengan Rumput Liar dan Kura-Kura
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin parah.
Program Pangan Dunia (WFP) mengungkapkan pada Jumat lalu kalau mereka telah kehabisan stok makanan akibat penutupan terlama yang pernah terjadi di wilayah tersebut.
Dengan tidak adanya pasokan makanan, banyak warga Gaza terpaksa memetik rumput liar dan daun kering untuk bertahan hidup.
Beberapa nelayan bahkan mulai menangkap kura-kura, mengulitinya, dan menjual dagingnya.
"Saya pergi ke dokter, diberi tahu ada batu ginjal dan butuh operasi seharga 300 dolar."
"Saya memilih menahan rasa sakit dan menggunakan uang itu untuk membeli makanan bagi anak-anak saya," ujar seorang perempuan asal Kota Gaza kepada Reuters, meminta agar identitasnya dirahasiakan demi keamanan.
"Saat ini tidak ada daging, tidak ada gas untuk memasak, tidak ada tepung, dan bahkan tidak ada kehidupan."
"Inilah Gaza, dalam makna yang paling sederhana namun paling menyakitkan," tambahnya.
Gagalnya Negosiasi Gencatan Senjata
Sejauh ini, upaya diplomatik yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir belum berhasil memperpanjang gencatan senjata.
Dalam gencatan sebelumnya, Hamas membebaskan 38 sandera, sedangkan Israel membebaskan ratusan tahanan Palestina.
Saat ini, 59 sandera Israel masih ditahan di Gaza, dengan kurang dari setengahnya diyakini masih hidup.
Hamas bersikeras hanya akan membebaskan para sandera jika ada kesepakatan untuk mengakhiri perang sepenuhnya.
Sebaliknya, Israel menolak menghentikan pertempuran kecuali Hamas dilucuti, sesuatu yang ditolak keras oleh kelompok tersebut.
Perdana Menteri Qatar pada Minggu lalu menyebut ada sedikit kemajuan dalam negosiasi, namun belum cukup untuk mencapai gencatan senjata baru.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Sentimen: negatif (100%)