AS Kritik QRIS dan GPN, Ekonom: Indonesia Tegaskan Kedaulatan Digital
Beritasatu.com
Jenis Media: Ekonomi

Jakarta, Beritasatu.com - Amerika Serikat menyatakan keberatan terhadap kebijakan sistem pembayaran nasional Indonesia seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional). Kritik tersebut tercantum dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR). Laporan ini menilai kebijakan Bank Indonesia membatasi akses perusahaan pembayaran asal AS, seperti Visa dan Mastercard, terhadap sistem pembayaran domestik.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai tudingan tersebut tidak berdasar. Menurutnya, QRIS dan GPN justru bertujuan memperkuat kemandirian sistem pembayaran nasional, bukan menutup pintu bagi pihak asing.
“GPN dan QRIS adalah inisiatif domestik. Tujuannya membangun sistem pembayaran yang efisien, aman, dan tidak tergantung pada layanan asing. Bukan berarti melarang Visa atau Mastercard,” jelas Piter dalam program "Investor Market Today" yang diakses melalui YouTube Beritasatu, Kamis (24/4/2025).
Sekadar informasi, GPN diluncurkan pada 2017, sementara QRIS diperkenalkan pada 2019. Kedua sistem ini dirancang untuk memastikan seluruh transaksi dalam negeri dapat dilakukan tanpa ketergantungan pada infrastruktur asing, serta menciptakan interkoneksi dan interoperabilitas antarlembaga keuangan nasional.
Piter menegaskan GPN tetap membuka ruang bagi penggunaan kartu berlogo Visa dan Mastercard. Bahkan, banyak kartu debit dan kredit di Indonesia yang masih mencantumkan logo kedua jaringan global tersebut. Keunggulan GPN adalah kemampuannya menghubungkan kartu dari satu bank ke jaringan bank lain tanpa batasan.
Hal serupa juga berlaku untuk QRIS. Standardisasi kode QR ini memungkinkan masyarakat melakukan transaksi digital secara cepat, mudah, dan aman tanpa perlu perangkat EDC (electronic data capture) seperti kartu kredit.
“QRIS bahkan telah mengubah perilaku masyarakat. Sekarang, bayar warung, parkir, hingga food truck cukup dengan ponsel. Tak perlu lagi membawa kartu,” tambah Piter.
Piter menjelaskan QRIS dan GPN bukan sekadar soal efisiensi. Sistem ini juga meningkatkan keamanan karena proses switching dan penyelesaian transaksi dilakukan di dalam negeri. Artinya, tidak ada data transaksi yang keluar dari Indonesia.
“Indonesia tidak menutup pintu bagi siapa pun. Namun, Indonesia punya hak untuk membangun sistem sendiri demi efisiensi dan keamanan nasional,” tegasnya.
Piter menekankan, kehadiran QRIS dan GPN bukan bentuk proteksionisme, melainkan upaya menyeimbangkan dominasi raksasa global. Dengan memberikan alternatif kepada masyarakat, Indonesia menunjukkan kesiapan untuk mandiri secara teknologi tanpa menutup diri terhadap kerja sama internasional.
Sentimen: positif (78%)