Sentimen
Negatif (99%)
22 Apr 2025 : 02.06
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung

Kasus: pelecehan seksual

Tokoh Terkait

Bagaimana Priguna Dapat Obat Bius untuk Rudapaksa Anak Pasien? Ini Penjelasan Dirut RSHS - Halaman all

22 Apr 2025 : 02.06 Views 29

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Regional

Bagaimana Priguna Dapat Obat Bius untuk Rudapaksa Anak Pasien? Ini Penjelasan Dirut RSHS - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, cara terduga pelaku Priguna Nugraha Pratama mendapatkan obat bius untuk melancarkan aksi bejatnya kepada korban.

Pelaku ujar Rachim, mengambil sisa-sisa obat bius yang sebelumnya digunakan pasien.

“Oknum ini mengambil sisa-sisa obat bius yang sudah dimasukkan ke pasien. Misalnya, ada dua botol, ada sisanya, nah sisa itu dia yang ambil,” kata dia dalam konferensi pers di kantor Kemenkes Jakarta, Senin (21/4/2025).

Pihaknya mengklaim, dalam urusan keluar masuk obat di instalasi farmasi RSHS sudah diawasi secara ketat dan dicatat dengan benar.

“Di RS kami jika mengeluarkan dua obat, maka harus dikumpulkan dua. Itu jelas secara histori, sangat-sangat ketat di RSHS,” tegas Rachim.

Rachim mengatakan, dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan dokter PPDS anestesi itu pihaknya mengaku tidak memantau jika ada sisa obat bius yang disimpan pelaku.

“Ini pelanggaran kriminal. Tidak terpantau, karena tidak dikembalikan ke tempat semestinya,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin menyoroti lemahnya pengawasan terhadap obat bius di RS pendidikan milik pemerintah ini.

Budi menyebut, bahwa yang bisa mengambil obat bius adalah dokter pembimbing atau dokter konsulen bukanlah dokter PPDS.

“Harusnya obat itu diambil oleh gurunya (dokter konsulen) bukan muridnya,” kata Menkes, pada  Sabtu (12/4/2025).

Di kesempatan berbeda, pengamat manajemen kesehatan dr. Puspita Wijayanti menilai, obat anestesi termasuk dalam kategori high alert medication, yakni obat yang berisiko tinggi yang menyebabkan cedera serius atau kematian jika digunakan secara tidak tepat.

Karena itu, pengelolaannya harus ketat, transparan, terdokumentasi, dan terbatas hanya untuk tenaga medis yang berwenang. (*)

Sentimen: negatif (99.8%)