Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Institusi: UGM
Kab/Kota: Yogyakarta
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan, Sejarawan: Jangan Abaikan 1965
Beritasatu.com
Jenis Media: Nasional

Yogyakarta, Beritasatu .com – Nama Presiden RI ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto, diusulkan menjadi pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Usulan tersebut menjadi bagian dari sepuluh nama tokoh yang diajukan bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), pakar, dan budayawan.
Namun, usulan ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat karena rekam jejak kepemimpinan Soeharto yang dinilai kontroversial, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia dan represi terhadap kebebasan pers selama masa Orde Baru.
Sejarawan Universitas Gadjah Mada Agus Suwignyo menyatakan, secara kriteria formal, Soeharto memang layak menjadi pahlawan nasional. Meski demikian, ia menegaskan pentingnya mempertimbangkan seluruh aspek sejarah.
“Kalau melihat kriteria dan persyaratan sebagai pahlawan nasional, nama Soeharto memang memenuhi kriteria tersebut. Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya pada 1965,” ujar Agus terkait Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional.
Agus menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012, seorang tokoh harus terbukti memiliki kontribusi nyata sebagai pemimpin atau pejuang dan tidak pernah mengkhianati bangsa.
Soeharto diketahui memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil merebut Yogyakarta dari pendudukan Belanda, serta menjabat sebagai Panglima Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat pada 1962.
“Cara pandang sejarah terhadap Soeharto ini tidak bisa hitam putih. Sebagai pahlawan nasional, tidak bisa mengabaikan fakta sejarah. Namun, tidak bisa juga mengabaikan kontribusinya dalam kemerdekaan,” papar Agus soal usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional.
Meskipun kontribusi di masa perjuangan diakui, Agus menilai bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto berpotensi menimbulkan perdebatan. Sebab, ia juga dikenal sebagai sosok yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan tindakan represif terhadap kebebasan sipil.
“Penulisan sejarah itu harus memperhatikan konteks, ya. Jadi semisal ada kategori pahlawan nasional dalam bidang tertentu, sehingga bisa diberikan gelar, tetapi dalam konteks dan catatan,” jelasnya.
Agus juga menyoroti perlunya pendekatan yang lebih luas dalam pengusulan gelar pahlawan nasional. Ia mencontohkan Syafruddin Prawiranegara, tokoh yang sempat dicap pengkhianat karena keterlibatannya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), padahal perannya penting dalam sejarah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
“Selain itu, kita belum (memberikan pengakuan) pada berbagai tokoh-tokoh di bidang seni, teknologi, dan pengetahuan. Saya kira perlu ada kajian mengenai pahlawan nasional di luar latar belakang militer,” pungkas Agus.
Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto kini menjadi perbincangan publik yang menyentuh aspek sejarah, politik, dan moral. Pemerintah masih menunggu hasil kajian dan pertimbangan lebih lanjut dari berbagai pihak terkait Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional ini.
Sentimen: positif (100%)