Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bekasi
Cerita Pria Asal Bekasi Jadi Marketing Judol di Kamboja, Dihukum jika Target Kerja Tak Terpenuhi - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Metropolitan

TRIBUNNEWS.COM - Febby Febriadi (27), seorang laki-laki dari Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengungkapkan pengalamannya sebagai marketing judi online (judol) di Kamboja
Setelah beberapa bulan bekerja di Kamboja, Febby Febriadi memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Febby berharap, pengalamannya bekerja ilegal sebagai marketing judi online tidak sepantasnya terulang.
Bahkan dirinya sangat bersyukur dan tak menyangka bisa kembali ke Indonesia.
Pasalnya, sejumlah rekan-rekan seprofesinya di sana meninggal dunia lantaran menerima hukuman dari pihak perusahaan buntut tak memenuhi aturan kerja.
"Sejauh ini banyak sih tawaran buat kembali ke sana, kayak ayolah balik lagi. Mungkin mereka ngeliat transaksi dan cara kerja gue bagus, tapi mohon maaf deh, mendingan saya di sini punya duit Rp5.000 dari pada di sana (Kamboja) punya uang banyak, tapi mental gue dihajar," kata Febri Febriadi, dilansir Tribun Bekasi, Jumat (18/4/2025).
Cerita Febby
Febby Febriadi mengatakan bahwa awalnya dirinya tak mengetahui akan bekerja sebagai marketing judi online di Kamboja.
Ia mengaku hanya diberikan informasi lowongan pekerjaan sebagai editor video di suatu hotel di kawasan Kamboja.
Namun, ketika tiba di Kamboja pada Kamis (27/6/2024), Febby justru dibuat curiga dengan suasana lokasi perusahaan yang berada di hotel, tetapi berisikan komputer atau PC dengan jumlah banyak.
Ditambah, perjanjian kontrak yang ditandatanganinya ternyata berbeda dengan lowongan pekerjaan sebagai editor video.
"Awal mulanya sih sebenarnya itu ditipu ya sama temen, karena mereka bilang di sana tuh saya ke sana itu cuma buat jadi editor hotel, buat bikin kayak video pemasaran hotel itu sendiri."
"Sampai sana itu, pas selesai tandatangan kontrak, dibaca-baca semua segala macem, saya malah dijadiin admin marketing buat judol," jelasnya.
Lebih lanjut, Febby menyebut bahwa dirinya diperintah atasan untuk bekerja dengan target pasar masyarakat Indonesia, yaitu menawarkan dan bergabung bermain judi online.
Penawaran itu dilakukan dengan mengirimkan sejumlah pesan lewat WhatsApp (WA) yang databasenya sudah dimiliki perusahaan tempatnya bekerja.
"Sistem kerjanya jadi misalkan kami tuh dikasih nomor WA, kami punya database, mulai dari nomor WA, rekening bank, sampai alamat orang itu pun kami udah punya."
"Megang semua. Dari database mereka itu kami nge-chat mereka satu-satu untuk menawarkan dia bisa gabung main judol," terangnya.
Selama bekerja, Febby diberi target oleh atasannya minimal 100 transaksi per hari yang berminat untuk bergabung ke judol.
Ia mengaku selalu memenuhi target dari atasannya tersebut.
"Transaksi 100 itu jadi satu orang satu kali depo itu itungannya satu transaksi, berarti dari misalkan satu orang itu lima kali depo itu, dia itungannya masuk ke lima transaksi, terus ada juga new deposit, di situ kami minimal banget itu bawa orang buat main dan depo, itu minimal banget satu hari itu 10 orang," ujarnya.
Jika dirinya dan karyawan lainnya tak memenuhi target, ucap Febby, pihak pimpinan perusahaan akan memberikan hukuman.
Hukuman terparah di antaranya ialah disetrum, menjual organ tubuh, dan menyiksa hingga meninggal dunia.
Febby kembali mengucapkan syukur karena hukuman yang pernah dialaminya hanya sebatas umpatan dan perkataan kotor.
Meski begitu, hukuman tersebut mengganggu mental dan psikologisnya.
Sejumlah hukuman terberat tersebut yang kemudian membuat Febby untuk giat memenuhi target.
"Target terpenuhi karena tidak mau banyak sampai terjadi-terjadi hal-hal yang aneh-aneh ke saya."
"Hukuman berat juga tuh sebenernya di sana tuh kayak yang jual organ segala macam, bahkan sampai disetrum itu, saya pribadi pengalamannya ada salah satu temen saya yang kena setrum kayak gitu," tuturnya.
Imbas lingkungan pekerjaan yang buruk tersebut, Febby akhirnya bertekad untuk bisa kembali ke tanah air.
Hanya saja, dirinya harus membayar denda sebesar Rp23 juta kepada perusahaan secara tunai
Hal ini sebagai bentuk pembayaran dari perusahaan kepada Febby saat memberikan gratis ongkos transport, pembuatan pasport, dan semacamnya.
"Saya kerja keras, nabung cari uang, itu kalau saya buat pulang pribadi itu biasanya harus ada tebusan."
"Kalau tidak ada tebusan yaudah kami tidak bakalan bisa pulang selama satu tahun kontrak itu habis," ucapnya.
Pada November 2024, ia akhirnya bisa kembali pulang ke Indonesia dengan membeli tiket, serta transportasi lainnya yang dibayar menggunakan uang pribadi.
"Saya balik dari Kamboja pun langsung ke psikiater karena saya ngerasa kayak mental bener-bener ancur banget gitu, ketemu orang pun saya sekarang takut," tandasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunbekasi.com dengan judul Pria Asal Bekasi Ini Beberkan Buruknya Kerja Marketing Judi Online di Kamboja.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunBekasi.com/Rendy Rutama)
Sentimen: negatif (79.9%)