Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Institusi: UNHAN
Tokoh Terkait

Khairul
Pangdam I/Bukit Barisan Diskusi Langsung dengan Mahasiswa Soal Revisi UU TNI, Ini Kata Pengamat - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Nasional

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kehadiran Pangdam I/Bukit Barisan, Mayjen TNI Rio Firdianto, dalam forum dialog bersama mahasiswa untuk menjelaskan secara langsung poin-poin revisi Undang-Undang TNI mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk keterbukaan militer dalam menjawab kekhawatiran publik, khususnya dari kalangan akademik.
Pengamat Militer Khairul menyatakan langkah Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Rio Firdianto yang turun langsung memberikan penjelasan kepada mahasiswa terkait revisi UU TNI patut diapresiasi.
Ini sebagai bentuk keterbukaan dan itikad baik dari institusi militer untuk membangun komunikasi publik.
"Di tengah kekhawatiran sebagian masyarakat, terutama dari kalangan kampus terhadap sejumlah ketentuan dalam revisi tersebut, kehadiran langsung pejabat militer bisa memberi ruang klarifikasi dan memperkecil ruang spekulasi," jelas Khairul.
Namun demikian, Khairul memberi catatan bahwa efektivitas pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas komunikasi yang digunakan dalam ruang akademik.
"Pertama, komunikasi di ruang akademik menuntut pendekatan yang dialogis dan berbasis pada argumentasi rasional. Kultur militer yang hierarkis dan instruktif sangat berbeda dengan kultur kampus yang egaliter dan kritis. Maka, efektivitasnya sangat tergantung pada gaya komunikasi personal dan kemampuan berdialektika dengan mahasiswa," ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa tidak semua pejabat militer memiliki kemampuan komunikasi yang seragam.
"Kedua, tidak semua pejabat militer memiliki kemampuan komunikasi publik dan kepekaan akademik yang sama. Padahal, kita berharap narasi yang disampaikan kepada publik terutama generasi muda, bisa konsisten, akurat, dan diterima dengan baik di seluruh daerah. Ketimpangan kapasitas ini dapat menimbulkan kesenjangan pemahaman, bahkan berpotensi menciptakan resistensi baru jika cara penyampaiannya dianggap otoritatif atau tidak menghargai ruang diskusi," lanjut Khairul.
Untuk itu, ia menyarankan pembentukan struktur komunikasi yang lebih terkoordinasi dan inklusif.
"Oleh karena itu, ke depan, akan jauh lebih strategis apabila pemerintah dan TNI membentuk tim khusus sosialisasi revisi UU TNI yang bersifat nasional dan lintas sektor."
"Tim ini sebaiknya melibatkan unsur civitas akademika Universitas Pertahanan RI, pakar hubungan sipil-militer, akademisi, serta tokoh masyarakat sipil yang memahami substansi revisi dan konteks demokratisasi sektor pertahanan. Pendekatan seperti ini memungkinkan dialog berlangsung secara konstruktif dan tidak tergantung pada kapasitas personal semata," ujar dia.
Lebih jauh, ia menggarisbawahi pentingnya sistem komunikasi publik yang konsisten.
"Intinya, komunikasi semacam ini penting, tetapi harus ditopang oleh sistem yang menjamin konsistensi narasi dan kesetaraan mutu dialog di seluruh wilayah. Dialog publik bukan hanya soal siapa yang bicara, tetapi juga bagaimana, dengan siapa, dan untuk apa kita bicara," katanya.
Khairul juga menegaskan bahwa revisi RUU TNI tidak menghapus prinsip dasar profesionalisme militer.
"Yang menjadi catatan penting adalah bahwa revisi RUU TNI ini tidak menghapus larangan prajurit aktif untuk berpolitik dan berbisnis."
"Artinya, secara norma, prinsip profesionalisme militer dan supremasi sipil tetap dijaga. Bahkan, ketentuan penempatan prajurit di jabatan sipil pun tetap dibatasi dan bersifat penugasan resmi dari negara, bukan karier pribadi yang dipilih secara bebas oleh prajurit," ujarnya.
Meski begitu, ia memahami kegelisahan masyarakat sipil dan memandangnya sebagai sesuatu yang wajar.
"Namun demikian, saya memahami munculnya kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil, terutama jika melihat sejarah masa lalu TNI yang pernah menjalankan dwifungsi. Kekhawatiran ini wajar, tetapi perlu disikapi secara proporsional. Konteks hari ini sangat berbeda dengan Orde Baru. Struktur sipil sudah lebih kuat, kontrol publik lebih terbuka, dan ruang demokrasi lebih luas."
Namun ia tetap mengingatkan agar kewaspadaan publik tetap dijaga.
"Tetapi di sisi lain, kekhawatiran terhadap lahirnya ‘dwifungsi gaya baru’ tidak bisa diabaikan sepenuhnya. Jika pengawasan publik melemah, jika aturan pelaksanaannya longgar, atau jika ada pembiaran terhadap penempatan prajurit aktif di luar daftar yang ditentukan UU, maka celah penyimpangan tetap bisa terbuka," katanya.
Pertemuan ini menjadi simbol penting bahwa TNI hari ini semakin terbuka terhadap kritik dan diskusi publik, serta menyadari pentingnya membangun relasi yang sehat dengan generasi muda.
Langkah Pangdam I/BB bisa menjadi contoh baik dalam membangun tradisi komunikasi antara negara dan rakyatnya, berbasis transparansi, saling menghormati, dan keinginan bersama menjaga demokrasi.
Sebelumnya forum dialog mahasiswa dan TNI viral di media sosial.
Bahkan peristiwa tersebut diabadikan dalam postingan instagram Puspen TNI berjudul "Jangan Terpecah Belah", yang berisi tentang Mahasiswa dan TNI duduk bersama membahas masa depan bangsa.
Dalam konten tersebut BEMSI menggandeng TNI dalam FGD.
Pangdam I/Bukit Barisan, Mayjen TNI Rio Firdianto, mengatakan betapa krusialnya kolaborasi antara mahasiswa dan TNI dalam menjaga stabilitas kebijakan pemerintah demi utuhnya NKRI.
Sentimen: positif (100%)