Sentimen
Negatif (100%)
18 Apr 2025 : 16.09
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kasus: teror, Teroris

2 Tahun Tanpa Serangan Teror, Ancaman Baru Berkembang Senyap - Halaman all

18 Apr 2025 : 16.09 Views 7

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

2 Tahun Tanpa Serangan Teror, Ancaman Baru Berkembang Senyap - Halaman all

Indonesia boleh berbangga karena selama dua tahun berturut-turut tak mencatatkan satu pun serangan teror. Namun, aparat keamanan terus memperingatkan ancaman terorisme yang berkembang mengikuti zaman.

Demikian diungkapkan dalam seminar Global Terrorism Index 2025 berjudul Findings and Lessons Learned for Indonesia oleh lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada awal April di Jakarta.

Radikalisasi daring, bisa menyusup lewat media sosial hingga gim online, serta konten berbau konflik. Ini menjadi ancaman bagi generasi muda dan tantangan baru bagi orang tua, karena dilakukan secara senyap.

Menebar radikalisasi lewat daring

Dalam kesempatan yang sama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan bahwa meski tidak ada serangan, ancaman tetap nyata.

Mereka menggarisbawahi bahwa terorisme modern bukan hanya soal bom dan senjata, tapi juga penyalahgunaan teknologi digital. Karena itu, membangun literasi jadi upaya penting melindungi seseorang dari ancaman radikalisasi di dunia maya.

"Kalau kita lihat secara keseluruhan dari GTI (Global Terrorism Index) 2025, Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara menunjukkan kemajuan. Tapi yang harus kita waspadai adalah: the tools are out there. Internet itu powerful, dan mereka pasti manfaatkan," ujar Andhika Chrisnayudhanto, Deputi Kerja Sama Internasional BNPT, dalam seminar tersebut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Menurut Andhika, saat ini ruang digital menjadi salah satu kanal ancaman baru penyebaran ideologi radikalis hingga ekstremis, terutama kepada generasi muda dan berpotensi melahirkan aktor tunggal atau lone wolf actors.

"Jika melihat tren dan pola dari paparan Global Terrorism Index 2025, ancaman terorisme itu masih nyata dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Di negara-negara barat misalnya, belakangan yang berhasil melakukan aksi teror adalah lone actors, dengan usia yang cenderung muda dan spektrum ideologi yang luas. Mereka lebih sulit untuk dimonitor," tuturnya.

Risiko serangan oleh pelaku perorangan

Kekhawatiran radikalisasi daring diperkuat pendapat Steve Killelea, pendiri Institute for Economics and Peace (IEP), lembaga yang menyusun Global Terrorism Index (GTI). Lone wolf actors telah menjadi tren terorisme global, tak hanya di barat tapi juga Indonesia. Sekitar 92 persen kematian akibat serangan teror disebabkan oleh aktor tunggal tersebut.

Ia mengakui bahwa media sosial, khususnya grup percakapan tertutup, dan bahkan gim online, telah menjadi ruang rekrutmen baru yang sulit diawasi secara langsung dan kerap dimanfaatkan teroris.

"Kami melihat platform digital mendorong terjadinya radikalisasi dan dapat terjadi dengan berbagai cara, seperti media sosial dan gim online yang digunakan sebagai ruang interaksi awal antara ekstremis dengan target potensial," ujar Killelea pada kesempatan yang sama.

"Ini menjadi tantangan global yang serius, di mana proses radikalisasi yang dulu membutuhkan waktu hingga 16 bulan, tahun 2025 ini hanya butuh beberapa minggu," lanjutnya.

Masyarakat, pertahanan pertama lawan potensi teror

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menyoroti meningkatnya potensi serangan tunggal atau lone wolf actors, terutama yang dipicu radikalisasi daring oleh kemarahan spontan terhadap tayangan-tayangan konflik kemanusiaan, seperti yang terjadi di Timur Tengah.

Kepada DW, Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana menyatakan: "Kalau punya niat tapi tidak ada kesempatan, belum tentu jadi kejahatan. Tapi ketika ada kesempatan kemudian melihat tayangan yang sangat tidak manusiawi, bisa timbul kemarahan. Ditambah provokasi dan hoaks, konflik yang kawin dengan ideologi berpotensi menjadi teror dan lone wolf actors."

Oleh karenanya, ia meminta peran aktif masyarakat untuk bisa melakukan asesmen, khususnya oleh orang tua dan komunitas.

"Radikalisasi biasanya membuat seseorang nyeleneh, berbeda dari komunitasnya. Bagi generasi muda, orang tua berperan penuh memberi kontrol kepada anak-anaknya, kemudian komunitas-komunitas lokal. Pagar pertahanan pertama ya masyarakat sendiri. Penegakan hukum adalah pilihan terakhir," ujarnya.

Global Terrorism Index 2025

Meski secara faktual Indonesia tidak mencatat serangan teror sejak 2023, laporan GTI 2025 menempatkan Indonesia di peringkat ke-30, turun dua tingkat dari tahun sebelumnya dan masuk kategori ancaman menengah.

Padahal, 2024 menjadi tahun penting bagi upaya penanganan terorisme di Indonesia dengan bubarnya kelompok Jemaah Islamiyah, salah satu jaringan teroris terbesar di kawasan.

Penurunan terjadi karena laporan tahun ini memasukkan serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua ke dalam indikator penilaian. Meski begitu, BNPT tetap melihat skor ini sebagai indikasi keberhasilan penanganan terorisme. Mereka menekankan bahwa era digital menuntut pendekatan baru, di mana pencegahan menjadi senjata utama.

Editor: Arti Ekawati

Sentimen: negatif (100%)