Sentimen
Positif (97%)
17 Apr 2025 : 05.11
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga

Kab/Kota: Denpasar, Tiongkok

Geger Tarif Resiprokal AS! Indonesia Butuh Penguatan Kerja Sama dan Jurus Jitu Hadapi Imbasnya

17 Apr 2025 : 05.11 Views 44

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: Ekonomi

Geger Tarif Resiprokal AS! Indonesia Butuh Penguatan Kerja Sama dan Jurus Jitu Hadapi Imbasnya

Jakarta: Kebijakan tarif resiprokal yang diambil Amerika Serikat baru-baru ini memicu kegelisahan negara-negara mitranya, termasuk Indonesia. 
 
Pemerintah AS Donald Trump mengumumkan bahwa beberapa produk asal Tiongkok seperti smartphone dan laptop dikenakan tarif impor hingga 145 persen. 
 
Meski Indonesia bukan sasaran langsung, kebijakan ini bisa berdampak besar secara global, termasuk bagi rantai pasok dan perdagangan Indonesia.

Menyikapi kondisi itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong penguatan kerja bersama dengan strategi yang tepat dalam menghadapi sejumlah tantangan yang muncul akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Negeri Paman Sam itu.
 
"Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi momentum untuk memperkuat posisi di panggung perdagangan global yang terus berubah saat ini," Lestari dalam sambutan pada diskusi daring bertema Dampak “Trump Reciprocal Tariffs” Terhadap Ketahanan dan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Global yang Berubah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 16 April 2025.

Dampak ke Indonesia tak bisa diabaikan Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti juga menyatakan bahwa Indonesia harus bersikap sigap menghadapi dampak dari kebijakan tarif AS ini. 
 
Sebab, kebijakan tarif resiprokal ini menimbulkan ketegangan pada perekonomian global dan antara lain berdampak pada distribusi rantai pasok.
 
Asal tau saja, tarif yang diberlakukan terhadap Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dan Singapura. Kondisi ini, tambah dia, harus menjadi perhatian. 
 
Saat ini pemerintah Amerika Serikat menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari dan selama masa penundaan itu tarif yang berlaku bagi Indonesia 10 persen.
 
Dyah berharap ada waktu bagi Indonesia untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait kesepakatan tarif tersebut. 
  Peluang tetap ada, asal sigap Meski situasi penuh ketidakpastian, peluang tetap terbuka. Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco berpendapat bahwa dampak perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan menguntungkan ASEAN. 
 
Namun, negara ASEAN yang lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam. Dalam hal ini dia juga mengungkapkan, Indonesia belum mampu bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO. 
 
"Indonesia punya pasar yang luar biasa besar," ujar Badri.
 
Indonesia harus serius memanfaatkan pasar domestik. Pasar alat kesehatan dan obat-obatan misalnya, tambah dia, harus mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri. 
 
Menurut Badri, langkah menciptakan enterpreneur muda agar mampu menghasilkan sejumlah produk subtitusi barang-barang impor, merupakan langkah yang strategis. 
 
Diharapkan, tegas Badri, kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan. 
  Perang tarif berikan berbagai macam imbas Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban, Tarli Nugroho berpendapat, saat ini kondisi perekonomian tidak ideal. Sejak pandemi hingga perang dagang dunia usaha kita belum pulih. 
 
Perang dagang yang terjadi saat ini berpotensi melahirkan aliansi baru yang bisa menguntungkan atau merugikan kita. 
 
Bagi ekonomi Indonesia perang tarif yang terjadi saat ini jelas mengganggu ekspor. Di sisi lain, Indonesia juga berpotensi menjadi pasar produk Tiongkok yang sedang berperang dagang dengan Amerika Serikat. 
 
Menurut Tarli, langkah pemerintah menghindari langkah konfrontasi dalam perang dagang saat ini sudah tepat. Upaya negosiasi penting untuk dilakukan. 
 
"Politik bebas aktif harus terus dijaga. Kerja sama dan negosiasi adalah kata kunci untuk mengatasi sejumlah dampak perang dagang yang terjadi saat ini," tegas Tarli. 
 
Anggota Komisi XI DPR RI, Martin Manurung berpendapat, suka atau tidak suka, kebijakan yang diambil Trump akan berdampak juga pada pasar domestik mereka. 
 
"Di era perdagangan global saat ini tidak ada satu pun negara yang untung sendirian," ujar Martin. 
 
Martin mendorong agar Indonesia memanfaatkan kerja sama perdagangan antar-negara dan regional dengan baik. 
  Jangan asal buat kebijakan Sementara itu, Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, terlihat Negeri Tirai Bambu itu lebih siap dengan sejumlah strategi yang diterapkannya. 
 
Selain itu, Saur mengingatkan, dalam menyikapi perang dagang yang terjadi jangan sampai mengambil kebijakan yang terlalu ekstrem, karena sejatinya ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 10 persen.
 
"Penghapusan batasan persyaratan kandungan lokal produk tertentu berpotensi mematikan industri dalam negeri yang sangat penting bagi keberlanjutan produk lokal," ujar Saur.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(ANN)

Sentimen: positif (97%)