Apa Itu “Liberation Day” dan Mengapa Dunia Dagang Jadi Panas Dingin?
Medcom.id
Jenis Media: Ekonomi

Jakarta: Awal April 2025, dunia perdagangan internasional kembali gonjang-ganjing. Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran yang dijuluki "Liberation Day" atau Hari Pembebasan.
Alih-alih melegakan, kebijakan ini justru memicu ketegangan global dan membuat pasar finansial makin tak menentu.
Apa sebenarnya yang terjadi Mengapa langkah ini bisa berisiko terhadap ekonomi global? Dan apa dampaknya ke negara-negara seperti Indonesia?
Apa itu “Liberation Day”? bukan perayaan, tapi peringatan ekonomi
Pada 2 April, Gedung Putih mengumumkan serangkaian kebijakan tarif baru sebagai bagian dari strategi “pembebasan ekonomi”. Paket kebijakan ini jauh lebih ketat dari yang diperkirakan pasar.
Berikut rincian utamanya:
- Tarif 10 persen untuk semua impor ke AS, mulai berlaku 5 April.
- Tarif resiprokal untuk sekitar 60 negara, termasuk China, Uni Eropa, Jepang, Vietnam, hingga Indonesia yang efektif 9 April.
Penghapusan pengecualian "de minimis" untuk paket kecil dari luar negeri, yang sebelumnya bebas bea.
Langkah ini mengangkat tarif efektif AS ke atas 20 persen, tertinggi dalam lebih dari 100 tahun terakhir. Tarif sebesar itu akan berdampak langsung pada rantai pasok global, biaya produksi, hingga harga barang konsumsi.
Apakah ini tanda-tanda krisis global baru?
Meski terlihat serius, menurut tim riset Bank of Singapore yang dipublikasikan OCBC dan dirangkum oleh Medcom.id, masih terlalu dini untuk menyebut ini sebagai awal resesi global.
Namun, perlu dicatat jika semua tarif diberlakukan penuh sepanjang 2025, dan masing-masing negara membalas dengan kebijakan serupa, potensi perlambatan ekonomi global bisa jadi nyata. Ini karena:
- Biaya barang naik
- Daya beli turun
- Pendapatan perusahaan bisa menurun
- Inflasi bisa meroket
- Investor mulai lari ke aset aman seperti emas
Dampak langsung: pasar jadi lebih goyang
Aset berisiko seperti saham diperkirakan akan berfluktuasi tajam selama beberapa bulan ke depan, seiring kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang meningkat.
Proses negosiasi antarnegara pun diprediksi akan berlangsung alot setidaknya selama dua kuartal.
Ini berarti ketidakpastian akan berlangsung cukup lama, sehingga investor dan pelaku pasar harus menyesuaikan strategi.
Trump main tarik-ulur? ini soal politik juga
Kebijakan tarif ini juga tidak lepas dari konteks politik domestik. Trump disebut memanfaatkan momentum menjelang pemilu paruh waktu untuk mengambil langkah populis.
Tapi, modal politiknya terbatas dan bila dampak ekonomi terlalu besar, bukan tidak mungkin kebijakan ini akan dikaji ulang.
Menariknya, pernyataan Trump dan timnya kerap berubah-ubah. Maka, masih belum jelas apakah tarif resiprokal ini akan sepenuhnya diterapkan, atau sekadar jadi "senjata" awal negosiasi dagang.
Sektor-sektor yang masih menarik dilirik
Di tengah ketidakpastian ini, tim riset Bank of Singapore menyarankan investor tetap selektif. Beberapa sektor yang dianggap punya prospek lebih tahan banting adalah:
- Saham berkualitas dengan valuasi rendah, yang tidak terlalu terdampak tarif
- Perusahaan berbasis teknologi dan AI, yang punya sumber pendapatan baru dari adopsi digital
- Sektor kesehatan dan barang konsumsi pokok, yang cenderung stabil di tengah gejolak ekonomi
Obligasi dan emas
Untuk pasar obligasi, disarankan untuk hati-hati terhadap obligasi high yield, baik dari pasar negara berkembang maupun negara maju.
Ketidakpastian ekonomi dan tekanan imbal hasil bisa membuat pasar ini jadi sangat sensitif.
Sementara itu, prospek emas justru semakin bersinar. Potensi stagflasi—yaitu inflasi tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi yang stagnan bisa mendorong harga emas makin tinggi, karena investor mencari aset pelindung nilai (safe haven).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(ANN)
Sentimen: positif (66.6%)