Sentimen
Positif (100%)
9 Apr 2025 : 16.16
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: vaksinasi

Institusi: MUI

IDAI: Komunikasi empatik dari nakes kunci efektivitas dalam imunisasi

9 Apr 2025 : 16.16 Views 10

Antaranews.com Antaranews.com Jenis Media: Ekonomi

IDAI: Komunikasi empatik dari nakes kunci efektivitas dalam imunisasi

Nakes bukan sekadar tenaga klinis yang juru suntik doang, tetapi juga hendaklah menjadi komunikator yang empatik

Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan sejumlah rekomendasi bagi sejumlah pihak terkait guna meningkatkan cakupan imunisasi dengan menggarisbawahi komunikasi yang jujur dan empatik oleh tenaga kesehatan sebagai salah satu kuncinya.

Ketua IDAI Piprim Basaran Yanuarso menyebutkan bahwa salah satu sebab penolakan terhadap vaksinasi adalah karena umat islam takut melanggar syariat. Selain itu, tidak semua daerah punya akses ulama yang paham akan persoalan medis.

"Nakes bukan sekadar tenaga klinis yang juru suntik doang, tetapi juga hendaklah menjadi komunikator yang empatik. Masyarakat butuh pendekatan manusiawi, bukan hanya data ilmiah," kata Piprim dalam webinar berjudul "Imunisasi dalam Perspektif Islam untuk Kesejahteraan Masyarakat" di Jakarta, Rabu,

Dia melanjutkan masalah lainnya berupa hoaks seputar imunisasi yang marak disebarkan, contohnya isu kandungan vaksin yang haram, atau imunisasi hanyalah proyek untuk mencari untung. Terlebih lagi, katanya, narasi yang sesat lebih dipercaya jika yang menyebarkannya adalah orang terdekat.

Untuk mengatasinya, kata Piprim, tenaga kesehatan perlu menjelaskan tentang vaksin dan imunisasi dengan bahasa yang mudah dipahami dan sopan.

"Jadi kunci komunikasi efektif adalah yang sederhana, hindari jargon medis. Ceritakan kisah nyata. Testimoni orang tua, atau pakai animasi yang mudah dipahami pasien. Nakes jadi teladan, vaksin anak sendiri," kata dia.

Menurutnya, teknologi akal imitasi (AI) dapat dimanfaatkan untuk hal ini, misalnya untuk membuatkan narasi yang bisa dipahami kelompok tertentu, misalnya dengan bahasa Sunda, bahasa Jawa, bagi yang tidak paham bahasa Indonesia.

Dia mengatakan imunisasi bukan hanya persoalan medis, namun juga tentang keimanan, nilai, serta kemaslahatan, sehingga ilmu dan iman perlu disinergikan dalam upaya imunisasi guna menjaga anak yang merupakan amanah Tuhan.

Selain komunikasi efektif oleh nakes, Piprim menyebut perlunya melibatkan tokoh agama, alim ulama, serta komunitas dalam hal ini, karena edukasi yang dilakukan bersama kelompok-kelompok tersebut dapat meningkatkan kepercayaan terhadap imunisasi. Keselarasan dalam fatwa antartokoh agama diperlukan.

"Ada banyak pilihan mazhab di situ. Tetapi kita bisa ikut pilihannya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di situ MUI sangat mendukung terhadap imunisasi," kata dia mencontohkan.

Dia menambahkan masyarakat juga perlu menjadi agen perubahan dengan membangun budaya klarifikasi informasi serta edukasi. Orang tua merupakan contoh bagi anak dalam membudayakan literasi, sehingga orang tua perlu mengajak anaknya berdiskusi tentang kesehatan sejak dini.

Transparansi, dia melanjutkan, juga perlu dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini, misalnya dengan mendukung produksi vaksin menggunakan bahan-bahan yang halal sejak awal, sehingga tidak ada lagi konflik tentang halal atau haramnya vaksin.

Piprim mengatakan bahwa Islam mendukung upaya untuk menjaga kesehatan, termasuk imunisasi bagi anak-anak, karena menjaga jiwa adalah tujuan utama syariat, bahkan berobat adalah sebuah perintah.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025

Sentimen: positif (100%)