Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Oxford
Kab/Kota: Beijing, Washington
Tokoh Terkait
Trump Tuduh China Manipulasi Mata Uang untuk Meredam Dampak Tarif - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyulut ketegangan dengan China.
Kali ini terkait manipulasi mata uang untuk meredam dampak tarif perdagangan.
Pernyataan ini disampaikan Trump dalam pertemuan Komite Kongres Nasional Republik, Selasa (8/4/2025) malam waktu setempat.
"Anda harus mengakuinya. Mereka memanipulasi mata uang mereka hari ini sebagai kompensasi terhadap tarif," ujar Trump seperti dikutip dari Al Jazeera.
Komentar tersebut muncul di tengah jatuhnya nilai tukar Renminbi (RMB) atau yuan China ke titik terendah sejak tahun 2023.
Pada minggu ini, RMB tercatat diperdagangkan pada 7,20 terhadap dolar AS, mencerminkan tren depresiasi yang memicu kekhawatiran di pasar global.
Fluktuasi nilai tukar biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ketidakseimbangan perdagangan dan ketidakpastian politik.
Namun dalam beberapa kasus, depresiasi mata uang bisa terjadi karena intervensi pemerintah secara langsung.
Menurut analis, penurunan nilai RMB bisa memperkuat daya saing ekspor China di pasar global, sekaligus menyerap sebagian beban dari tarif tinggi yang diberlakukan Trump sebelumnya, yang mencapai 104 persen untuk produk tertentu dari China.
Dengan RMB yang lebih murah terhadap dolar, harga barang-barang ekspor dari China menjadi relatif lebih terjangkau di pasar internasional, memberikan ruang manuver bagi Beijing dalam menghadapi tekanan dagang dari Washington.
Profesor Oxford: Tarif Trump Bukan Obat
Kebijakan tarif mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuai kritik keras dari kalangan akademisi.
Ian Goldin, profesor globalisasi dan pembangunan di Universitas Oxford, menyebut kebijakan tarif Trump bukan solusi, melainkan bencana ekonomi.
"Ini adalah ekonomi yang sangat buruk. Ini bukan, seperti katanya, obat untuk menyembuhkan penyakit. Ini racun," ujarnya dalam wawancara dengan Al Jazeera.
Goldin memperingatkan kalau rencana Trump akan membawa dampak besar, tidak hanya terhadap perekonomian AS, tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi global.
Diskriminatif dan Merusak Lapangan Kerja
Menurut Goldin, tarif yang diusulkan Trump bersifat “sangat diskriminatif” terhadap negara-negara miskin, karena negara-negara tersebut kemungkinan akan menghadapi beban tarif yang lebih tinggi.
Ia juga menilai kebijakan itu sangat merugikan bagi sektor lapangan kerja dan rantai pasokan dalam negeri Amerika Serikat sendiri.
Ancaman terhadap Kerja Sama Global
Goldin memperingatkan eskalasi kebijakan proteksionis ini dapat memperburuk ketegangan internasional dan menghambat kerja sama di berbagai bidang penting.
Hal ini mencakup respons terhadap pandemi, krisis keuangan berikutnya, serta upaya global dalam menangani perubahan iklim.
Risiko Resesi dan Sejarah yang Berulang
Lebih jauh, ia memprediksi langkah-langkah Trump berpotensi memicu resesi, baik di AS maupun di negara-negara lain yang terdampak.
"Dampaknya meluas hingga melampaui ekonomi dan memasuki periode yang sangat berbahaya," katanya.
Goldin bahkan membandingkan situasi saat ini dengan dekade 1930-an, ketika proteksionisme memicu naiknya gelombang nasionalisme dan akhirnya perang dunia.
"Kita benar-benar harus berharap hal ini mereda sekarang, sehingga kita tidak sampai pada titik itu," kata dia.
Tidak Semua Kena Tarif
Kebijakan tarif impor baru yang diterapkan Trump memicu dampak luas di berbagai sektor ekonomi global.
Meski begitu, tidak semua produk impor terkena beban tarif baru ini.
Secara umum, Amerika Serikat kini memberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen pada seluruh impor, serta tambahan bea masuk lebih tinggi terhadap puluhan negara lainnya, sebagaimana dikutip dari lembar fakta resmi Gedung Putih.
Trump juga menerapkan tarif timbal balik atau reciprocal tariff terhadap negara-negara yang dianggap memiliki defisit perdagangan besar dengan AS.
Akibatnya, negara seperti China terkena tarif hingga 54 persen (20 persen tarif impor umum ditambah 34 persen tarif timbal balik).
Sementara itu, total tarif yang dikenakan ke Indonesia bisa mencapai 64 persen.
Namun, terdapat enam jenis barang yang dikecualikan dari tarif timbal balik tersebut, yaitu:
Barang yang tercakup dalam ketentuan 50 USC 1702(b). Produk baja, aluminium, serta mobil dan suku cadangnya yang sudah dikenai tarif khusus lewat Section 232. Barang yang berkaitan dengan tembaga, farmasi, semikonduktor, dan kayu. Barang-barang yang berpotensi terkena Section 232 di masa depan. Emas batangan. Energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia di wilayah Amerika Serikat.
Khusus untuk Kanada dan Meksiko, tarif mengikuti peraturan berdasarkan International Emergency Economic Powers Act of 1977 (IEEPA) yang tetap berlaku dan tidak terpengaruh oleh aturan tarif baru ini.
Artinya, selama barang yang diimpor dari Kanada dan Meksiko memenuhi ketentuan United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA), maka tarif tetap 0 persen.
Jika tidak memenuhi, tarif yang berlaku adalah 25 persen atau 10 persen untuk energi dan kalium.
Namun jika perintah IEEPA soal migrasi atau fentanyl dihentikan, barang yang memenuhi USMCA tetap mendapat perlakuan khusus, sementara yang tidak memenuhi akan dikenakan tarif timbal balik sebesar 12 persen.
Gedung Putih menegaskan kebijakan tarif timbal balik akan terus berlaku sampai Presiden Trump memutuskan ancaman defisit perdagangan dan perlakuan tidak adil dari negara mitra dagang telah diatasi.
Bahkan, Trump membuka kemungkinan untuk menaikkan tarif jika negara mitra melakukan aksi balasan atau tidak menunjukkan itikad baik dalam perdagangan.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Sentimen: negatif (99.9%)