Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Solo
Tokoh Terkait
MPPS Solo Soroti Potensi Dikotomi Kaya-Miskin dan Eksklusivitas Sekolah Rakyat
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, SOLO — Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta atau MPPS menilai Sekolah Rakyat yang dilaksanakan Kementerian Sosial berpotensi memunculkan dikotomi antara sekolah untuk orang mampu dan tidak mampu.
Sekolah Rakyat merupakan program yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Sosial sebagai upaya mengentaskan kemiskinan lewat jalur pendidikan. Sekolah Rakyat dikhususkan bagi warga miskin dan miskin ekstrem dengan model boarding school (sekolah asrama).
Namun, kekhawatiran muncul bahwa adanya sekolah khusus anak-anak dari keluarga miskin justru akan menimbulkan dikotomi antara sekolah untuk orang miskin dan sekolah anak orang kaya.
“Apakah ke depan justru bukan membuat kluster baru lagi antara sekolah orang-orang mampu dan yang tidak mampu?” kata Pegiat MPPS, Pardoyo, saat diwawancarai Espos melalui sambungan telepon WhatsApp, Senin (24/3/2025).
Menurutnya, konsep seperti Sekolah Rakyat pernah ada ketika Pemkot Solo memiliki sekolah dengan status sekolah plus mulai dari SD, SMP, dan SMA/SMK. Sekolah tersebut eksklusif bagi siswa miskin.
“Bukankah dulu pernah ada sekolah plus dan yang bukan plus, yang sekarang sudah dihapus?” lanjutnya. Sekolah plus akhirnya dihapus pada 2014 karena kesan sekolah plus itu eksklusif bagi siswa miskin.
Selain itu dia juga khawatir kewenangan pengelolaan Sekolah Rakyat bakal tumpang tindih dengan Dinas Pendidikan Kota Solo. Sebab Sekolah Rakyat berada di bawah Kementerian Sosial, sehingga kemungkinan sekolah tersebut bakal di bawah Dinas Sosial.
“Niatnya baik, tapi operasionalnya nanti bagaimana? Yang saya masih khawatir kalau leading sector-nya nanti Dinsos, apakah tidak overlap dengan yang sudah ditangani Disdik?” katanya.
Dia menilai sosialisasi tentang Sekolah Rakyat oleh pemerintah belum begitu masif sehingga informasi yang sampai masih setengah-setengah. Pardoyo juga menyoroti bagaimana keseriusan program tersebut nantinya.
Dia khawatir program seperti itu tidak terarah dan tidak berkelanjutan. Dia pun menekankan Sekolah Rakyat jika memang dianggap perlu harus dikelola dengan profesional. “Saya khawatir akan terjadi seperti program sekolah penggerak yang kemudian sudah tidak bisa bergerak lagi,” lanjutnya.
Namun sebetulnya, kata Pardoyo, jika memang semangatnya adalah memberi kesempatan orang miskin untuk sekolah, sebenarnya cukup optimalkan program yang sudah ada. Sebab sekolah negeri di Kota Solo sekarang sudah gratis.
“Toh pendidikan dasar dan menengah sekarang sudah gratis. Tinggal ditingkatkan pengelolaannya agar lebih profesional, lebih bermutu, dan berorientasi pada peningkatan layanannya,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mengajukan lahan seluas 5.000 meter persegi untuk pembangunan Sekolah Rakyat sesuai program dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk peningkatan pendidikan bagi warga miskin.
"Solo tadi diusulkan Pak Wali Kota [Respati Ardi] di Mojosongo dan umumnya Solo. Insyaallah tahun ini dimulai [pembangunan sekolah rakyat]. Solo sudah mengajukan lahan 5.000 meter persegi, sudah ada usulan," ujar Menteri Solo (Mensos) Saifullah Yusuf didampingi Wali Kota Respati Ardi saat diwawancarai wartawan di Mojosongo, Jebres, Solo, Minggu (23/3/2025).
Sentimen: neutral (0%)