Sentimen
Undefined (0%)
22 Mar 2025 : 09.50
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Mengabaikan Partisipasi

22 Mar 2025 : 09.50 Views 11

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Mengabaikan Partisipasi

DPR mengesahkan Rancangan Perubahan Undang-undang TNI (RUU TNI) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025) siang. Rapat paripurna pengesahan RUU TNI itu dihadiri 293 anggota DPR. 

Pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang berlangsung di tengah protes keras banyak komponen masyarakat sipil, antara lain, berbagai komunitas akademikus dari banyak kampus dan lembaga riset, para pakar militer dan demokrasi, mahasiswa dari banyak kampus, aneka organisasi masyarakat sipil, dan sebagainya.

Mereka menolak perluasan peluang dan peran prajurit aktif TNI menjabat di banyak lembaga negara, lembaga publik, dan lembaga pelayanan publik. Mereka yakin bahwa pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang akan mendorong pengembalian kuasa militer di wilayah sipil.

Pada era Orde Baru peran ganda militer di wilayah pertahanan negara dan wilayah sipil, wilayah pelayanan publik, disebut sebagai dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Kini masyarakat sipil mengkhawatirkan kembalinya dwifungsi ABRI menjadi multifungsi TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Substansi revisi UU TNI itu yang paling mendasar memang hanya memperluas ruang dan ksempatan bagi prajurit aktif TNI mengemban jabatan-jabatan di lembaga sipil, di lembaga pelayanan publik, yang semestinya diisi dengan merit system yang mengutamakan kompetensi, kapabilitas, dan kredibilitas yang semuanya bisa dipenuhi oleh sumber daya manusia sipil.

Publik yang diartikulasikan dan diaktualisasikan para akademikus, para pakar, mahasiswa, kelompok-kelompok masyarakat sipil pro demokrasi dan peduli hak asasi manusia menyoroti poin-poin perluasan instansi sipil yang bisa diduduki prajurit aktif TNI.

Mereka menilai UU TNI berpotensi menghidupkan dwifungsi angkatan bersenjata, bahkan memanifestasi menjadi multifungsi TNI. Kekhawatiran itu muncul karena dalam UU TNI ada pasal yang menambah jumlah kementerian/lembaga pemerintah yang bisa diisi pejabat berstatus prajurit aktif TNI.

Persoalan mendasar diabaikan oleh DPR dan pemerintah, yaitu keharusan membangun ruang partisipasi aktif bermakna bagi kelompok masyarakat sipil dalam pembahasan RUU. Kaidah ini diabaikan, sengaja diabaikan, apalagi RUU TNI sebenarnya tak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).

Masyarakat sipil menilai tak ada urgensi merevisi UU TNI dengan tujuan meningkatkan profesionalisme TNI, selain urusan menyesuaikan diri dengan perkembangan global yang menghasilkan model perang baru: perang teknologi.

Itu terbukti dalam substansi UU TNI hasil revisi hanya memperluas ruang bagi prajurit aktif TNI masuk ke jabatan-jabatan sipil yang sebenarnya tersedia sumber daya manusia melimpah di kalangan masyarakat sipil untuk mengisinya.

Uji materi atau judicial review UU TNI di Mahkamah Konstitusi menjadi pilihan niscaya bagi masyarakat sipil yang bulat kata menghendaki penghentian pembahasan RUU TNI. 

Realitas DPR mengabaikan partisipasi bermakna dalam pembahasan RUU, yang merupakan judicial order Mahkamah Konstitusi, layak diuji lagi. Pengesahan UU TNI adalah praktik legislasi kali kesekian yang hanya berdasar kepentingan elite dan mengabaikan secara semena-mena partisipasi bermakna dari publik atau masyarakat sipil.

Sentimen: neutral (0%)