Sentimen
Negatif (66%)
18 Mar 2025 : 05.26
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Qada, Kafarat, dan Fidiah dalam Puasa

18 Mar 2025 : 05.26 Views 27

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

Qada, Kafarat, dan Fidiah dalam Puasa

Memahami hukum puasa memiliki peran penting bagi umat Islam, tidak hanya dalam menjalankan ibadah dengan benar sesuai syariat, juga untuk meraih berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang di dalamnya memiliki dimensi spiritual, etika, dan kesehatan yang signifikan.

Dalam dunia spiritual, puasa memiliki fungsi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, jalan menuju ketakwaan, serta menambah kesadaran akan keberadaan-Nya. Dari perspektif etika, puasa mengajarkan nilai-nilai, seperti kesabaran, keikhlasan, dan pengendalian diri.

Dalam bidang kesehatan,  puasa juga memiliki banyak manfaat. Ketika seseorang berpuasa terjadi keseimbangan anabolisme dan katabolisme yang berpengaruh pada asam amino dan berbagai zat lainnya yang dapat membantu peremajaan sel dan komponennya memproduksi glukosa darah dan menyuplai asam amino dalam darah sepanjang hari.

Segala ibadah yang diperintahkan Allah Swt, termasuk puasa, memiliki manfaat yang baik untuk urusan akhirat maupun dunia, sebagaimana yang diajarkan Islam melalui Al-Qur’an dan hadis. Namun, dalam praktiknya tidak semua orang mampu menjalankan puasa secara penuh karena beberapa kondisi, seperti sakit, bepergian, usia lanjut, ataupun keadaan khusus lainnya. Islam bukanlah agama yang mempersulit umat. Islam memberikan keringanan (rukhsah) bagi orang yang tidak mampu melakukannya dalam bentuk qada, kafarat, dan fidiah, yang memungkinkan seseorang mengganti atau menebus puasa yang ditinggalkan.

Memahami hukum qada, kafarat, dan fidiah sangat penting bagi seorang muslim agar dapat menjalankan ibadah puasa sesuai dengan tuntunan syariat. Tanpa pemahaman yang baik, seseorang bisa saja keliru dalam menentukan bentuk tebusan yang seharusnya dilakukan.

Dalam fikih juga terdapat banyak perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab dalam menentukan batasan dan mekanisme pelaksanaan qada, kafarat, dan fidiah. Oleh sebab itu, kajian komparatif terhadap pandangan ulama dari berbagai mazhab menjadi penting agar seorang muslim memiliki wawasan yang lebih luas dalam mengamalkan ajaran agama secara benar.

Qada, Kafarat, dan Fidiah

Qada adalah pelaksanaan suatu ibadah yang wajib dan dilakukan di luar waktu yang telah ditetapkan karena adanya uzur atau halangan tertentu. Dalam konteks puasa, qada berarti mengganti hari-hari puasa Ramadan yang ditinggalkan dengan berpuasa pada hari lain setelah Ramadan. Hal tersebut hanya berlaku bagi seseorang yang memiliki alasan syar’i untuk tidak berpuasa, seperti haid, nifas, sakit, bepergian, atau kondisi lain yang dibenarkan oleh syariat.

Sebagai contoh, wanita yang mengalami haid diizinkan tidak berpuasa pada  Ramadan, tetapi mereka diwajibkan untuk menggantinya pada hari lain setelah Ramadan. Dengan demikian, qada puasa merupakan mekanisme yang ditetapkan dalam syariat Islam untuk memastikan bahwa setiap muslim tetap dapat memenuhi kewajiban puasanya meskipun terdapat halangan yang sah pada waktu pelaksanaannya. Dalil yang menjelaskan tentang qada puasa terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 184:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ١٨٤

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidiah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Dalam istilah fikih, kafarat adalah denda atau tebusan yang wajib ditunaikan oleh seorang muslim sebagai penebus atas pelanggaran tertentu terhadap hukum syariat. Kafarat bertujuan menghapus dosa akibat pelanggaran tersebut dan sebagai bentuk penyesalan serta komitmen untuk tidak mengulanginya. Dalam konteks puasa, kafarat dikenakan bagi individu yang membatalkan puasa pada Ramadan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti makan, minum, atau berhubungan suami istri secara sengaja.

Definisi fidiah adalah bentuk kompensasi atau tebusan yang diberikan oleh seorang muslim sebagai pengganti atas kewajiban ibadah yang ditinggalkan atau tidak dapat dilaksanakan karena alasan tertentu yang dibenarkan oleh syariat. Dalam hal puasa, fidiah merujuk pada pemberian makanan kepada orang miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan oleh seseorang yang tidak mampu berpuasa pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat, seperti orang tua yang telah lanjut usia, wanita hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kondisi diri atau bayinya, dan juga orang sakit yang tidak sanggup berpuasa.

Fidiah juga didefinisikan sebagai sejenis denda atau tebusan yang dikenakan kepada orang Islam yang melakukan beberapa kesalahan tertentu dalam ibadah atau menebus ibadah karena adanya uzur yang disyariatkan. Dalam praktiknya, fidiah diberikan dengan cara memberi makan kepada fakir miskin sejumlah hari puasa yang ditinggalkan.

Dalam fikih, konsep qada, kafarat, dan fidiah, berkaitan erat dengan pelaksanaan dan penggantian ibadah puasa Ramadan. Meskipun tujuan utamanya serupa, yaitu memastikan kewajiban puasa terpenuhi sesuai syariat, terdapat perbedaan pandangan di antara tiga mazhab utama, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali terkait implementasi ketiga konsep tersebut.

Qada Puasa 

1. Mazhab Hanafi

Menurut Mazhab Hanafi jika seseorang menunda qada puasa hingga datangnya Ramadan berikutnya, baik disebabkan oleh uzur maupun tanpa uzur, ia hanya diwajibkan mengqada puasa tersebut tanpa membayar fidiah. Hal ini karena mereka meng-qiyas-kan ibadah puasa dengan ibadah lainnya.

2. Mazhab Syafi’i 

Menurut mazhab Syafi’i jika seseorang menunda qada puasa tanpa uzur hingga datangnya Ramadan berikutnya, maka ia diwajibkan untuk mengqada puasa tersebut dan membayar fidiah sebagai denda. Fidiah yang dimaksud adalah memberi makan satu orang miskin untuk hari puasa yang ia tinggalkan.

Kafarat 

1. Mazhab Maliki

Menurut Mazhab Maliki jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa Ramadan tanpa uzur syar’i, maka diwajibkan mengqada puasa tersebut dan membayar kafarat. Kafaratnya adalah membebaskan seorang budak. Jika tidak mampu, maka berpuasalah dua bulan berturut-turut dan jika masih tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin.

2. Mazhab Syafi’i

Menurut mazhab Syafi'i jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa tanpa disertai alasan yang dibenarkan maka wajib mengqada tanpa kafarat. Pandangan ini berbeda dengan mazhab Maliki yang mewajibkan kafarat dalam kondisi serupa.

Fidiah 

1. Mazhab Hanafi 

Menurut mazhab Hanafi jika seseorang menunda qada puasa hingga Ramadan berikutnya tanpa uzur, maka ia tidak diwajibkan membayar fidiah, cukup mengqada puasa yang ditinggalkan.

2. Mazhab Syafi’i

Menurut mazhab Syafi’i jika seseorang menunda qada puasa tanpa adanya uzur hingga Ramadan berikutnya mewajibkan pelaku untuk mengqada dan membayar fidiah. Fidiahnya berupa memberi makan satu orang miskin untuk setiap puasa yang ia tinggalkan.

Perbedaan-perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan dalam metode istinbat hukum yang digunakan oleh masing-masing mazhab, seperti perbedaan dalam penafsiran dalil dan penerapan qiyas. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami pandangan mazhab yang mereka ikuti dan berkonsultasi dengan ulama setempat dalam mengamalkan ibadah puasa sesuai dengan kondisi pribadi dan lingkungan masing-masing.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI).

Sentimen: negatif (66.7%)