Sentimen
Netral (86%)
17 Mar 2025 : 06.44
Informasi Tambahan

Institusi: UNHAN

Partai Terkait
Tokoh Terkait
TB Hasanuddin

TB Hasanuddin

UU TNI Digugat ke MK Saat Revisi Bergulir

17 Mar 2025 : 06.44 Views 77

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

UU TNI Digugat ke MK Saat Revisi Bergulir

UU TNI Digugat ke MK Saat Revisi Bergulir Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) di tengah revisi yang sedang bergulir di DPR RI Gugatan ini dilayangkan oleh Mhd. Halkis , Guru Besar Filsafat Universitas Pertahanan RI. Alasan Halkis menggugat aturan tersebut adalah karena menilai mengekang hak-hak prajurit yang bertentangan dengan UUD 1945. "Uji materi UU TNI diajukan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan mengekang hak prajurit sebagai warga negara," kata Halkis, dikutip dari Antara , Sabtu (15/3/2025). Dilansir dari laman Mahkamah Konstitusi mkri.id, gugatan tersebut telah memasuki tahap permohonan dengan nomor 38/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Namun, karena belum masuk ke tahap registrasi perkara, dokumen permohonan belum bisa diakses secara langsung. Halkis, yang juga perwira aktif, menjelaskan bahwa dalam Pasal 2 huruf d UU TNI, mendefinisikan tentara profesional sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya. Definisi tidak berbisnis, tidak berpolitik praktis, dan lainnya dinilai tidak tepat secara logika karena menggunakan pendekatan negatif. Dia menilai, pasal itu tidak menjelaskan apa definisi tentara profesional secara positif, melainkan hanya menyebutkan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga ada kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme militer. "Tentara profesional harus dimaknai sebagai prajurit yang menjalankan tugas negara secara netral, berbasis kompetensi, dan memiliki hak dalam aspek ekonomi serta jabatan publik," katanya. Pokok-pokok gugatan Halkis ini santer dibicarakan dalam revisi UU TNI yang sedang dilaksanakan di DPR-RI. Salah satunya adalah hak prajurit TNI menduduki jabatan publik atau sipil yang semakin bertambah. Jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga tertentu sebenarnya telah diatur dalam UU TNI. Terdapat 10 kementerian/lembaga yang diperbolehkan, seperti Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Sekretaris Militer Presiden, Pertahanan Negara, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search And Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Namun, dalam bergulirnya Revisi UU TNI, jabatan yang bisa diemban prajurit aktif bertambah menjadi 16. Hal ini diungkapkan Anggota Panja RUU TNI Tb Hasanuddin saat ditemui di lokasi rapat, Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). Dia menjelaskan bahwa penambahan lembaga itu didasarkan pada kerawanan pengelolaan perbatasan, sehingga perlu ada peran TNI yang diberikan di tempat tersebut. TNI juga diusulkan mendapat tugas tambahan untuk operasi militer selain perang dalam pembahasan revisi UU tersebut. Hasanuddin menjelaskan, dalam UU TNI yang belum direvisi dijelaskan terdapat 14 tugas TNI dalam operasi militer non-perang. Tugas itu seperti mengatasi gerakan insurjensi, mengatasi gerakan terorisme, mengatasi gerakan separatisme, mengamankan wilayah perbatasan, dan mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis. Kemudian, melaksanakan tugas perdamaian dunia, mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, memberdayakan wilayah pertahanan, membantu tugas pemerintahan daerah, membantu kepolisian untuk ketertiban, membantu mengamankan tamu negara, membantu menanggulangi akibat bencana alam, membantu pencarian dan pertolongan, dan membantu pemerintah dalam mengamankan pelayaran dan penerbangan. Tugas yang berjumlah 14 ini kemudian bertambah tiga, yakni masalah narkotika, siber, dan yang tidak disebutkan. "Dari 17 (tugas) itu intinya, satu yang ke-15 adalah TNI punya kewajiban untuk membantu di dalam urusan siber. Pertahanan siber yang ada di pemerintah. Kemudian yang kedua mengatasi masalah narkotika. Kemudian yang lainnya, jadi ada tiga," kata Hasanuddin. Di samping itu, usul untuk membolehkan prajurit berbisnis lewat revisi UU TNI juga sempat dikemukakan oleh pihak TNI pada 2024 lalu. Ketika itu, Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro beralasan, karena ada aturan tersebut, prajurit tidak dapat membantu kegiatan usaha keluarganya, bahkan jika usaha yang dilakoni skalanya masih kecil-kecilan seperti membuka warung. "Prajurit dilarang terlibat di dalam kegiatan bisnis. Saya pasti mau enggak mau terlibat. Wong aku ngantar belanja dan sebagainya. Apakah kemudian ini eksis? Oleh karena itu, kami sarankan ini dibuang,” kata Kresno dalam acara "Dengar Pendapat Publik RUU TNI/Polri" yang diselenggarakan Kemenko Polhukam di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, 11 Juli 2024. Menurut dia, seharusnya yang dilarang berkegiatan bisnis adalah institusi TNI, bukan prajurit TNI. "Kita sarankan ini (Pasal 39 UU TNI huruf c dibuang, mestinya yang dilarang adalah institusi TNI untuk berbisnis. Tapi kalau prajurit, orang mau buka warung aja endak (enggak boleh)," ujar Kresno. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: netral (86.5%)