UNICEF: Stok Air di Gaza Mencapai Tingkat Kritis, Jutaan Nyawa Terancam Mati Kehausan - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM – Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) memperingatkan bahwa stok air di Gaza telah mencapai tingkat kritis yang parah.
Menurut pantauan UNICEF krisis air yang makin mencekik membuat 90 persen penduduk Gaza tidak bisa mendapatkan air minum yang aman.
Dengan hanya satu dari 10 orang saat ini yang hanya dapat mengakses air minum aman, sebagaimana dikutip dari Middle East Eye.
Situasi ini berbanding terbalik dengan situasi Gaza di bulan November 2024, di mana 600.000 penduduk Gaza sempat mendapatkan akses air minum bersih.
Namun pasca Menteri Energi Israel Eli Cohen memberikan instruksi ke Perusahaan Listrik Israel (IEC) untuk menghentikan pasokan listrik ke Gaza, Palestina mulai awal pekan ini, membuat stok air bersih menipis.
Ini karena pabrik desalinasi yang menghasilkan air minum 18.000 meter kubik air per hari untuk sebagian wilayah Gaza mandek beroperasi karena seperti stasiun pompa dan fasilitas pengolahan air kehilangan akses listrik.
Direktur eksekutif Gisha, Tania Hary mengatakan bahwa dampak pemadaman listrik membuat pabrik desalinasi tak lagi dapat menyediakan 18.000 meter kubik air per hari untuk wilayah Deir al-Balah di Gaza tengah.
1,8 Juta Warga Gaza Terancam
Imbas krisis air yang makin mencekik, PBB memperkirakan bahwa 1,8 juta warga di wilayah kantong Palestina itu terancam mengalami kehausan.
Selain karena pabrik desalinasi yang mandek beroperasi, krisis air semakin mengancam jutaan jiwa lantaran hampir 97 persen air yang tersedia di Jalur Gaza terkontaminasi limbah.
Ini berarti jutaan penduduk Gaza terpaksa hidup dengan air kotor.
Mereka harus menempuh perjalanan jauh, menanggung beban berat wadah air, hanya untuk mendapatkan sedikit air bersih.
Mengantisipasi terjadinya krisis air yang semakin mencekik pabrik tersebut diperkirakan akan menggunakan generator untuk menghasilkan sekitar 2.500 meter kubik per hari.
Namun UNICEF menekankan bahwa situasi saat ini bisa semakin memburuk apabila Israel tak kunjung membuka blokade aliran listrik ke Gaza.
Merespon tindakan Israel, Arab Saudi mengecam keras pemutusan listrik di Gaza oleh Israel.
Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan tindakan Israel ini telah melanggar hukum humaniter Internasional.
"Kerajaan menegaskan kembali penolakan mutlaknya terhadap pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Israel," kata Kementerian Luar Negeri Saudi, dikutip dari Anadolu.
Kecaman serupa juga dilontarkan Pemerintah Mesir yang mengutuk tindakan Israel, menyebutnya sebagai pelanggaran hukum humaniter internasional.
Selain mengecam pemutusan listrik, Mesir juga menilai kebijakan hukuman kolektif yang diambil oleh Israel, termasuk menangguhkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, tidak dapat diterima, tulis pernyataan itu.
"Mesir mengecam pemutusan aliran listrik ke Jalur Gaza. Ini sebuah pelanggaran baru terhadap hukum kemanusiaan internasional dan Konvensi Jenewa Keempat (tentang perlindungan warga sipil)," kata Kementerian Luar Negeri Mesir.
Senada dengan yang lainnya, kelompok bantuan dan aktivis hak asasi manusia menuduh Israel melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum humaniter internasional karena menghentikan bantuan.
Hind Khoudary dari Al Jazeera melaporkan dari Kota Gaza bahwa meskipun serangan udara yang menghancurkan di Gaza telah berakhir, warga sipil terus menderita akibat blokade Israel yang telah berlangsung selama lebih dari satu minggu.
“Banyak warga Palestina tidak mampu membeli produk ini, dan sebagian besar penduduk Gaza saat ini bergantung pada bantuan pangan.
“Makanan, air, dan listrik, semua aspek kehidupan Palestina terkena dampak tindakan Israel,” kata Khoudary, seraya menambahkan bahwa situasi di lapangan masih “sangat buruk”
(Tribunnews.com / Namira)
Sentimen: negatif (100%)