Sentimen
Positif (72%)
10 Mar 2025 : 13.01
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Bekasi

Peneliti Kajima Technical Research Institute:  Perubahan Tata Guna Lahan Perparah Banjir di Bekasi - Halaman all

10 Mar 2025 : 13.01 Views 21

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Metropolitan

Peneliti Kajima Technical Research Institute:  Perubahan Tata Guna Lahan Perparah Banjir di Bekasi - Halaman all

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Banjir besar yang melanda Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sejak 3 Maret 2025 telah menggenangi 24 desa di 13 kecamatan.

Tingginya curah hujan ekstrem serta perubahan tata guna lahan disebut sebagai faktor utama yang memperparah kondisi banjir di wilayah tersebut.

Peneliti Water Network Initiative & Researcher di Kajima Technical Research Institute Jepang, Maulana Ibrahim Rau mengatakan, banjir ini menunjukkan dampak nyata dari perubahan tata guna lahan dan fenomena iklim ekstrem.

"Konversi lahan menjadi permukiman dan kawasan industri mengurangi kapasitas tanah dalam menyerap air, menyebabkan aliran air yang lebih besar dan tak tertampung oleh sistem drainase maupun sungai," kata Maulana Ibrahim dalam keterangan tertulis, Senin (10/3/2025).

Bahkan, beberapa titik bahkan mengalami banjir setinggi dua meter, terutama di sepanjang DAS Kali Bekasi yang kini menjadi perhatian utama.

Kata Maulana, mengutip data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan yang mencapai 232 mm di Katulampa tergolong ekstrem, melebihi batas 150 mm.

"Kajian kami tahun 2021 menyebutkan bahwa curah hujan lebih dari 230 mm per hari dalam DAS Kali Bekasi memiliki periode ulang 100 tahun," katanya.

Artinya, kata dia meskipun probabilitasnya hanya 1 persen dalam satu tahun, kejadian serupa tetap dapat terjadi kapan saja, terutama dengan meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.

“Perubahan iklim memengaruhi pola hujan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem. Oleh karena itu, solusi jangka panjang sangat diperlukan untuk mengurangi dampak banjir,” kata Maulana.

Solusi Mitigasi Banjir

Maulana menekankan pentingnya menjaga area resapan air, memastikan kebersihan drainase, serta memanfaatkan floodplain sebagai wilayah tampungan air alami.

Ia juga mengusulkan pengembangan sistem mitigasi banjir yang lebih terintegrasi, seperti Kebijakan Satu Peta Banjir.

"Inisiatif ini bertujuan menyediakan informasi yang akurat dan mudah diakses oleh masyarakat terkait daerah rawan banjir dan strategi mitigasi yang dapat diterapkan," katanya.

Kebijakan ini dapat dikembangkan dari program Satu Peta Nasional yang telah dijalankan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), dengan menambahkan detail lebih spesifik terkait pola aliran air dan potensi banjir di berbagai wilayah.

“Dengan adanya peta ini, masyarakat dapat lebih siap menghadapi potensi banjir dan mengambil langkah mitigasi yang tepat,” kata Maulana.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah berupaya mengatasi bencana ini.

Namun, mitigasi bencana hanya bisa efektif dengan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan dan mendukung kebijakan pencegahan banjir.

Saat ini, langkah penanganan darurat terus dilakukan di Kabupaten Bekasi untuk membantu warga yang terdampak.

"Namun, agar kejadian serupa tidak terus berulang, solusi jangka panjang dan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, serta masyarakat menjadi kunci utama dalam menghadapi ancaman banjir akibat perubahan iklim di masa depan," katanya.

Sentimen: positif (72.7%)