Sentimen
Negatif (66%)
7 Mar 2025 : 07.48
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: New York

Trump Makin Beringas, Ancam Bakal Deportasi 240 Ribu Warga Ukraina yang Cari Perlindungan ke AS - Halaman all

7 Mar 2025 : 07.48 Views 41

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

Trump Makin Beringas, Ancam Bakal Deportasi 240 Ribu Warga Ukraina yang Cari Perlindungan ke AS - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mendeportasi atau mencabut status hukum sementara untuk sekitar 240.000 orang Ukraina yang melarikan diri ke AS.

Rencana Trump diungkap seorang pejabat senior Trump dan tiga sumber yang akrab dengan masalah tersebut pada Kamis (6/3/2025).

Deportasi massal akan mulai dilakukan Trump paling cepat pada April 2025, sebagai bagian dari kebijakan luas pemerintahan Trump untuk mengakhiri program pembebasan bersyarat kemanusiaan yang diberikan Presiden  sebelumnya Joe Biden terhadap warga Ukraina.

"Ini bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk mencabut status hukum lebih dari 1,8 juta migran yang diizinkan memasuki AS di bawah program pembebasan bersyarat kemanusiaan sementara yang diluncurkan di bawah pemerintahan Biden," kata salah satu sumber, dikutip dari New York Post.

Sebelum kebijakan deportasi diberlakukan, pada era presiden Joe Biden, Gedung Putih sempat membuka program pembebasan bersyarat bagi warga Ukraina yang ingin tinggal sementara di AS selama perang dengan Rusia berlangsung.

Program ini mulai dibuka sejak 2022 silam, memungkinkan lebih dari 1,8 juta warga Ukraina untuk memasuki AS dengan status perlindungan sementara.

Joe Biden merancang program pembebasan bersyarat ini untuk memberikan jalur hukum sementara guna mencegah imigrasi ilegal dan memberikan bantuan kemanusiaan.

Alasan Trump Depak Warga Ukraina

Akan tetapi buntut perseteruan panas yang terjadi antara Presiden Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada pekan lalu, Trump kini semakin keras dengan Ukraina.

Meski begitu, Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri AS Tricia McLaughlin dengan tegas menolak pernyataan yang menyebut Trump melakukan deportasi karena ada kaitannya dengan adu mulut yang terjadi dengan Zelensky.

Lantaran pencabutan perlindungan bagi warga Ukraina sedang berlangsung sebelum Trump secara terbuka berselisih dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky minggu lalu.

Hal tersebut dilakukan sesuai perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada tanggal 20 Januari, meminta Departemen Keamanan Dalam Negeri AS untuk menghentikan semua program yang terkait perlindungan era Biden.

Termasuk mencabut pembebasan bersyarat bagi warga Ukraina.

Tak hanya itu deportasi juga akan diberlakukan bagi 530.000 warga Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela yang tiba di AS pada Mei 2023 dan menetap di DeWitt, Iowa.

Menurut email internal Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), migran yang kehilangan status pembebasan bersyaratnya dapat menghadapi deportasi cepat tanpa batasan waktu tertentu.

Adapun imigran yang dimaksud ialah mereka Mereka yang memasuki AS melalui jalur resmi tetapi tanpa status penerimaan resmi.

Kebijakan Trump Picu Kekhawatiran

Keputusan ini memicu kekhawatiran di kalangan imigran yang sebelumnya dilindungi oleh kebijakan Biden.

Bahkan banyak dari mereka kini menghadapi ketidakpastian mengenai status hukum mereka di AS.

Seperti Liana Avetisian, salah satu warga Ukraina yang kabur ke AS bersama suaminya, dan putrinya yang berusia 14 tahun.

Avetisian kini tengah dibayangi ketidakpastian. Avetisian yang bekerja di bidang real estate di Ukraina dan suaminya bekerja konstruksi melarikan diri dari Kyiv pada Mei 2023.

Ia memutuskan untuk memulai kehidupan baru di AS dan membeli rumah di kota kecil DeWitt, Iowa.

Namun saat ini mereka terancam harus angkat kaki dari AS padahal telah menghabiskan sekitar 4.000 dolar AS untuk biaya pendaftaran guna memperbarui pembebasan bersyarat dan mencoba mengajukan program lain yang dikenal sebagai Status Perlindungan Sementara.

"Kami tidak tahu harus berbuat apa, saya merasa pusing karena khawatir dengan situasi ini,” kata Avetisian.

Kekhawatiran serupa juga diungkap Rafi, mantan perwira intelijen Afghanistan yang memasuki AS secara legal pada Januari 2024 melalui aplikasi CBP One.

Ia memperoleh status pembebasan bersyarat selama dua tahun. Namun, pada 13 Februari, saat menghadiri pertemuan rutin di kantor ICE, statusnya dicabut dan ia langsung ditahan.

Rafi telah mengajukan permohonan suaka dan dijadwalkan menghadiri sidang pada April.

Pengacaranya meminta ICE untuk membebaskannya, menekankan bahwa ia tidak memiliki catatan kriminal dan memiliki kasus suaka aktif terkait pekerjaannya dengan militer AS di Afghanistan.

Namun, ICE menolak permintaan tersebut, dengan menyatakan bahwa kebijakan prioritas imigrasi saat ini berakhir pada 20 Januari 2025, bertepatan dengan pelantikan Trump.

(Tribunnews.com / Namira)

Sentimen: negatif (66.7%)