Sentimen
Netral (99%)
5 Mar 2025 : 13.25
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak, Rezim Orde Baru

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Senayan

Keterwakilan Perempuan Minim, Puskapol UI Sodorkan Sistem Pemilihan Campuran

5 Mar 2025 : 13.25 Views 14

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

Keterwakilan Perempuan Minim, Puskapol UI Sodorkan Sistem Pemilihan Campuran

Jakarta -

Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Dalam rapat, peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengusulkan sistem pemilu yang semula proporsional terbuka menjadi sistem pemilihan campuran.

"Sebetulnya Puskapol sejak 2014 mendorong sistem proposional terbuka karena semangatnya pemilu itu bisa diberikan pilihan untuk memilih caleg secara langsung jadi dia bisa mengenal siapa sih yang mereka pilih itu," kata peneliti Puskapol UI Delia Wildianti dalam RDPU dengan Komisi II DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).

Kendati demikian, Delia melihat sistem proporsional terbuka membatasi keterwakilan perempuan di dalam kontestasi politik. Delia menyinggung studi di beberapa negara di mana keterwakilan perempuan justru dapat didorong melalui sistem proporsional tertutup.

"Beberapa studi yang kami pelajari di beberapa negara, memang sistem proporsional terbuka tidak kompatibel mendorong keterwakilan perempuan. Justru yang kompatibel mendorong keterwakilan perempuan itu adalah sistem proporsional tertutup karena di dalamnya bisa ada kebijakan kuota dan juga ada kebijakan zipper system yang bisa memperkuat keterwakilan perempuan," tambahnya.

Delia menilai pertimbangan dari sistem pemilu Indonesia ke depan bukan hanya berdasarkan terbuka atau tertutup. Mereka menyatakan Indonesia bisa menganut sistem pemilihan campuran untuk mengakomodasi dua pilihan yang ada.

ADVERTISEMENT `; var mgScript = document.createElement("script"); mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push(["_mgc.load"])})(window,"_mgq");`; adSlot.appendChild(mgScript); }, function loadCreativeA() { var adSlot = document.getElementById("ad-slot"); adSlot.innerHTML = ``; console.log("πŸ” Checking googletag:", typeof googletag !== "undefined" ? "βœ… Defined" : "❌ Undefined"); if (typeof googletag !== "undefined" && googletag.apiReady) { console.log("βœ… Googletag ready. Displaying ad..."); googletag.cmd.push(function () { googletag.display('div-gpt-ad-1708418866690-0'); googletag.pubads().refresh(); }); } else { console.log("⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script..."); var gptScript = document.createElement("script"); gptScript.src = "https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js"; gptScript.async = true; gptScript.onload = function () { console.log("βœ… GPT script loaded!"); window.googletag = window.googletag || { cmd: [] }; googletag.cmd.push(function () { googletag.defineSlot('/4905536/detik_desktop/news/static_detail', [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], 'div-gpt-ad-1708418866690-0').addService(googletag.pubads()); googletag.enableServices(); googletag.display('div-gpt-ad-1708418866690-0'); googletag.pubads().refresh(); }); }; document.body.appendChild(gptScript); } } ]; var currentAdIndex = 0; var refreshInterval = null; var visibilityStartTime = null; var viewTimeThreshold = 30000; function refreshAd() { var adSlot = document.getElementById("ad-slot"); if (!adSlot) return; currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length; adSlot.innerHTML = ""; // Clear previous ad content ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad console.log("πŸ”„ Ad refreshed:", currentAdIndex === 0 ? "Creative B" : "Creative A"); } var observer = new IntersectionObserver(function(entries) { entries.forEach(function(entry) { if (entry.isIntersecting) { if (!visibilityStartTime) { visibilityStartTime = new Date().getTime(); console.log("πŸ‘€ Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik..."); setTimeout(function () { if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() - visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) { console.log("βœ… Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh..."); refreshAd(); if (!refreshInterval) { refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000); } } }, viewTimeThreshold); } } else { console.log("❌ Iklan keluar dari layar, reset timer."); visibilityStartTime = null; if (refreshInterval) { clearInterval(refreshInterval); refreshInterval = null; } } }); }, { threshold: 0.5 }); document.addEventListener("DOMContentLoaded", function() { var adSlot = document.getElementById("ad-slot"); if (adSlot) { ads[currentAdIndex](); // Load the first ad observer.observe(adSlot); } });

Adapun sistem campuran menggabungkan sistem mayorotarian yakni wakil rakyat dipilih berdasarkan suara terbanyak di suatu daerah pemiihan dapil. Sedangkan sistem proporsional, yakni kursi dibagi berdasarkan jumlah suara yang didapat partai.

"Terkadang kita terjebak antara pilihan terbuka atau tertutup hanya itu dua opsinya padahal di dalam literatur politik itu ada banyak varia-varian lain yang bisa kita exercise jadi pilihannya tidak hanya terbuka atau tertutup," ujar Delia.

"Terbuka kita sudah menjalankan dan implikasinya tadi ada praktik politik uang, kompetisi yang tidak sehat internal partai dan sebagainya. Proporsional tertutup kita sudah menyelenggarakan di era Orde Baru bagaimana misalnya ada ketidaktransparanan dan lain sebagainya. Itu terjadi, jadi kalau Puskapol dari studi yang kami lakukan kita bisa coba exercise untuk opsi alternatif perubahan sistem proporsional terbuka menjadi sistem pemilih campuran," imbuhnya.

Sentimen: netral (99.9%)