Sentimen
Negatif (88%)
4 Mar 2025 : 18.29
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Ramadhan

Maqasid Al-Siyam, Menggali Relevansi Puasa Sebagai Solusi Holistik Problematika Masyarakat

4 Mar 2025 : 18.29 Views 23

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

Maqasid Al-Siyam, Menggali Relevansi Puasa Sebagai Solusi Holistik Problematika Masyarakat

Jakarta, Beritasatu.com - Al-Ṣiyām atau dalam Bahasa Indonesia bermakna ‘puasa’ merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki berbagai dimensi. Dalam konteks historis, kewajiban ini mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah, tepatnya pada bulan Syakban. Sejak saat itu puasa menjadi bagian penting dalam kehidupan kaum muslimin, tidak hanya dalam konteks spiritual, tetapi semakin menguat dalam konteks sosial.

 Dalam tinjauan normatif, puasa dimaknai dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat tertentu selama sehari penuh yang memungkinkan untuk berpuasa, di mana dilakukan oleh seorang muslim yang berakal serta suci dari haid dan nifas. Namun, puasa tidak hanya berkutat pada sisi normatif, bahkan jauh melampaui hal itu. Puasa tidak lagi menjadi sektor privat setiap muslim, tetapi juga secara komunal memberikan dampak secara signifikan.

Jika ditinjau dari aspek maqāṣid al-syarī’ah, puasa (al-ṣiyām) tidak lagi sekadar menahan diri dari makan dan minum sebagai bagian dari memelihara keberlangsungan syariat agama (ḥifz al-dīn), tetapi juga bertujuan membentuk karakter, memperkuat solidaritas sosial, dan tentunya meningkatkan ketakwaan seperti tujuan utama rukun Islam ini disyariatkan.

Konteks masyarakat modern menghadirkan tantangan baru yang membuat pemahaman terhadap maqāṣid al-ṣiyām menjadi semakin relevan, seperti perubahan gaya hidup, tantangan kesehatan, dan dinamika sosial yang kompleks. Karena itu, perlu melihat secara utuh tujuan syariat puasa ini diturunkan yang mencakup berbagai aspek dalam kehidupan manusia dan bagaimana syariat yang sudah dikerjakan selama 14 abad ini semakin memiliki relevansi dengan masyarakat modern.

Maqāṣid Ruhani dan Psikologis (مقاصد الروحاني والنفسي)

Puasa memiliki peran utama dalam membentuk kesadaran spiritual dan kedisiplinan diri. Dalam era modern yang penuh distraksi digital dan tekanan psikologis akibat gaya hidup cepat, ṣiyām (puasa) berfungsi sebagai mekanisme detoksifikasi mental dan spiritual. Allah Swt berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣ 

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)

Berbagai problem terjadi pada masyarakat modern yang  menyebabkan gangguan-gangguan psikologis. Misalnya stres dan depresi yang disebabkan persaingan dan tekanan kerja yang tinggi, kecemasan berlebihan (anxiety disorder) karena ketidakpastian karier, ketergantungan kepada media sosial sehingga menyebabkan overthinking karena selalu menganggap diri sendiri selalu lebih rendah dibanding orang lain, dan problem-problem psikologis lainnya yang sering terjadi pada masyarakat modern, khususnya masyarakat perkotaan. Karena itu, perlu mengembalikan fokus masyarakat dari pikiran-pikiran negatif ini menuju pikiran-pikiran yang positif.

Dalam psikologi dikenal teori mindfulness yang dapat menurunkan kecemasan yang disebabkan berbagai pikiran negatif yang memenuhi alam pikir masyarakat modern. Secara sederhana, mindfulness ini diartikan sebagai sebuah usaha memfokuskan seluruh perhatian secara sadar terhadap kondisi atau keadaan saat ini tanpa memberikan penghakiman pada diri sendiri. Seseorang yang memiliki mindful cenderung dapat mengalihkan perhatiannya kepada hal-hal yang dianggap berarti sehingga mampu mengendalikan emosi.

Bagi masyarakat modern, puasa bisa dijadikan sebagai tujuan mindful ini, di mana ketika bulan Ramadhan tiba, setiap muslim perkotaan perlu memfokuskan diri kepada ibadah yang sangat berarti ini sehingga dapat mengurangi stres, kecemasan, hingga overthinking yang selama ini menghantui. Sejatinya, puasa mampu mengendalikan emosi sehingga dapat menghilangkan stres, kecemasan, hingga kemarahan sehingga dapat meningkatkan fokus dan mengembalikan keseimbangan hidup. Dalam satu kasus Rasulullah Saw memberikan gambaran bagaimana puasa ini dapat mengendalikan emosi menjadi lebih stabil,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ. 

“Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan jangan pula bertengkar. Jika ada seseorang yang mencaci maki atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” (HR. Nasa’i)

Karena itu, puasa bisa menjadi solusi penting untuk mengembalikan keseimbangan hidup masyarakat modern yang selama ini disibukkan dengan berbagai pikiran negatif yang tidak berujung.

Sentimen: negatif (88.9%)