Sentimen
Negatif (99%)
3 Mar 2025 : 19.19
Informasi Tambahan

Event: Zakat Fitrah

Kasus: korupsi

Besarannya hingga 5 Persen dari Kredit

3 Mar 2025 : 19.19 Views 18

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Besarannya hingga 5 Persen dari Kredit

PIKIRAN RAKYAT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam menjalankan praktik rasuah ini, pihak debitur memakai kode ‘uang zakat’ dalam pemberian uang ke direksi LPEI demi melancarkan pencairan kredit.

“Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi menyatakan bahwa memang ada namanya uang zakat yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 3 Maret 2025.

Budi menyebut, kode uang zakat untuk direksi LPEI itu juga terkonfirmasi dari Barang Bukti Elektronik (BBE) yang telah disita oleh KPK. Setelah menerima uang, direksi LPEI memberikan tanda tangan terkait pengusulan kredit tersebut.

“Kurang lebihnya seperti itu, besarannya antara 2,5 sampai 5 persen dari kredit yang diberikan kembali lagi kepada para direksi di LPEI,” ucap Budi.

KPK Tetapkan 5 Tersangka, Kerugian Negara Rp11,7 Triliun 

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dua tersangka adalah pihak LPEI sedangkan tiga lainnya merupakan debitur, tetapi lembaga antirasuah belum menahan seluruh tersangka.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, identitas lima tersangka adalah Dwi wahyudi (Direktur pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana 4 LPEI), Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), dan Susy mira dewi sugiarta (Direktur PT Petro Energy).

“Saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini,” kata Budi.

Budi mengatakan, LPEI memberikan fasilitas kredit kepada 11 debitur yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun. Lembaga antirasuah mencium adanya konflik kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE karena mudahnya proses pemberian kredit.

“Siduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT PE) dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit,” ucap Budi.

Budi mengungkapkan, direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Selain itu, direktur LPEI juga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

“PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. PT PE Melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK)” ucap Budi.

Fasilitas Kredit Tidak Digunakan Sesuai Peruntukan 

Lebih lanjut Budi menuturkan, PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI. Akibat praktik kotor ini, kerugian negara dalam pemberian kredit ke PT PE mencapai 60 juta Dolar Amerika Serikat atau Rp900 miliar.

“Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar $ USD 60 juta,” ujar Budi.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Sentimen: negatif (99.9%)