Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung
Keselamatan Transportasi Hal Paling Mendasar
Fortuneidn.com
Jenis Media: News

Jakarta, FORTUNE - Ketika mendirikan McEasy pada 2017, Raymond Sutjiono dan Hendrik Ekowaluyo bermimpi memiliki perusahaan yang bisa berkiprah secara global. Tidak mudah, memang, tapi sesungguhnya bisa dikerjakan. Tentunya tidak dengan serta-merta, tapi sejengkal demi sejengkal, seperti dilakukan oleh banyak perusahaan terkemuka.
Sejauh ini, gambaran tentang gerak perusahaan itu cukup menjanjikan. Pada tahun lalu, perusahaan berbasis internet of things (IoT) dan software as a service (SaaS) itu menjadi satu dari delapan perusahaan asal Indonesia yang masuk jajaran Forbes Asia 100 To Watch 2024. Lalu, setelah mengantongi ISO 27001:2022 pada 2023, tahun lalu pula McEasy meraih sertifikasi ISO 9001:2015 dari Bureau Veritas Indonesia. Plus, usai mendapat pendanaan Seri A+ dari East Venture dan Granite Asia, McEasy beroleh pendanaan dari InnoVen Capital SEA. Kliennya ribuan, dari skala besar hingga kecil.
Raymond—sang direktur utama—dan Hendrik, yang merupakan direktur keuangan, adalah sejawat yang baru bertemu ketika sama-sama bersekolah di Amerika Serikat pada Jurusan Teknik Mesin di Purdue University. Kepada Fortune Indonesia, Raymond mengatakan dia sebenarnya tidak seberapa giat mengutak-atik mesin, tapi tertarik dengan bagaimana suatu mesin bisa terbentuk. "Kalau saya senangnya critical thinking, kenapa bisa begini, kenapa begitu. Bagaimana cara kerja mesin pesawat sehingga bisa terbang, misalnya," ujarnya.
Pada 2014, mereka pulang ke Indonesia dan membantu usaha keluarga. Namun, di luar jam kerja regulernya, keduanya merintis usaha yang kemudian menjadi McEasy. "Pada awalnya kami sering pergi ke ITS untuk cari orang yang memang punya kemampuan untuk bantu-bantu. Ngerti elektronik, ngerti mekanikal. Kami ngobrol dengan orang-orang yang mumpuni di ITS dan bilang ke mereka ingin bikin bisnis high-tech," katanya.
Berikut petikan wawancara Fortune Indonesia dengan Raymond Sutjiono, Co-Founder & CEO McEasy, yang telah disunting demi kejelasan dan kejernihan.
Mengapa mau membangun McEasy?
Kami memang fokusnya ke aktivitas yang berkaitan dengan IoT, tracking, GPS, tapi sebenarnya dari awalnya visi kami besar: bagaimana problem transportasi di Indonesia bisa kami digitalisasikan. Yang kami mampu, karena punya pemahaman dan skill yang cocok, ya di tracking business. Namun, seiring waktu, kami merasa enggak bisa berhenti di situ. Berbarengan dengan kian bertambahnya pelanggan, kami merasa ada semakin banyak pula peluang lain.
Lalu, mengapa pilih berfokus ke logistik?
Kembali lagi ke market. Paling besar di situ. Kendaraan komersial di Indonesia [konsentrasi] paling besar di logistik. Bisa dibilang 80-90 persen kendaraan komersial di sini dimanfaatkan untuk pengiriman barang.
Waktu memulai ini, apa yang Anda tawarkan kepada calon klien?
Pada saat masuk, karena kami B2B, penginnya dapat klien besar. Pada saat [melakukan pendekatan] ke mereka, tentunya kami menawarkan solusi yang kami punya, dengan full-service, dan skema pembayaran bulanan. Kami juga menawarkan cerita mengenai apa yang akan kami berikan pada masa mendatang, yang tidak akan didapatkan dari kompetitor kami. Kami benar-benar memberikan jaminan bahwa solusi yang kami berikan dapat menyelesaikan masalah mereka.
Klien besar pertama sekali yang kami dapatkan, yang hingga sekarang masih, adalah Jackal Holidays dari Bandung. Itu 2019. Dulu saya belum tahu bagaimana menyiapkan kontrak software. Saya dan partner bikin draft [kontrak] sendiri. Karena [saya] lebih [fokus] ke segi penjualan, saya terbang ke Bandung dan bertemu pemiliknya. Saya datang, tawarkan, dan tanda tangani kontrak saat itu juga.
Tantangan apa yang paling pelik yang pernah dihadapi perusahaan?
Ada dua, dan yang pertama lebih menyangkut orang. Perusahaan kami ini menawarkan solusi. Kami harus bisa menerjemahkan visi kami menjadi suatu produk yang bisa dijual ke pelanggan dengan layanan dan jaminan yang OK. Mesti punya tim yang jago untuk ini, kan? Tantangannya akhirnya bagaimana mencari orang yang tepat untuk bisa di situ.
Tentunya dengan adanya funding membantu juga. Cuma bisa dibilang kompetensi untuk yang berhubungan dengan teknologi tinggi ini masih cukup early di Indonesia. Jadi, kami harus sabar untuk ngajarin tim, enggak menutup diri untuk belajar dari luar, dan tim juga harus bisa terbuka.
Yang kedua, tidak mudah menjual produknya. Harus menjadi suatu kebiasaan terlebih dahulu. Dulu kami cuma hire orang dan menawarkan gaji tinggi, karena kami pikir kami bisalah mengerjakannya. Ternyata, enggak bisa begitu juga karena kami menawarkan hal yang tidak sederhana. Orang itu juga harus paham pasarnya seperti apa.
Jadi, akhirnya dari seleksi pun kami harus benar-benar mencari orang yang pas. Belum tentu orang yang sudah berpengalaman di industri bisa. Bahkan, orang yang cuma punya pengalaman satu-dua tahun, tapi mau belajar, sikapnya bagus, dan kemampuan pikirnya tinggi, mungkin kami bisa ambil. Kami bisa didik di sini.
Teknologi macam apa nanti yang kira-kira bisa menjadi game changer bagi perkembangan McEasy?
Ada beberapa hal kalau mengenai itu. Kalau kita lihat yang memang menarik sekarang ini, terutama di transportasi, itu bagaimana kita bisa membuat transportasi yang aman, karena safety in transportation itu hal yang sangat mendasar.
Perusahaan-perusahaan di Barat sering bicara tentang route optimization, AI untuk supply chain segala macam untuk integrasi. Tapi di balik itu semua, sebenarnya yang menjadi satu kepentingan yang sama dari pemerintahan, perusahaan, institusi, hingga penduduk adalah safety. Di seluruh dunia yang saya lihat semuanya penerapan terhadap keselamatan.
Contohnya, kami punya kamera pintar yang kami sebut Track Vision. Dengannya, kami bisa mengingatkan para driver untuk selalu bisa menyetir dengan benar. Paling simpel, bisa mengingatkan kalau sopir itu ngantuk.
Kami punya control tower seperti di kereta atau bandara. Dari situ, bisa kelihatan apa yang terjadi dengan sopir, bagaimana kebiasaannya ketika mengemudi. Jadi, kami memberikan cuplikan-cuplikan notifikasi dari alat kami itu mengenai mana sopir yang disiplin atau tidak. Klien kami mungkin bisa mendisiplinkan sehingga safety itu bisa terbentuk.
Sebenarnya ada juga perusahaan skala besar yang sudah punya control tower ini, tapi solusi simpel seperti yang kami tawarkan mereka masih kurang atau tidak menemukan. Demand itu sebenarnya sudah ada, tapi solusi tepat untuk memantau behavior sopir, apakah menyetir dengan disiplin atau tidak, belum ketemu.
Apa visi jangka panjang McEasy?
Saya melihatnya dengan dua angle. Saya dan Hendrik ingin membuat perusahaan yang berskala global. Kami bisa mengimplementasikan suatu solusi yang tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi juga dunia. Lalu, bagaimana penerapannya kalau di Indonesia?
Karena kami berfokus pada otomotif, logistik, dan solusi digitalisasi, kami pengin melihat bagaimana kami bisa menghubungkan semua kendaraan dengan ekosistem digital. Itu suatu kendala yang kami lihat penanganannya masih sangat lemah di Indonesia.
Buat customer, secara ekosistem untuk logistik kita yang datang untuk memberikan solusi itu, bukan cuma software. Tapi karena dari sisi software kami sudah cukup sukses, bagaimana kami bisa memberikan solusi lain, seperti ke arah sparepart solution.
Nanti ke depannya, hal apa saja yang dibutuhkan oleh departemen logistik, kami bisa masuk secara ekosistem. Kenapa kita bisa ke situ? Karena kami punya data. Kami paham semakin banyak customer pakai solusi kami, semakin lengkap datanya. Kami tahu bagaimana memberikan saran kepada mereka.
Jadi, tujuan akhirnya bukan hanya jualan, tapi memungkinkan customer untuk cost saving.
Barusan Anda menyinggung tentang sparepart solution. Boleh elaborasi tentang itu?
Dengan adanya solusi ini, sebenarnya kami punya inspirasi bagaimana sih sebenarnya kami bisa membantu customer untuk mengurangi cost mereka dari pembelian suatu sparepart.
Kami juga melihat problemnya adalah biaya sparepart itu mahal dari sisi customer, terutama yang fast moving, di ban, oli, dan beberapa hal-hal lain. Itu mahal karena bisa dibilang faktor terbesarnya tidak ada pengontrol yang baik. Misalnya, ban yang gampang kita tahu ketika tekanannya tidak dikontrol dengan benar.
Lalu, bagaimana suatu teknologi digunakan untuk memantau ada kendala di perjalanan, dan headquarter-nya tidak tahu. Bisa dibuat suatu reminder bahwa [ban] ini saatnya ganti. Ini saatnya banyak dirotasi. Tujuannya, kendaraan tersebut bisa lebih sehat, dan akhirnya memangkas biaya pemeliharaan.
Apa pencapaian terbaik McEasy sejauh ini?
Pencapaian sih bisa dibilang banyak. Cuma kalau balik lagi ke basic gimana pencapaian tersebut, kami bisa dapatkan customer; dipercaya oleh customer sebanyak ini. Sampai sekarang lebih dari 95 persen dari customer itu loyal dengan kami.
Kami banyak customer berskala menengah, tapi juga enggak sedikit customer yang besar.
Itu menurut saya pencapaian yang menarik. Customer di Indonesia butuh kombinasi solusi antara yang bisa memberikan teknologi level tertentu yang bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan, dan bagaimana kami bisa memberikan service ketika ada yang tidak sesuai dengan mereka.
Dengan meningkatnya permintaan untuk logistik hijau, bagaimana McEasy mempersiapkan diri memenuhi tren keberlanjutan?
Kami sudah punya platform yang bisa mengukur, misalnya, emisi karbon. Tinggal nanti kepada kebutuhan, kami bisa memunculkan itu karena kami sudah punya data. Ketika perusahaan ditantang untuk bisa green, platform kami mengarah ke sana.
Pada dasarnya untuk bisa mengetahui emisi, tentunya harus tahu perjalanannya, harus tahu behavior kendaraannya seperti apa, kendaraan tipenya bagaimana, nyetirnya seperti apa. Itu semua kami bisa tahu.
Lalu, bagaimana dengan upaya kami membantu pengurangan gas buang? Solusi kami tentunya bagaimana membantu efisiensi pada customer dalam mengoptimalkan bahan bakar hingga 15 persen. Fleet utilization bisa sampai 30 persen. Ini berarti kami membantu customer mencapai poin ke A ke B dengan lebih hemat, dan akhirnya berdampak ke pengurangan gas buang.
Dari sisi personal, adakah kebiasaan pribadi yang membantu Anda dalam pengelolaan perusahaan?
Akhir-akhir ini saya lebih banyak berolahraga. Simpel. Itu supaya saya bisa lebih fresh. Lalu, mungkin pada akhir pekan saya cenderung melakukan refleksi diri. Menengok satu pekan ke belakang tentang apa yang harus saya perbaiki atau tingkatkan. Apa problem yang saya hadapi. Saya selalu berusaha untuk menjaga awareness. Saya menuliskan itu semua, dan itu saya anggap powerful.
Dari situ saya juga jadi bisa berpikir membuat strategi untuk ke depan. Apa yang dihadapi perusahaan, mana yang perlu ditingkatkan.
Sentimen: positif (100%)