Sentimen
Positif (100%)
3 Feb 2025 : 14.16
Informasi Tambahan

BUMN: PT Pertamina

Kebijakan Soal Elpiji 3 Kg Dinilai Keterlaluan: Masyarakat Miskin Makin Dipersulit Dapatkan Haknya  - Halaman all

3 Feb 2025 : 14.16 Views 36

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Ekonomi

Kebijakan Soal Elpiji 3 Kg Dinilai Keterlaluan: Masyarakat Miskin Makin Dipersulit Dapatkan Haknya  - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pemerintah membatasai penjualan elpiji 3 kilogram (kg) hanya di pangkalan resmi Pertamina, telah menyulitkan masyarakat.

Masyarakat tidak bisa lagi membeli gas melon di warung atau pengecer dekat rumahnya, karena telah dilarang pemerintah.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, pemerintah beralasan aturan baru ini dibuat untuk memastikan subsidi elpiji 3 kg tepat sasaran dan tidak dinikmati oleh mereka yang mampu.

Menurutnya, bagi masyarakat kelas bawah, elpiji 3 kg adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar, karena banyak dari mereka menggantungkan hidupnya pada gas bersubsidi ini untuk memasak di rumah maupun menjalankan usaha kecil-kecilan.

"Masyarakat miskin semakin dipersulit untuk mendapatkan apa yang selama ini sudah menjadi hak mereka," tutur Achmad kepada Tribunnews.com, Senin (3/2/2025).

Ia melihat, banyak warga yang harus berkeliling dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk mendapatkan satu tabung gas, dan hal ini sebagai bentuk kebijakan yang keterlaluan.

"Bayangkan jika mereka harus berhadapan dengan antrian panjang atau kuota yang sudah habis lebih dulu?  Ini jelas bukan kebijakan yang membantu, tetapi justru memperumit kehidupan rakyat kecil," tuturnya.

Dampak Terhadap Kelas Menengah: Efek Domino yang Tak Terhindarkan

Tak hanya kelas bawah yang merasakan dampaknya, kebijakan ini juga menimbulkan efek domino terhadap kelas menengah.

Achmad menyampaikan, banyak rumah tangga kelas menengah yang menggunakan elpiji 3 kg karena lebih ekonomis dibandingkan gas non-subsidi.

Dengan adanya pembatasan, mereka dipaksa untuk beralih ke elpiji ukuran lebih besar yang harganya jauh lebih mahal.

Kenaikan biaya rumah tangga ini akhirnya berdampak pada pengurangan pengeluaran di sektor lain. Kelas menengah yang biasanya memiliki daya beli lebih baik bisa mulai mengurangi konsumsi di sektor lain seperti hiburan, makanan, hingga pendidikan.

"Ini bisa berdampak lebih jauh pada ekonomi nasional, karena daya beli masyarakat menurun akibat kebijakan yang tidak berpihak pada mereka," katanya.

Achmad mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus pada pengawasan distribusi agar subsidi benar-benar tepat sasaran, bukan dengan membatasi atau menyulitkan akses masyarakat terhadapnya.

Jika pemerintah khawatir gas bersubsidi ini dinikmati oleh mereka yang tidak berhak, maka solusi terbaik bukanlah membuat kebijakan yang mempersulit rakyat kecil, melainkan memperbaiki sistem pengawasan dan distribusi.

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memastikan bahwa data penerima subsidi benar-benar valid dan diperbarui secara berkala. Pemerintah bisa memanfaatkan teknologi digital yang lebih efisien untuk memastikan bahwa subsidi diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak.

Bukannya menerapkan kebijakan yang kaku dan menyulitkan, lebih baik pemerintah memperluas cakupan subsidi agar masyarakat yang benar-benar membutuhkan bisa dengan mudah mendapatkannya.

Selain itu, solusi lain yang bisa diterapkan adalah menerapkan sistem subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak.

"Daripada membatasi jumlah tabung yang bisa dibeli atau menerapkan syarat administrasi yang membingungkan, lebih baik jika subsidi diberikan dalam bentuk bantuan tunai atau voucher gas," tuturnya.

Dengan begitu, Achmad menyebut, masyarakat miskin tetap bisa membeli LPG 3kg tanpa harus dipersulit oleh aturan yang berbelit-belit.

Pemerintah juga harus lebih transparan mengenai alasan di balik kebijakan ini. Apakah benar langkah ini dilakukan untuk memastikan subsidi tepat sasaran, ataukah ada kepentingan lain yang tersembunyi?

"Jangan sampai kebijakan ini justru memberikan keuntungan bagi segelintir pihak yang memiliki kepentingan bisnis dalam industri gas," ujarnya.

Kebijakan yang Harus Dibatalkan

Achmad menuuturkan, Kebijakan baru pembelian elpiji 3 kg ini jelas telah menimbulkan banyak permasalahan bagi masyarakat, terutama kelas bawah dan kelas menengah.

Bukannya memberikan solusi, kebijakan ini justru menambah kesulitan bagi mereka yang sudah berjuang keras untuk bertahan hidup.

Dengan sistem pembatasan yang berbelit dan distribusi yang semakin sulit, masyarakat semakin terbebani, sementara ekonomi kecil juga mulai terancam.

"Jika kebijakan ini terus dipaksakan tanpa evaluasi yang matang, maka bukan tidak mungkin akan muncul gejolak sosial dan ekonomi yang lebih besar," katanya.

Sentimen: positif (100%)